Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #31

Sementara di sana, Firlana sedang berada di rumah sakit sebab penyakitnya kambuh ketika dalam perjalanan menuju ke sebuah taman dimana Dilara telah menunggunya. Dan Firlana membatalkan dengan mengatakan bahwa ada urusan mendadak yang harus diselesaikannya lebih dulu. Bukan memberitahukan sebenarnya yang telah terjadi pada dirinya. Bahkan sampai saat ini, Firlana merahasiakan penyakitnya dari Dilara.
Kembali pada Dilara, masih bersama Negara namun sudah berada ditempat yang lain. Mereka berdua sedang bersama memainkan kembang api, mulai merasakan keramaian tersendiri pada diri masing-masing. Namun ketika asiknya memainkan kembang api, Dilara menjatuhkan kembang apinya sebab merasa ada firasat tidak enak yang berhubungan dengan Firlana. Lalu wajahnya terarah kepada Negara yang sudah melihat padanya hening.
“Tidak ada apa-apa, pak. Aku, memang tidak sengaja menjatuhkan kembang api yang tadinya berada digenggam tanganku.”, Dilara membuat pengakuan memalingkan firasatnya yang mengalir. Berwajahkan sedikit panik.
“Pertanyaanku, apa kau merasa terganggu karna teman yang masih ditunggu tak juga datang menemuimu di sini?”, tanya Negara karna peka terhadap sikap darinya.
Dilara menjadi tertawa karna terpaksa, lalu berkata “Lupakan saja, pak!”. Negara yang mendengarnya beralih memainkan kembang api digenggam tangannya sendiri, cuek. Sedangkan Dilara menjadi tersedih lagi, sebab sudah kedua kalinya ia merasakan ada firasat yang belum dimengerti berkaitan dengan Firlana. Sementara di sana lagi, Firlana sedang berada diruang ICCU, karna tak sadarkan diri sudah terpasang alat-alat medis yang menandakan masa kritis.
Dan dihadapan pintu bagian luar ruang ICCU, ayah dari Firlana sedang menangis kecil melihat ke bawah meratapi nasib putra semata wayangnya. Sebab sudah diketahuinya jika putra semata wayangnya itu, telah memasuki masa koma yang mungkin akan memakan waktu yang tidak bisa dipastikan. Dari seorang dokter yang telah menangani putra semata wayangnya.   

Esok harinya. . . .

Di waktu luangnya bekerja, Dilara membuka ponselnya berharap akan ada sebuah pesan masuk dari Firlana. Sebab dirinya enggan untuk mengirim pesan ke Firlana lebih dulu, setelah pada kejadian tadi malam saat Firlana telah membatalkan tuk bermain bersamanya di sebuah taman. “Coba aja tadi malam kamu dateng? Tentu kita berdua dapat melihat bintang-bintang yang terbentang luas dilangit.”, gumamnya berkeluh duduk di kursi kerjanya.
Lalu menjadi teralihkan ketika melihat Negara yang baru memasuki ke dalam ruangan, memintanya untuk segera ikut menghadiri rapat di kantor perusahaannya sendiri. Dan mereka berduapun bejalan bersama menuju ke ruangan sebagai tempat akan berjalannya rapat. Sesampainya di dalam ruangan sebagai tempat berjalannya rapat, Dilara duduk bersejajar dengan Negara. Kompak dengan yang lainnya juga duduk bersejajar dengan atasannya masing-masing.
Mereka berbaur menjadi satu dalam sebuah meja persegi panjang, akan membahas soal pendapatan saham pada setiap tahunnya dari masing-masing perusahaan yang dapat hadir. Selama rapat masih berjalan, Dilara hanya mendengarkan melihat Negara yang turut bersuara menyampaikan sebuah pendapatnya. Kali ini Dilara dapat melihat kecerdasan, kecermatan serta perdebatan kecil dari Negara kepada yang lainnya, yang telah menjadi lawan bicaranya.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Selang beberapa waktu berjalan, rapat yang tadinya sedang berjalan pun kini telah berakhir. Kepuasan dari hasil rapat tersebut sudah dirasakan oleh mereka yang telah ikut menyertainya, termasuk Negara dan rasa kagum telah dipendam oleh Dilara terhadap Negara. Dan ketika keduanya sudah berada di kantin biasa, di dekat pantry. Dilara akan mengutarakan rasa kagumnya pada Negara sendiri, tepatnya kini saat sudah duduk bersama berhadapan dalam satu buah meja.
“Pak, saya merasa kagum terhadap bapak sewaktu masih mengikuti jalannya rapat tadi.”, Dilara berbahasa sedikit menggebu melihat jujur ke Negara. Negara pun menyahutnya dengan berbisik, “Kecilkan suaramu! Saya tidak ingin mereka yang mungkin telah mendengarnya? Akan beranggapan bahwa kini saya sedang berada di atas angin.”, cuek melihat ke makanannya. Dan Dilara baru mengerti mencoba melihat disekelilingnya, yang telah merupakan mereka yang telah ikut serta dalam rapat tadi.
Setelahnya, Dilara memulai mencicipi makanannya sendiri. Suasana dalam kebersamaan keduanya kini menjadi hening. Sebab saling berusaha menikmati serta akan menghabiskan makan sianganya masing-masing. Negara betah dengan sikap cueknya yang telah merupakan ciri khas dari dirinya. Dilara betah dengan sikap santainya, bersikap biasa saja tidak mempedulikan sekitarnya.

Malam pun datang. . . .

Di rumah kediamannya, tepatnya di dalam kamarnya sendiri. Dilara sedang berbaring di tempat tidurnya, bermalas-malasan setelah bekerja hampir seharian tadi. ia sedang memikirkan Firlana yang tak kunjung memberinya kabar melalui pesan, padahal sejak tadi ia sudah menunggu. Kemudian ia mencoba tuk menelepon Firlana, namun tidak ada jawaban. Dan itu terulang sampai ketiga kalinya. Namun pada ketiga kalinya saat Dilara sudah benar menyerah.
Tiba-tiba saja ada sebuah pesan masuk dari Firlana, dengan cepat Dilara pun membuka pesan tersebut sedikit rasa menggebu. Dan ternyata sebuah pesan itu hanya berisi, “Tolong jangan hubungi aku dulu. Sebab tugas pekerjaanku sedang padat-padatnya.”. Lesuh, harapannya menjadi hilang untuk bisa mengobrol dengan sahabatnya. Padahal kini Dilara sedang membutuhkan seorang teman seperti Firlana. Dan tanpa diketahuinya, jika yang telah mengirim sebuah pesan tersebut bukanlah Firlana.
Karna bagaimana bisa seseorang yang telah tertidur bisa mengirimkan sebuah pesan kepada orang lain. Ya, yang telah mengirimkan sebuah pesan kepada Dilara ialah ayah dari Firlana. Ayah dari Firlana yang kini sedang duduk meratapi putranya di ruang ICCU, sambil menggenggam ponsel milik putranya. “Ada kabar bahagia. Abi gak akan pulang ke sana untuk bekerja. Abi akan selalu di sini untuk menjaga Firlana.”, gumamnya berbisik penuh keharuan. Matanya berkaca-kaca.
Diam-diam, ayahnya telah merahasiakan keadaan putranya dari siapapun. Bahkan pada rumah galeri “MILARATIONIC”, ayahnya mengijinkan Firlana tidak bekerja karna harus bertolak ke luar negeri. Beralasan jika Firlana membantu mengembangkan sebuah proyek di sana. Dan tidak tahu kapan akan bisa kembali ke Indonesia. Sementara di sana, Milara baru terpikirkan soal alasan pengijinan dari Firlana yang telah diwakilkan oleh ayah dari Firlana.
“Baru sekali ini, ada karyawanku yang tidak meminta izin secara langsung padaku.”, keluhnya setelah terpikirkan. Namun daripada itu semua, akan datang seseorang yang bisa mengetahui keadaan dari Firlana dengan sendirinya. Dan seseorang itu akan segera datang bila waktunya sudah tiba.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar