Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #18

Selang waktu berjalan, kini Dilara telah sampai ke rumah kediamannya. Dan saat ketika baru saja langkahnya berjalan disekitar halaman rumahnya, ia menemukan sosok perempuan yang berjalan dari teras rumah. Dilara pun berhenti seketika, melihat diam sosok perempuan yang juga melihat diam padanya sedang berjalan menujunya. Sosok perempuan itu adalah tante Hesty, ibu sesusuannya. Dan mereka berduapun kini sudah berdiri berhadapan.
“Halo Dilara, tante baru saja mau pulang. Kamu darimana saja, tadi tante menanyakan kamu sewaktu sedang berbicara dengan ibumu?”, sapa tanya tante Hesty.
“Dilara, abis ketemu sama temen tante.”, jawab Dilara memberi senyuman canggung.
“Oyah, siapakah nama dari temanmu itu? Kelihatannya, kamu masih nyaman sekali setelah bertemu dengannya?”, tanya tante Hesty bertatap sedikit menggoda Dilara serta bahasanya.
Dilara menjadi tersenyum lepas, kedua matanya berbinar menatap tante Hesty sambil mengungkap dihatinya. “Iya, aku sangat merasa nyaman saat bersamanya. Dia itu, seperti seorang kakak yang selalu protect terhadap adiknya.”, ungkapnya dihati sambil terbayang kebersamaannya dengan Firlana. Itu diungkapnya baru sekali ini tepatnya pada kali ini, sebab baru merasa kalau Firlana seperti seorang saudara kandung dari dirinya. Lalu mengungkap sesuatu menggunakan lisannya.
“Yaaaa, begitulah tante. Dilara malu tuk mengungkapnya lebih jelas.”, Dilara mengungkapnya memakai tatapan tersipu malu menatap tante Hesty.
Tante Hesty pun meresponnya dengan mengelus rambut dari Dilara, teringat dengan putranya yang mungkin usianya sebaya dengan Dilara. Usainya merespon yang demikian, tante Hesty berkata pamit untuk pergi. Dilara langsung mempersilahkannya dengan amat berterima kasih padanya. Dan pertemuan mereka berduapun tiada, sebab sama-sama berpaling ketempat lain sebagai tujuan masing-masing.

Sementara di sana. . . .

Negara sedang duduk sendiri di ruang kerjanya, menghadap ke jendela membelakangi pintu ruang kerjanya. Ia sedang mencoba mengingat sesuatu yang telah terjadi di dalam rumah kediamannya tepatnya pada pagi tadi, dalam keheningan. Diulasnya kembali, bahwa sesuatu yang telah terjadi itu saat dirinya bersama ayahnya memberitahukan kalau rencana perjodohan antara dirinya dengan Dilara telah resmi untuk tidak dilanjutkan. Dan itu disaksikan, didengar oleh ibunya yang kini sedang sakit.
“Bunda, apakah sakitnya bunda berhubungan dengan rencana perjodohan antara Negara dengan Dilara, yang telah resmi untuk tidak dilanjuti?”, bisiknya menerka namun sedikit menyadari walau tidak merasa pasti. Setelah berbisik, wajahnya mulai memerah, kedua matanya mulai berkaca-kaca sebab merasa gemetar. Sambung bisiknya lagi, “Maafin Negara bunda, Negara janji akan membangunkan bunda melawan dokter yang telah mendivonis bunda.”.
Negara berbisik demikian, karna baru teringat pada kondisi ibunya yang sudah mengalami masa koma sejak awal dilarikan ke rumah sakit. Sebab mengalami suatu penyakit yaitu pembuluh darah di kepala ibunya mengalami kebocoran. Dan kabarnya Dokter belum bisa memastikan kapan ibunya akan terbangun dari masa koma.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Esoknya di hari minggu, di taman biasa, Firlana sedang berdiri seorang diri sambil melihat beberapa anak kecil bermain bersama saudara sebayanya. Firlana mulai memperhatikan wajah mereka yang teramat gembira, mengingat kenangannya dulu semasa kecil. “Entah kenapa, aku merasa kalau kehadiran ami mulai mendekatiku kini?”, gumamnya teringat pada sosok ibunya yang telah pergi meninggalkannya sejak usianya tiga tahun.
Kemudian baru dirasanya jika langkah dari seseorang yang seperti membawa hubungan bathin dari ibunya, sedang melangkah perlahan segera akan menghampiri dirinya. Dan Firlana pun berbalik ke belakang, tiba-tiba melihat Dilara yang tersenyum baru berhenti dihadapannya. “Hem, kamu?”, sapa Firlana sedikit mengeluh berautkan wajah sedikit aneh. Dilara langsung melemparkan tanya, “Apakah kamu telah berharap seorang yang lain datang menghampirimu selain aku?”.
Firlana memberi senyum sambil menggeleng. “Kalau begitu, hanya aku gadis seorang yang telah kau tunggu di taman biasa ini kan?”, Dilara percaya diri memintanya tuk memastikan. Firlana menjadi tertawa kecil, perasaannya begitu bahagia lalu menarik tangan Dilara, membawanya berlari kecil akan menuju ke suatu tempat. Ya, saat ini Dilara merasakan kasih sayang lagi dari seorang Firlana. Rasa hubungan persaudaraan kembali Dilara rasakan saat ini.
Setelah beberapa saat berjalan, Firlana kini telah menghentikan lari kecilnya bersama Dilara di suatu tempat. Mereka berdua sedang melihat bermacam wahana permainan di depan mata keduanya. “Kamu siap, ayo kita mencobanya secara satu persatu?!”, ajak Firlana diawali dengan bertanya kesiapan dari Dilara. Dilara menjadi tertawa masih melihat kedepan seolah-olah sudah siap untuk mencoba bermacam wahana permainan itu.
Firlana yang sudah melihat kepadainya, memilih tuk berlari kecil lebih dulu menuju salah-satu ke wahana permainan itu, mencoba menjahili Dilara. Dan Dilara yang baru melihat Firlana yang baru saja mencoba menjahilinya, baru beralih berlari akan menyusul Firlana.

Sementara disana. . . .

Di sebuah rumah sakit tempat ibu dari Negara telah dirawat, tepatnya di dalam ruangan tempat ibu dari Negara dirawat. Ibu dari Negara yang masih menjalani masa koma, bathinnya merasa kalau putranya sedang mengkhawatirkan dirinya. lalu bersambung bathinnya merasa kalau Dilara sedang bersenang-senang dengan seorang teman lelakinya. Bathinnya pun mulai merasa, kalau jiwanya sedang dilema, karna Negara dan Dilara telah merasa lega sebab perjodohan keduanya sudah dibatalkan.
Sementara pada dirinya sendiri masih ingin melanjutkan pertunangan keduanya. Sebab ibunya mempercayai Negara untuk hidup bersama Dilara, bukan dengan wanita yang lain. Bahkan sampai kini dirinya berada dalam ketidak sadarannya pun, jiwanya seolah berteriak tidak terima atas keputusan yang telah diambil oleh mereka. Dan sebab itulah ibunya menjadi jatuh sakit seperti yang sekarang ini, membentengi dirinya sendiri untuk tidak terbangun sebelum dua orang datang tuk menghadapnya.
Saat ketika airmata menetes dari mata kanannya, putrinya yang bernama Nigeria yang bertepatan sudah datang berada disampingnya. Mengusap airmata dari ibunya dengan jemarinya, penuh kehati-hatian bercampur kasih sayang. “Bundaaaa. Katakan pada Nigeria, curahkan pada Nigeria apa yang telah membebani bunda. Sehingga bunda tidak mau membuka mata sampai kini.”, bisik Nigeria mencurahkan kata kesedihannya melihat derita ibunya.
Dan di luar jendela ruangan tersebut, putrinya yang bernama New Delhi. Melihatnya sembari meratapi derita ibunya. New Delhi terdiam mencoba menerak-nerka suatu hal apakah yang telah membebani ibunya, sehingga ibunya mengalami derita seperti itu.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak terasa, kini hari telah memasuki pertengahan hari. Firlana dan Dilara yang sudah merasa lelah lagi penat, memilih beristirahat di sebuah pondokan sambil memakan ice cream. Keduanya di pondokan itu sedang duduk berdampingan, kemudian Dilara tiba-tiba saja mengngingat kebersamaannya dengan  Negara yang juga sedang memakan ice cream pada hari kemarin. Mulai mengamati Firlana diam-diam yang sedang memakan ice cream rasa strawberry.
Lalu dipikirnya, Firlana dan Negara sudah memakan ice cream dengan rasa yang sama. Berlanjut berpikir tentang dirinya sendiri, mulai merasa heran mengapa mereka berdua menyukai ice cream rasa strawberry sedangkan dirinya sendiri amat tidak menyukai. Kemudian wajahnya menjadi tertegun gugup, ketika Firlana terpandang melihat kepadanya. “Mengapa terheran begitu wajahmu? Apakah ada yang akan kau sampaikan?”, tanya Firlana ikut merasa heran pula.
Dilara berdiam menatapnya sejenak, lalu tersenyum menggeleng sambil mengatakan “Ada”. Firlana menjadi tertawa kecil beralih melihat kedepan. “Aku melakukan pelarian, alias kabur dari rumah. Karna aku mencoba praktekan sebuah permainan darimu.”, ungkap Dilara mengatakan sebuah alasan yang telah dipendamnya. Firlana menjadi terkaget kecil, perlahan mencoba melihat ke Dilara kembali berautkan wajah sedikit tanya.
“Bila ada yang mencariku, maka aku akan menjauh. Sebab, aku tidak berada sejauh yang mungkin telah mereka pikirkan pada waktu itu.”, ungkap lagi Dilara memperjelas dengan senyuman.
“Maka dari itu juga aku menahan diriku untuk tidak mengejarmu. Yang benar saja, saat ini aku merasa sesal dengan permainan yang sudah kita berdua sama-sama tau?!”, sahut Firlana mengutarakan.
Dilara mengepitkan bibirnya, menahan tawa lalu menjadi tertawa kecil seketika menatapi Firlana. Sedangkan Firlana menjadi kaku wajahnya juga mulai tertampak bingung. “Aku merasa nyaman, ketika dua orang secara bergantian mengajakku tuk memakan ice cream bersama seperti ini.”, Dilara menyatakan sebuah kejujuran secara reflek sedikit kurang menyadarinya. Usainya menyatakan, Dilara beralih melihat kedepan sambil memakan ice cream.
Sedangkan Firlana menjadi hening meratapi dirinya, berpikir siapakah dua orang yang telah dimaksudkan oleh dirinya tadi. Dan tiba-tiba saja bergumam tanya dihatinya, “Untuk kali ini, aku tidak merasa jika Dilara sedang berbicara tentang aku?”. Maksud dari Firlana yang telah tiba-tiba bergumam seperti itu, baru merasa akan hadirnya orang lain diantara dirinya dan dirinya sendiri. Sejenak Firlana merasa cemas beralih melihat ke arakan awan diatas, menatap sendu.
Lain dengan Dilara yang wajahnya begitu meniikmati memakan ice creamnya, karna masih belum menyadari kalau dirinya merasa nyaman saat ketika Negara mengajaknya tuk memakan ice cream bersama. Seperti yang dirasakannya kini bersama Firlana. Dilara telah sedikit menjadi buta, atas dengan apa yang telah dinyatakannya tadi.

Sore harinya. . . .

Dilara sedang menggunting tanaman yang telah mati di halaman samping depan rumahnya, beberapa bunga mawar yang amat dikaguminya telah layu dan mati. Saat ditengah merasa asik dengan pekerjaannya itu, ia melihat ibunya sedang berjalan menuju ke halaman depan rumah. Secara spontan Dilara pun menyapa ibunya sambil bertanya mau pergi kemana. Secara spontan ibunya pun mejawab akan segera pergi kerumah sakit, dengan sikap yang sedikit tergesah-gesah.
Dilara memilih berdiam melihat ibunya yang kini baru memasuki mobil kendaraannya akan segera pergi kerumah sakit, tanpa berkata lagi menanyakan siapakah yang sedang sakit. Ketika telah usai melihat ibunya yang sudah pergi keluar dari pintu gerbang rumah, Dilara kembali melanjuti pekerjaannya. Dirinya tampak merasa tenang, damai seakan tak ada yang mengganggu.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar