Sementara di sana, Firlana sedang
berada di rumah sakit sebab penyakitnya kambuh ketika dalam perjalanan menuju
ke sebuah taman dimana Dilara telah menunggunya. Dan Firlana membatalkan dengan
mengatakan bahwa ada urusan mendadak yang harus diselesaikannya lebih dulu.
Bukan memberitahukan sebenarnya yang telah terjadi pada dirinya. Bahkan sampai
saat ini, Firlana merahasiakan penyakitnya dari Dilara.
Kembali pada Dilara, masih bersama
Negara namun sudah berada ditempat yang lain. Mereka berdua sedang bersama
memainkan kembang api, mulai merasakan keramaian tersendiri pada diri
masing-masing. Namun ketika asiknya memainkan kembang api, Dilara menjatuhkan
kembang apinya sebab merasa ada firasat tidak enak yang berhubungan dengan Firlana.
Lalu wajahnya terarah kepada Negara yang sudah melihat padanya hening.
“Tidak ada apa-apa, pak. Aku,
memang tidak sengaja menjatuhkan kembang api yang tadinya berada digenggam
tanganku.”, Dilara membuat pengakuan memalingkan firasatnya yang mengalir. Berwajahkan
sedikit panik.
“Pertanyaanku, apa kau merasa
terganggu karna teman yang masih ditunggu tak juga datang menemuimu di sini?”,
tanya Negara karna peka terhadap sikap darinya.
Dilara menjadi tertawa karna
terpaksa, lalu berkata “Lupakan saja, pak!”. Negara yang mendengarnya beralih
memainkan kembang api digenggam tangannya sendiri, cuek. Sedangkan Dilara
menjadi tersedih lagi, sebab sudah kedua kalinya ia merasakan ada firasat yang
belum dimengerti berkaitan dengan Firlana. Sementara di sana lagi, Firlana
sedang berada diruang ICCU, karna tak sadarkan diri sudah terpasang alat-alat
medis yang menandakan masa kritis.
Dan dihadapan pintu bagian luar
ruang ICCU, ayah dari Firlana sedang menangis kecil melihat ke bawah meratapi
nasib putra semata wayangnya. Sebab sudah diketahuinya jika putra semata
wayangnya itu, telah memasuki masa koma yang mungkin akan memakan waktu yang
tidak bisa dipastikan. Dari seorang dokter yang telah menangani putra semata
wayangnya.
Esok harinya. . . .
Di waktu luangnya bekerja, Dilara
membuka ponselnya berharap akan ada sebuah pesan masuk dari Firlana. Sebab
dirinya enggan untuk mengirim pesan ke Firlana lebih dulu, setelah pada
kejadian tadi malam saat Firlana telah membatalkan tuk bermain bersamanya di
sebuah taman. “Coba aja tadi malam kamu dateng? Tentu kita berdua dapat melihat
bintang-bintang yang terbentang luas dilangit.”, gumamnya berkeluh duduk di
kursi kerjanya.
Lalu menjadi teralihkan ketika
melihat Negara yang baru memasuki ke dalam ruangan, memintanya untuk segera
ikut menghadiri rapat di kantor perusahaannya sendiri. Dan mereka berduapun
bejalan bersama menuju ke ruangan sebagai tempat akan berjalannya rapat.
Sesampainya di dalam ruangan sebagai tempat berjalannya rapat, Dilara duduk
bersejajar dengan Negara. Kompak dengan yang lainnya juga duduk bersejajar
dengan atasannya masing-masing.
Mereka berbaur menjadi satu dalam
sebuah meja persegi panjang, akan membahas soal pendapatan saham pada setiap
tahunnya dari masing-masing perusahaan yang dapat hadir. Selama rapat masih
berjalan, Dilara hanya mendengarkan melihat Negara yang turut bersuara
menyampaikan sebuah pendapatnya. Kali ini Dilara dapat melihat kecerdasan,
kecermatan serta perdebatan kecil dari Negara kepada yang lainnya, yang telah
menjadi lawan bicaranya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Selang beberapa waktu berjalan,
rapat yang tadinya sedang berjalan pun kini telah berakhir. Kepuasan dari hasil
rapat tersebut sudah dirasakan oleh mereka yang telah ikut menyertainya,
termasuk Negara dan rasa kagum telah dipendam oleh Dilara terhadap Negara. Dan
ketika keduanya sudah berada di kantin biasa, di dekat pantry. Dilara akan
mengutarakan rasa kagumnya pada Negara sendiri, tepatnya kini saat sudah duduk
bersama berhadapan dalam satu buah meja.
“Pak, saya merasa kagum terhadap
bapak sewaktu masih mengikuti jalannya rapat tadi.”, Dilara berbahasa sedikit
menggebu melihat jujur ke Negara. Negara pun menyahutnya dengan berbisik,
“Kecilkan suaramu! Saya tidak ingin mereka yang mungkin telah mendengarnya? Akan
beranggapan bahwa kini saya sedang berada di atas angin.”, cuek melihat ke
makanannya. Dan Dilara baru mengerti mencoba melihat disekelilingnya, yang
telah merupakan mereka yang telah ikut serta dalam rapat tadi.
Setelahnya, Dilara memulai
mencicipi makanannya sendiri. Suasana dalam kebersamaan keduanya kini menjadi
hening. Sebab saling berusaha menikmati serta akan menghabiskan makan sianganya
masing-masing. Negara betah dengan sikap cueknya yang telah merupakan ciri khas
dari dirinya. Dilara betah dengan sikap santainya, bersikap biasa saja tidak
mempedulikan sekitarnya.
Malam pun datang. . . .
Di rumah kediamannya, tepatnya di dalam
kamarnya sendiri. Dilara sedang berbaring di tempat tidurnya, bermalas-malasan
setelah bekerja hampir seharian tadi. ia sedang memikirkan Firlana yang tak
kunjung memberinya kabar melalui pesan, padahal sejak tadi ia sudah menunggu.
Kemudian ia mencoba tuk menelepon Firlana, namun tidak ada jawaban. Dan itu
terulang sampai ketiga kalinya. Namun pada ketiga kalinya saat Dilara sudah
benar menyerah.
Tiba-tiba saja ada sebuah pesan
masuk dari Firlana, dengan cepat Dilara pun membuka pesan tersebut sedikit rasa
menggebu. Dan ternyata sebuah pesan itu hanya berisi, “Tolong jangan hubungi
aku dulu. Sebab tugas pekerjaanku sedang padat-padatnya.”. Lesuh, harapannya
menjadi hilang untuk bisa mengobrol dengan sahabatnya. Padahal kini Dilara
sedang membutuhkan seorang teman seperti Firlana. Dan tanpa diketahuinya, jika
yang telah mengirim sebuah pesan tersebut bukanlah Firlana.
Karna bagaimana bisa seseorang
yang telah tertidur bisa mengirimkan sebuah pesan kepada orang lain. Ya, yang
telah mengirimkan sebuah pesan kepada Dilara ialah ayah dari Firlana. Ayah dari
Firlana yang kini sedang duduk meratapi putranya di ruang ICCU, sambil
menggenggam ponsel milik putranya. “Ada kabar bahagia. Abi gak akan pulang ke sana
untuk bekerja. Abi akan selalu di sini untuk menjaga Firlana.”, gumamnya
berbisik penuh keharuan. Matanya berkaca-kaca.
Diam-diam, ayahnya telah
merahasiakan keadaan putranya dari siapapun. Bahkan pada rumah galeri
“MILARATIONIC”, ayahnya mengijinkan Firlana tidak bekerja karna harus bertolak
ke luar negeri. Beralasan jika Firlana membantu mengembangkan sebuah proyek di sana.
Dan tidak tahu kapan akan bisa kembali ke Indonesia. Sementara di sana, Milara
baru terpikirkan soal alasan pengijinan dari Firlana yang telah diwakilkan oleh
ayah dari Firlana.
“Baru sekali ini, ada karyawanku
yang tidak meminta izin secara langsung padaku.”, keluhnya setelah terpikirkan.
Namun daripada itu semua, akan datang seseorang yang bisa mengetahui keadaan
dari Firlana dengan sendirinya. Dan seseorang itu akan segera datang bila
waktunya sudah tiba.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar