Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #5

Esoknya, Dilara sedang berada di kantor perusahaan milik keluarga dari teman ayahnya. Dilara di dalam gedung kantor tersebut sedang berjalan mencari letak ruang seorang manager dari perusahaan tersebut, sambil membawa sebuah map yang berisi dokumen tentang dirinya. Kantor perusahaan yang sedang didatanginya merupakan kantor perusahaan milik keluarga dari Negara. Dan kini Dilara telah sampai pada suatu ruangan, bahkan sudah berdiri di depan pintu suatu ruangan tersebut.
Dilara pun mulai mengetuk pintu ruangan tersebut dengan tiga kali ketukan. Dalam lima detik, pintu ruangan tersebut dibuka oleh sang manager yang dimaksud, Negara. “Apa kau mau memberitahukan saya, kalau seorang tamu bernama Dilara Hakim sudah datang akan menemui saya segera?”, tanya langsung Negara tanpa bertanya dulu siapa yang sedang ditemuinya kini. Dilara menjadi hening melihat padanya, bertanya sendiri.
“Maaf, tolong panggilkan dia segera untuk menemui saya! Sebab saya tidak ingin mengulur waktu.”, sambung Negara memberi sedikit perintah pada siapa yang sedang ditemuinya kini. Dilara pun menjawab, “Baiklah!”, Dilara sok menuruti dengan menunjukkan senyum. Lalu Negara dengan wajah lugunya menutup pintu ruangannya kembali. Dan dalam waktu lima detik, Dilara kembali mengetuk pintu ruangan tersebut, kali ini dengan tiga kali ketukan sedikit keras.
Negara pun kembali membuka pintu ruangannya. Dilara mulai berbicara lagi mengenalkan dirinya sendiri. “Dilara Hakim sudah datang, dan dia adalah saya sendiri!”, pengenalan dirinya sendiri dengan menegaskan kecil meyakinkan. Negara yang baru mengerti juga baru mengetahui, baru mempersilahkannya masuk. Dilara pun memasuki ruangan tersebut dengan langsung duduk di ruang tamu, menaruhkan map miliknya di meja di ruang tamu.
Sementara Negara mengambil map milik dirinya itu, membawanya hingga kembali terduduk di kursi kerjanya. Dilara yang sudah melihatnya, mengaku salah pada dirinya sendiri sebab telah salah mengambil posisi tempat duduk. Sedangkan Negara bersikap cuek mengecek dokumen dari dirinya, yang merupakan sebuah data dari Dilara sebagai pelamar pekerjaan.”Dilara Hakim, apakah ada unsur paksaan untukmu bekerja disini?”, tanya Negara dengan melihat ke Dilara.
Dilara berdiam sejenak melihat kepadanya, lalu menggeleng. “Gunakan suaramu untuk menyahut! Bukan untuk mencoblos yang dilakukan pada lima tahun sekali.”, tegas Negara melihatnya lalu kembali mengecek dokumen dari dirinya. Sedangkan Dilara beralih melihat kebeberapa buah serta macam lukisan yang terpajang di sekelilingnya. “Dilara Hakim, bisakah anda  berdiri tepat dihadapan saya sekarang! Sebab ada yang ingin segera saya tanyakan pada anda?”, perintah Negara masih tegas.
Dilara merasa terpaksa berjalan beralih tuk berdiri tepat dihadapannya. Negara masih sibuk mengecek dokumen padanya, lalu berdiri melihat pada dirinya yang sudah berdiri dihadapnya. Tertengahi oleh meja kerja dari Negara. “Pertama anda menuju ke kantor perusahaan milik keluarga dari pak Kusuma Jaya, suatu ruang apakah yang akan segera anda tuju lebih dulu?”, Negara mulai melakukan sebuah interview. Mencoba menatap tegas. Dilara akan segera menjawab melihat biasa.
“Ruangan anda.”, jawabnya singkat amat santai. Negara melipatkan kedua tangannya diperutnya memberi tatapan menegaskan kalau bukan jawaban itu yang sedang ditunggunya dari Dilara. “Iya, tapi ruangan ini apa namanya?”, Negara memintanya tuk meluruskan jawabannya. Dilara baru mengerti, “Oh, ruangan dari manager perusahaan.”. Usai mendengar jawaban kedua darinya, Negara menunjukkan sebuah foto yang terpajang diarah kirinya.
Dilara pun mengikuti melihat sebuah foto yang sudah ditunjuki oleh dirinya. “Dia adalah teman dari ayahku, namanya pak Kusuma Jaya. Beliau yang telah memimpin perusahaan ini selama duapuluh satu tahun.”, Dilara langsung menyampaikan apa yang sudah diketahuinya dari pak Kusuma Jaya. Usainya menyampaikan, Dilara beralih melihat ke Negara yang sudah melihat padanya lebih dulu. “Oh, jadi dia putri dari teman ayah, Arora Hakim.”, bisik Negara melihat dirinya berdiam hening sejenak.      

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!

 “Maaf, kalau boleh saya mengetahui? Anda kemari ingin melamar kerja dibagian apa?”, tanya Negara menampakkan wajah bingung. Sebab benar-benar belum mengetahui. Dilara ikut menjadi bingung melihat padanya mencoba memikirkan. “Saya diminta sama ayah, untuk menemui pak Kusuma Negara. Anak dari pak Kusuma Jaya. Tapi anehnya, ayah saya meminta untuk langsung pergi keruangan disini.”, Dilara mencoba menjelaskan lalu berkeluh tanya sendiri.
“Jadi sehabis ini, anda berencana tuk menemui pak Kusuma Negara?”, Negara menanyai kepastian darinya. Berniat akan mengerjai seperti Dilara yang telah mengerjainya tadi. “Saya merasa sepertinya anda dari awal datang kemari, sudah gagal fokus. Anda telah lupa untuk fokus pada sesuatu terpenting, makanya anda bertanya keluh seperti tadi.”, Negara mengutarakan apa yang sudah menjadi pemikirannya namun bersikap misteri. Bertatap bijak.
Dilara semakin menjadi bingung, lalu melihat kebawah mencoba memikirkannya sendiri. “Dilara, ada baiknya kamu temui dulu pak Kusuama Jaya. Sebab pada tigapuluh menit kemudian, dia akan pergi rapat di kantor perusahaan lain.”, perintah Negara berbahasa bijak. Dilara kembali melihat padanya, lalu dilihatnya Negara memberikan dokumen milik dirinya dan Dilara menerimanya. “Selamat siang.”, sapa Dilara pamit. Negara mengangguk mempersilahkan.
Dan Dilara pun berbalik pergi akan segera keluar dari ruangan tersebut, sedang Negara melihat padanya hingga keluar dari ruangan.

Beberapa saat kemudian. . . .

Dilara sudah menemukan ruang dari pak Kusuma Jaya, bahkan sudah duduk menghadap melihat pak Kusuma Jaya yang sedang memeriksa dokumen miliknya. “Anakku kurang puas dengan interview yang sudah ia lakukan denganmu tadi.”, pak Kusuma Jaya mulai berucap melihat padanya. Dilara menjadi bingung mulai memikirkan siapakah anak darinya yang sedang dimaksud. “Maaf om, tadi Dilara di interview sama orang disuatu ruangan di bagian manager perusahaan.”, sanggah bijak Dilara.
“Sudah sempat berkenalan?”, tanya pak Kusuma Jaya mencoba berbahasa kebapaan.
“Tidak, seorang itu hanya mengenalkan diri om saja dengan menunjukkan foto dari om di dalam rungannya.”, ujar Dilara berkata jujur. Pak Kusuma Jaya menunjukkan senyum kebapaannya.
“Sungguh amat disayangkan, Dilara belum sempat berkenalan dengan anak om. Atau mungkin, anak om yang telah bersikap dingin dengan Dilara? Jadi kalian berdua belum sempat berkenalan.”, keluh pak Kusuma Jaya.
Dilara menjadi semakin bingung melihat kebawah, mencoba memikirkannya lagi sendiri. Dan pak Kusuma Jaya memberitahukan kalau ia telah menugaskan anaknya sebagai manager perusahaan di kantor tersebut, bernama Kusuma Negara. Dilara langsung kembali melihat padanya sedikit merasa kaget, karna baru saja mengetahui. “Dan sebagai tahap pengenalan awal, ada baiknya kalian bercanda dulu sebelum akhirnya bisa berteman baik.”, pak Kusuma Jaya memberi kata hiburan.
Dilara menjadi tersenyum karna merasa kalau pak Kusuma Jaya mendukung niatnya tuk mengerjai balik Kusuma Negara. Lalu pak Kusuma Jaya mempersilahkan tuk menemui Kusuma Negara kembali, Dilara pun langsung menurutinya dengan sebuah siasat nakalnya. Dan apakah yang akan dilakukan Dilara kepada Negara? Simak saja pada lanjutan ceritanya.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
   
Dilara sudah beralih dari ruangan pak Kusuma Jaya. Dan kini Dilara sudah sampai kembali keruangan dari Kusuma Negara. Ketika baru saja berhenti di depan pintu ruangan dari Kusuma Negara, Dilara merapihkan pakaiannya. Sebab akan segera bertemu dengan seorang manager kembali sekaligus seorang putra dari pak Kusuma Jaya. Namun ketika membuka pintu ruangan tersebut, Dilara menjadi hening karna tidak ada penghuni ruangan tersebut.
Dilara pun beralih menutup kembali pintu ruangan tersebut, membelakangi pintu ruangan tersebut mencoba berpikir sejenak. Tak berapa lama kemudian masih di tempatnya, ia baru melihat Negara sedang berjalan menujunya tepat di arah kanannya. Dilara melihat padanya diam, menunggu dirinya sampai pada tujuannya yang masih berjalan menuju keruangan tersebut. Dan ketika Negara telah sampai pada ruangannya.
Dilara menggeserkan diri sehingga Negara dapat membuka pintu ruangannya. “Permisi, ada yang mesti saya bicarakan dengan anda?”, permisi Dilara dengan mengikuti Negara memasuki ke dalam ruangan tersebut. Didalam ruangan, Dilara masih mengikuti dirinya hingga berhenti di depan meja kerja dirinya. Sementara Negara baru saja menduduki kursi kerjanya, baru pula melihat padanya biasa.
 “Sebentar, saya sebagai manager perusahaan. Izinkan saya untuk berbicara dahulu daripada anda?!”, sangahnya memberi tanya disertai sedikit perintah menegaskan.
Dilara berdiam, menatap mengalah memberi dirinya kesempatan untuk berbicara dahulu. “Didalam data yang sudah saya koreksi, saya cermati dan saya cek. Tidak ada sebuah keterangan anda ingin melamar kerja di bagian apa? Dan setelah anda menemui saya, ada seorang perempuan lagi yang melamar kerja di bagian office girl.”, Negara mengutarakan tanya terhadapnya. Dilara berdiam hening memikirkan yang diutarakan oleh dirinya.
“Tak jelas disini, anda sedang melamar kerja atau hanya bermain-main dengan saya….?”, Negara berkata lagi berkeluh.
“Pak Kusuma Jaya, ayah anda yang meminta ayah saya tuk meminta saya melamar kerja disini. Dan betul kata anda, tak jelas juga karna mereka hanya meminta itu padaku.”, Dilara memotong menegaskan balik. Menatap tegas.
“Dan kalau memang sudah begitu kejadiannya. Esok saya akan memberi keputusan padamu. Karna sangat tidak mungkin seorang putri tunggal dari pak Arora Hakim menjadi wakil ataupun ketua khusus office. Sebab kami mencari diantara kedua pelamar di bagian tersebut, anda paham?”, Negara menjelaskannya secara detail.
“Jadi, anda sedari tadi sudah mengetahui kalau saya adalah seorang putri tunggal dari pak Arora Hakim? Daaaan, mengapa anda tidak memberitahu kalau diri anda adalah Kusuma Negara putra dari pak Kusuma Jaya? Oh, saya baru mengerti kalau anda telah bermaksud mengerjai saya tadi kan?”, Dilara mengungkap tanya menatap ingin mengetahui jelas. Negara memberi senyum, melihat kebawah lalu melihat padanya lagi.
Dilara yang melihatnya, menarik nafasnya menghembuskannya sedikit dendam. Karna siasat yang telah diperkirakannya tadi tidak kesampaian. “Saya tidak menyangka, ada sebuah kenakalan dibalik ekspresi wajah anda yang selugu itu!”, Dilara mengeluarkan kata sedikit penghinaan. Negara langsung menyahutnya, mengusirnya secara halus. “Selamat siang, saya sudah mempersilahkan anda!”, bahasanya tegas sedikit memberi tatapan jahat.   
 Argumen kecil dari keduanya pun berakhir. Karna Dilara langsung berpaling pergi menuju keluar ruangan dengan wajah geram. Sedangkan Negara bersikap santai kembali melihatnya yang masih beranjak. Diluar ruangan, Dilara baru melihat nama dari Negara dipintu ruangan tersebut. “Pemilik ruangan ini adalah seorang pria berwajahkan lugu namun sikap bijaknya nooool!”, bisik geram hatinya lalu benar beralih meninggalkan ruangan tersebut.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar