Esoknya, Dilara sedang berada di
kantor perusahaan milik keluarga dari teman ayahnya. Dilara di dalam gedung
kantor tersebut sedang berjalan mencari letak ruang seorang manager dari
perusahaan tersebut, sambil membawa sebuah map yang berisi dokumen tentang
dirinya. Kantor perusahaan yang sedang didatanginya merupakan kantor perusahaan
milik keluarga dari Negara. Dan kini Dilara telah sampai pada suatu ruangan,
bahkan sudah berdiri di depan pintu suatu ruangan tersebut.
Dilara pun mulai mengetuk pintu
ruangan tersebut dengan tiga kali ketukan. Dalam lima detik, pintu ruangan
tersebut dibuka oleh sang manager yang dimaksud, Negara. “Apa kau mau
memberitahukan saya, kalau seorang tamu bernama Dilara Hakim sudah datang akan
menemui saya segera?”, tanya langsung Negara tanpa bertanya dulu siapa yang
sedang ditemuinya kini. Dilara menjadi hening melihat padanya, bertanya
sendiri.
“Maaf, tolong panggilkan dia
segera untuk menemui saya! Sebab saya tidak ingin mengulur waktu.”, sambung
Negara memberi sedikit perintah pada siapa yang sedang ditemuinya kini. Dilara
pun menjawab, “Baiklah!”, Dilara sok menuruti dengan menunjukkan senyum. Lalu
Negara dengan wajah lugunya menutup pintu ruangannya kembali. Dan dalam waktu
lima detik, Dilara kembali mengetuk pintu ruangan tersebut, kali ini dengan
tiga kali ketukan sedikit keras.
Negara pun kembali membuka pintu
ruangannya. Dilara mulai berbicara lagi mengenalkan dirinya sendiri. “Dilara
Hakim sudah datang, dan dia adalah saya sendiri!”, pengenalan dirinya sendiri
dengan menegaskan kecil meyakinkan. Negara yang baru mengerti juga baru
mengetahui, baru mempersilahkannya masuk. Dilara pun memasuki ruangan tersebut
dengan langsung duduk di ruang tamu, menaruhkan map miliknya di meja di ruang
tamu.
Sementara Negara mengambil map
milik dirinya itu, membawanya hingga kembali terduduk di kursi kerjanya. Dilara
yang sudah melihatnya, mengaku salah pada dirinya sendiri sebab telah salah
mengambil posisi tempat duduk. Sedangkan Negara bersikap cuek mengecek dokumen
dari dirinya, yang merupakan sebuah data dari Dilara sebagai pelamar
pekerjaan.”Dilara Hakim, apakah ada unsur paksaan untukmu bekerja disini?”,
tanya Negara dengan melihat ke Dilara.
Dilara berdiam sejenak melihat
kepadanya, lalu menggeleng. “Gunakan suaramu untuk menyahut! Bukan untuk
mencoblos yang dilakukan pada lima tahun sekali.”, tegas Negara melihatnya lalu
kembali mengecek dokumen dari dirinya. Sedangkan Dilara beralih melihat
kebeberapa buah serta macam lukisan yang terpajang di sekelilingnya. “Dilara
Hakim, bisakah anda berdiri tepat dihadapan
saya sekarang! Sebab ada yang ingin segera saya tanyakan pada anda?”, perintah
Negara masih tegas.
Dilara merasa terpaksa berjalan
beralih tuk berdiri tepat dihadapannya. Negara masih sibuk mengecek dokumen
padanya, lalu berdiri melihat pada dirinya yang sudah berdiri dihadapnya.
Tertengahi oleh meja kerja dari Negara. “Pertama anda menuju ke kantor
perusahaan milik keluarga dari pak Kusuma Jaya, suatu ruang apakah yang akan
segera anda tuju lebih dulu?”, Negara mulai melakukan sebuah interview. Mencoba
menatap tegas. Dilara akan segera menjawab melihat biasa.
“Ruangan anda.”, jawabnya singkat
amat santai. Negara melipatkan kedua tangannya diperutnya memberi tatapan
menegaskan kalau bukan jawaban itu yang sedang ditunggunya dari Dilara. “Iya,
tapi ruangan ini apa namanya?”, Negara memintanya tuk meluruskan jawabannya.
Dilara baru mengerti, “Oh, ruangan dari manager perusahaan.”. Usai mendengar
jawaban kedua darinya, Negara menunjukkan sebuah foto yang terpajang diarah
kirinya.
Dilara pun mengikuti melihat
sebuah foto yang sudah ditunjuki oleh dirinya. “Dia adalah teman dari ayahku,
namanya pak Kusuma Jaya. Beliau yang telah memimpin perusahaan ini selama
duapuluh satu tahun.”, Dilara langsung menyampaikan apa yang sudah diketahuinya
dari pak Kusuma Jaya. Usainya menyampaikan, Dilara beralih melihat ke Negara
yang sudah melihat padanya lebih dulu. “Oh, jadi dia putri dari teman ayah,
Arora Hakim.”, bisik Negara melihat dirinya berdiam hening sejenak.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
“Maaf, kalau boleh saya mengetahui? Anda
kemari ingin melamar kerja dibagian apa?”, tanya Negara menampakkan wajah
bingung. Sebab benar-benar belum mengetahui. Dilara ikut menjadi bingung
melihat padanya mencoba memikirkan. “Saya diminta sama ayah, untuk menemui pak
Kusuma Negara. Anak dari pak Kusuma Jaya. Tapi anehnya, ayah saya meminta untuk
langsung pergi keruangan disini.”, Dilara mencoba menjelaskan lalu berkeluh
tanya sendiri.
“Jadi sehabis ini, anda berencana
tuk menemui pak Kusuma Negara?”, Negara menanyai kepastian darinya. Berniat
akan mengerjai seperti Dilara yang telah mengerjainya tadi. “Saya merasa
sepertinya anda dari awal datang kemari, sudah gagal fokus. Anda telah lupa
untuk fokus pada sesuatu terpenting, makanya anda bertanya keluh seperti
tadi.”, Negara mengutarakan apa yang sudah menjadi pemikirannya namun bersikap
misteri. Bertatap bijak.
Dilara semakin menjadi bingung,
lalu melihat kebawah mencoba memikirkannya sendiri. “Dilara, ada baiknya kamu
temui dulu pak Kusuama Jaya. Sebab pada tigapuluh menit kemudian, dia akan
pergi rapat di kantor perusahaan lain.”, perintah Negara berbahasa bijak.
Dilara kembali melihat padanya, lalu dilihatnya Negara memberikan dokumen milik
dirinya dan Dilara menerimanya. “Selamat siang.”, sapa Dilara pamit. Negara
mengangguk mempersilahkan.
Dan Dilara pun berbalik pergi akan
segera keluar dari ruangan tersebut, sedang Negara melihat padanya hingga
keluar dari ruangan.
Beberapa saat kemudian. . . .
Dilara sudah menemukan ruang dari
pak Kusuma Jaya, bahkan sudah duduk menghadap melihat pak Kusuma Jaya yang
sedang memeriksa dokumen miliknya. “Anakku kurang puas dengan interview yang
sudah ia lakukan denganmu tadi.”, pak Kusuma Jaya mulai berucap melihat
padanya. Dilara menjadi bingung mulai memikirkan siapakah anak darinya yang
sedang dimaksud. “Maaf om, tadi Dilara di interview sama orang disuatu ruangan
di bagian manager perusahaan.”, sanggah bijak Dilara.
“Sudah sempat berkenalan?”, tanya
pak Kusuma Jaya mencoba berbahasa kebapaan.
“Tidak, seorang itu hanya
mengenalkan diri om saja dengan menunjukkan foto dari om di dalam rungannya.”,
ujar Dilara berkata jujur. Pak Kusuma Jaya menunjukkan senyum kebapaannya.
“Sungguh amat disayangkan, Dilara
belum sempat berkenalan dengan anak om. Atau mungkin, anak om yang telah
bersikap dingin dengan Dilara? Jadi kalian berdua belum sempat berkenalan.”,
keluh pak Kusuma Jaya.
Dilara menjadi semakin bingung melihat
kebawah, mencoba memikirkannya lagi sendiri. Dan pak Kusuma Jaya memberitahukan
kalau ia telah menugaskan anaknya sebagai manager perusahaan di kantor
tersebut, bernama Kusuma Negara. Dilara langsung kembali melihat padanya
sedikit merasa kaget, karna baru saja mengetahui. “Dan sebagai tahap pengenalan
awal, ada baiknya kalian bercanda dulu sebelum akhirnya bisa berteman baik.”,
pak Kusuma Jaya memberi kata hiburan.
Dilara menjadi tersenyum karna
merasa kalau pak Kusuma Jaya mendukung niatnya tuk mengerjai balik Kusuma
Negara. Lalu pak Kusuma Jaya mempersilahkan tuk menemui Kusuma Negara kembali,
Dilara pun langsung menurutinya dengan sebuah siasat nakalnya. Dan apakah yang
akan dilakukan Dilara kepada Negara? Simak saja pada lanjutan ceritanya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
Dilara sudah beralih dari ruangan
pak Kusuma Jaya. Dan kini Dilara sudah sampai kembali keruangan dari Kusuma
Negara. Ketika baru saja berhenti di depan pintu ruangan dari Kusuma Negara,
Dilara merapihkan pakaiannya. Sebab akan segera bertemu dengan seorang manager
kembali sekaligus seorang putra dari pak Kusuma Jaya. Namun ketika membuka
pintu ruangan tersebut, Dilara menjadi hening karna tidak ada penghuni ruangan
tersebut.
Dilara pun beralih menutup kembali
pintu ruangan tersebut, membelakangi pintu ruangan tersebut mencoba berpikir
sejenak. Tak berapa lama kemudian masih di tempatnya, ia baru melihat Negara
sedang berjalan menujunya tepat di arah kanannya. Dilara melihat padanya diam,
menunggu dirinya sampai pada tujuannya yang masih berjalan menuju keruangan
tersebut. Dan ketika Negara telah sampai pada ruangannya.
Dilara menggeserkan diri sehingga
Negara dapat membuka pintu ruangannya. “Permisi, ada yang mesti saya bicarakan
dengan anda?”, permisi Dilara dengan mengikuti Negara memasuki ke dalam ruangan
tersebut. Didalam ruangan, Dilara masih mengikuti dirinya hingga berhenti di depan
meja kerja dirinya. Sementara Negara baru saja menduduki kursi kerjanya, baru
pula melihat padanya biasa.
“Sebentar, saya sebagai manager perusahaan.
Izinkan saya untuk berbicara dahulu daripada anda?!”, sangahnya memberi tanya
disertai sedikit perintah menegaskan.
Dilara berdiam, menatap mengalah
memberi dirinya kesempatan untuk berbicara dahulu. “Didalam data yang sudah
saya koreksi, saya cermati dan saya cek. Tidak ada sebuah keterangan anda ingin
melamar kerja di bagian apa? Dan setelah anda menemui saya, ada seorang
perempuan lagi yang melamar kerja di bagian office girl.”, Negara mengutarakan
tanya terhadapnya. Dilara berdiam hening memikirkan yang diutarakan oleh
dirinya.
“Tak jelas disini, anda sedang
melamar kerja atau hanya bermain-main dengan saya….?”, Negara berkata lagi
berkeluh.
“Pak Kusuma Jaya, ayah anda yang
meminta ayah saya tuk meminta saya melamar kerja disini. Dan betul kata anda,
tak jelas juga karna mereka hanya meminta itu padaku.”, Dilara memotong
menegaskan balik. Menatap tegas.
“Dan kalau memang sudah begitu
kejadiannya. Esok saya akan memberi keputusan padamu. Karna sangat tidak
mungkin seorang putri tunggal dari pak Arora Hakim menjadi wakil ataupun ketua
khusus office. Sebab kami mencari diantara kedua pelamar di bagian tersebut,
anda paham?”, Negara menjelaskannya secara detail.
“Jadi, anda sedari tadi sudah
mengetahui kalau saya adalah seorang putri tunggal dari pak Arora Hakim?
Daaaan, mengapa anda tidak memberitahu kalau diri anda adalah Kusuma Negara
putra dari pak Kusuma Jaya? Oh, saya baru mengerti kalau anda telah bermaksud
mengerjai saya tadi kan?”, Dilara mengungkap tanya menatap ingin mengetahui
jelas. Negara memberi senyum, melihat kebawah lalu melihat padanya lagi.
Dilara yang melihatnya, menarik nafasnya
menghembuskannya sedikit dendam. Karna siasat yang telah diperkirakannya tadi
tidak kesampaian. “Saya tidak menyangka, ada sebuah kenakalan dibalik ekspresi
wajah anda yang selugu itu!”, Dilara mengeluarkan kata sedikit penghinaan.
Negara langsung menyahutnya, mengusirnya secara halus. “Selamat siang, saya
sudah mempersilahkan anda!”, bahasanya tegas sedikit memberi tatapan jahat.
Argumen kecil dari keduanya pun berakhir.
Karna Dilara langsung berpaling pergi menuju keluar ruangan dengan wajah geram.
Sedangkan Negara bersikap santai kembali melihatnya yang masih beranjak. Diluar
ruangan, Dilara baru melihat nama dari Negara dipintu ruangan tersebut.
“Pemilik ruangan ini adalah seorang pria berwajahkan lugu namun sikap bijaknya
nooool!”, bisik geram hatinya lalu benar beralih meninggalkan ruangan tersebut.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar