Esok harinya, Firlana yang sedang
berada di Singapura. Mengikuti seorang saudara laki-laki dari ayahnya, untuk
melakukan check up disebuah rumah sakit di sana. Alasan dirinya memperkuat
tekadnya untuk melakukan check up, karna mematuhi perintah dari ayahnya yang
telah memintanya untuk melakukan check up di sana. Sesampainya di rumah sakit,
Firlana bersama saudara laki-laki dari ayahnya yang sebagai paman kandungnya.
Bertemu langsung dengan seorang
Dokter yang akan menangani kesehatan dari Firlana. Seorang Dokter tersebut
merupakan seorang teman baik dari ayahnya, jadi tidak perlu ada kecanggungan di
saat mereka bertiga sedang bercakap-cakap. “Kira-kira, butuh waktu berapa lana
keponakan saya akan melakukan pemeriksaan kesehatannya ke seluruh tubuhnya?”,
tanya paman dari Firlana usai bercakap-cakap berbasa-basi.
“Hampir sehari. Tidak lama kok!”,
buka Dokter tersebut melihat ke paman dari Firlana. “Lalu, kapan kita bisa
menerima hasilnya?”, tanya lagi paman dari Firlana melihat ingin memastikannya langsung. Dokter
tersebut memberi senyum, berkata “Akan saya beritahu, ketika pemeriksaan ke seluruh
tubuh pada saudara Firlana ketika telah usai dilakukan.”. Firlana menjadi
tersenyum melihat ke Dokter tersebut.
Begitupun pamannya namun merasa
curiga atas keluhan yang telah diterimanya dari ayah Firlana, perihal tentang
mimisan yang keluar dari hidung Firlana. Namun daripada itu, pamannya tetap
berharap sebuah kabar baik akan datang menghampiri Firlana serta ayahnya. Setelah
bercakap-cakap yang demikian, mereka bertiga saling berjabat tangan. Firlana
akan segera menjalani pemeriksaan ke seluruh tubuhnya, sementara pamannya akan
menemani proses selama Firlana menjalaninya.
Beralih ke Indonesia. . . .
Di rumah kediaman Firlana, ayahnya
sedang duduk santai di teras depan rumahnya. Ayahnya memang sedang duduk
santai, namun jiwanya gelisah bercampur tegang merasa takut sebab akan segera mengetahui
hasil pemeriksaan dari putranya itu. Entah kenapa, ia sangat mencrigai tentang
kesehatan dari putranya karna sebuah kejadian pada malam kemarin. Pemikirannya
pun kini mulai membayangi kalau ada sebuah penyakit kritis yang sudah bernaung
pada tubuh putranya itu.
Dan keadaan ayahnya kini sedang
melamun, melihat kedepan disertai tatapan kosong sambil membisikkan sesuatu.
“Firlana milik abi. Walaupun sesungguhnya Firlana adalah sebuah titipan dari
Tuhan. Abi sayang, putra abi jangan pernah pergi ya, I miss you.”. bisikkannya
bernadakan amat sayang sedikit berkeluh.
Sore harinya ditempat lain. . . .
Negara sedang berkunjung ke rumah
galeri milik Milara, ia berkunjung ke sana karna Milara memberitahukan kalau
hari ini di rumah galeri miliknya sudah terpajang gambar dari semua karakter
pada film Naruto beberapa waktu lalu. Dan kini Negara sudah bediri
melihat-lihat gambar dari semua karakter pada film Naruto tersebut bersama
Milara, di dalam gedung rumah galeri milik Milara. Negara merasa senang, karna
hobinya yang suka menonton anime khususnya Naruto.
Telah terpajang di rumah galeri milik
sahabatnya itu. “That’s was nice!”, Negara memberi penilaian masih
melihat-lihat gambar-gambar tersebut. lalu menunjuk gambar dari karakter
Sakura, “Kawaii”, sambungnya membeeri penilaian pada gambar dari karakter
Sakura. “kawaii?”, tanya Milara ingin mengetahui arti dari kata Kawaii
disamping dirinya. Negara pun menjadi tersenyum melihat ke Milara disampingnya.
“Kawaii, arti dalam bahasa
Indonesia berartikan imut. Cantik juga bisa.”, Negara memberitahukan arti dari
kata Kawaii berbahasa bijak nan lembut. Sehingga membuat Milara menjadi
tersenyum karna tersanjung sedikit mempesona menatapi dirinya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Hari telah berganti, tepatnya pada
hari ini Firlana akan segera pulang ke Indonesia. Namun sebelum benar akan
pulang ke Indonesia, Firlana lebih dahulu berkunjung ke sebuah rumah sakit demi
mengambil dokumen tuk mengetahui hasil pemeriksaan kesehatan ke seluruh
tubuhnya dari seorang Dokter yang merupakan seorang teman dari ayahnya sendiri.
Dan singkat saja, waktu di Singapura yang menunjukkan pukul delapan pagi.
Firlana bersama pamannya pun sudah
berada di dalam ruang Dokter yang telah menanganinya, di rumah sakit tersebut. Setelah
saling sapa juga berjabat tangan, mereka bertiga akan berbincang kecil dengan duduk
saling berhadapan.
“Firlana, apa kau sudah siap untuk
pulang kembali ke Indonesia?”, sapa Dokter itu melihat bijak nan senyum.
“Tentu saja, sebab, esok harinya
saya harus kembali bekerja.”, sahut Firlana melihat Dokter itu penuh semangat.
Dokter itu yang melihat dirinya penuh
semangat, memberikan sebuah dokumen hasil dari pemeriksaan kesehatan dirinya
kepada pamannya. Dokter itu juga mempersilahkan paman dari dirinya untuk segera
membuka dokumen tersebut. Dan pamannya mulai mencoba tuk membukanya, lalu
berkata “Apakah, ini sungguhan?”, tanya pamannya melihat ke Dokter itu usainya
membaca tulisan dari dokumen tersebut. menatap begitu menanyakan. Dokter itu
mengangguk hening melihat ke pamannya.
Firlana yang baru saja merasa
curiga melihat kontak di antara keduanya, mencoba merampas kecil dokumen
tersebut dari tangan pamannya. “Firlana, ada baiknya kamu dirawat di sini saja dulu.”, pamannya memberi nasihat
sembari membujuknya. Sedangkan Firlana menjadi hening menetap menatap tulisan
dari dokumen tersebut yang bertuliskan, “Leukimia”. Lalu Firlana akan berkata
menyanggah kata nasihat serta bujukkan dari pamannya.
“Tidak, paman! Aku orangnya
disiplin, sangat tidak mungkin aku membolos kerja walaupun hanya sehari saja!”,
Firlana menyanggah dengan menyatakan kedisiplinan dirinya sendiri dalam
bekerja. Menutup dokumen tersebut melihat kebawah,
“Leukimia yang sedang kau derita
baru stadium awal. Jadi bisa menjalani pengobatan jalan. tapi ingat, kau tidak
boleh lelah dan saya mohon kurangi kesibukanmu dalam bekerja.”, Dokter itu
memberi penjelasan juga sedikit perintah larangan padanya.
Firlana pun menjadi tersenyum
mengangguk melihat ke Dokter yang telah menanganinya, begitupula pamannya yang
mulai merasa lega. Kemudian berakhir ketika pamannya berpamitan dengan Dokter
untuk pergi sebab akan segera beralih pergi menuju ke bandara. Disusul dengan
Firlana yang berpamitan pula sambil mengucapkan terimakasih karna telah
menanganiya. Sebab karna penanganan dari Dokter itulah Firlana menjadi dapat
mengetahui penyakit apa yang sedang ia derita.
Selang waktu berjalan. . . .
Firlana dan pamannya sudah berada
di bandara, mereka sedang berpelukan akan melakukan sebuah perpisahan. “Nanti
kalau kamu sudah sehat, main-main lagi kemari yah? Bawa ayahmu juga.”, pamannya
berkata menyemangatkan keponakannya sebelum pergi untuk pulang ke Indonesia
ketika baru melepaskan pelukannya. Melihat bijak nan haru. “Firlana janji paman!
Firlana akan membawa abi dan seorang lagi kemari. Ami….?”, Firlana menyahut
optimis menunjukkan semangatnya.
Namun menjadi terhenti diakhir
katanya. “Ami, semoga kamu bisa bertemu lagi dengan ibumu?”, pamannya menyahut
memberi do’a untuknya. Sebab sudah merasa mengerti dengan bahasa perasaan dari keponakannya
itu. Firlana pun menjadi terharu kembali memeluk pamannya, “I miss you, uncle. Thanks
to understaning of me.”, ucapan terimakasihnya merenyuhkan perasaan pamannya.
Dan kemudian Firlana melepaskan pelukannya sembari melambaikan tangannya.
Mulai berpamitan untuk memasuki ke
dalam bandara. Semntara pamannya hanya tersenyum haru, matanya mulai
berkaca-kaca melihatnya sebab merasa kalau ayah dari Firlana kurang mengerti
apa yang sedang dibutuhkan dari Firlana kini.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar