Selang waktu berjalan, kini Dilara
telah sampai ke rumah kediamannya. Dan saat ketika baru saja langkahnya
berjalan disekitar halaman rumahnya, ia menemukan sosok perempuan yang berjalan
dari teras rumah. Dilara pun berhenti seketika, melihat diam sosok perempuan
yang juga melihat diam padanya sedang berjalan menujunya. Sosok perempuan itu
adalah tante Hesty, ibu sesusuannya. Dan mereka berduapun kini sudah berdiri
berhadapan.
“Halo Dilara, tante baru saja mau
pulang. Kamu darimana saja, tadi tante menanyakan kamu sewaktu sedang berbicara
dengan ibumu?”, sapa tanya tante Hesty.
“Dilara, abis ketemu sama temen
tante.”, jawab Dilara memberi senyuman canggung.
“Oyah, siapakah nama dari temanmu
itu? Kelihatannya, kamu masih nyaman sekali setelah bertemu dengannya?”, tanya
tante Hesty bertatap sedikit menggoda Dilara serta bahasanya.
Dilara menjadi tersenyum lepas,
kedua matanya berbinar menatap tante Hesty sambil mengungkap dihatinya. “Iya,
aku sangat merasa nyaman saat bersamanya. Dia itu, seperti seorang kakak yang
selalu protect terhadap adiknya.”, ungkapnya dihati sambil terbayang
kebersamaannya dengan Firlana. Itu diungkapnya baru sekali ini tepatnya pada
kali ini, sebab baru merasa kalau Firlana seperti seorang saudara kandung dari dirinya.
Lalu mengungkap sesuatu menggunakan lisannya.
“Yaaaa, begitulah tante. Dilara
malu tuk mengungkapnya lebih jelas.”, Dilara mengungkapnya memakai tatapan
tersipu malu menatap tante Hesty.
Tante Hesty pun meresponnya dengan
mengelus rambut dari Dilara, teringat dengan putranya yang mungkin usianya
sebaya dengan Dilara. Usainya merespon yang demikian, tante Hesty berkata pamit
untuk pergi. Dilara langsung mempersilahkannya dengan amat berterima kasih padanya.
Dan pertemuan mereka berduapun tiada, sebab sama-sama berpaling ketempat lain
sebagai tujuan masing-masing.
Sementara di sana. . . .
Negara sedang duduk sendiri di ruang
kerjanya, menghadap ke jendela membelakangi pintu ruang kerjanya. Ia sedang
mencoba mengingat sesuatu yang telah terjadi di dalam rumah kediamannya
tepatnya pada pagi tadi, dalam keheningan. Diulasnya kembali, bahwa sesuatu
yang telah terjadi itu saat dirinya bersama ayahnya memberitahukan kalau
rencana perjodohan antara dirinya dengan Dilara telah resmi untuk tidak
dilanjutkan. Dan itu disaksikan, didengar oleh ibunya yang kini sedang sakit.
“Bunda, apakah sakitnya bunda
berhubungan dengan rencana perjodohan antara Negara dengan Dilara, yang telah
resmi untuk tidak dilanjuti?”, bisiknya menerka namun sedikit menyadari walau
tidak merasa pasti. Setelah berbisik, wajahnya mulai memerah, kedua matanya
mulai berkaca-kaca sebab merasa gemetar. Sambung bisiknya lagi, “Maafin Negara
bunda, Negara janji akan membangunkan bunda melawan dokter yang telah
mendivonis bunda.”.
Negara berbisik demikian, karna baru
teringat pada kondisi ibunya yang sudah mengalami masa koma sejak awal
dilarikan ke rumah sakit. Sebab mengalami suatu penyakit yaitu pembuluh darah
di kepala ibunya mengalami kebocoran. Dan kabarnya Dokter belum bisa memastikan
kapan ibunya akan terbangun dari masa koma.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Esoknya di hari minggu, di taman
biasa, Firlana sedang berdiri seorang diri sambil melihat beberapa anak kecil
bermain bersama saudara sebayanya. Firlana mulai memperhatikan wajah mereka
yang teramat gembira, mengingat kenangannya dulu semasa kecil. “Entah kenapa,
aku merasa kalau kehadiran ami mulai mendekatiku kini?”, gumamnya teringat pada
sosok ibunya yang telah pergi meninggalkannya sejak usianya tiga tahun.
Kemudian baru dirasanya jika
langkah dari seseorang yang seperti membawa hubungan bathin dari ibunya, sedang
melangkah perlahan segera akan menghampiri dirinya. Dan Firlana pun berbalik ke
belakang, tiba-tiba melihat Dilara yang tersenyum baru berhenti dihadapannya.
“Hem, kamu?”, sapa Firlana sedikit mengeluh berautkan wajah sedikit aneh.
Dilara langsung melemparkan tanya, “Apakah kamu telah berharap seorang yang
lain datang menghampirimu selain aku?”.
Firlana memberi senyum sambil
menggeleng. “Kalau begitu, hanya aku gadis seorang yang telah kau tunggu di taman
biasa ini kan?”, Dilara percaya diri memintanya tuk memastikan. Firlana menjadi
tertawa kecil, perasaannya begitu bahagia lalu menarik tangan Dilara,
membawanya berlari kecil akan menuju ke suatu tempat. Ya, saat ini Dilara
merasakan kasih sayang lagi dari seorang Firlana. Rasa hubungan persaudaraan
kembali Dilara rasakan saat ini.
Setelah beberapa saat berjalan,
Firlana kini telah menghentikan lari kecilnya bersama Dilara di suatu tempat.
Mereka berdua sedang melihat bermacam wahana permainan di depan mata keduanya.
“Kamu siap, ayo kita mencobanya secara satu persatu?!”, ajak Firlana diawali
dengan bertanya kesiapan dari Dilara. Dilara menjadi tertawa masih melihat
kedepan seolah-olah sudah siap untuk mencoba bermacam wahana permainan itu.
Firlana yang sudah melihat kepadainya,
memilih tuk berlari kecil lebih dulu menuju salah-satu ke wahana permainan itu,
mencoba menjahili Dilara. Dan Dilara yang baru melihat Firlana yang baru saja
mencoba menjahilinya, baru beralih berlari akan menyusul Firlana.
Sementara disana. . . .
Di sebuah rumah sakit tempat ibu
dari Negara telah dirawat, tepatnya di dalam ruangan tempat ibu dari Negara
dirawat. Ibu dari Negara yang masih menjalani masa koma, bathinnya merasa kalau
putranya sedang mengkhawatirkan dirinya. lalu bersambung bathinnya merasa kalau
Dilara sedang bersenang-senang dengan seorang teman lelakinya. Bathinnya pun
mulai merasa, kalau jiwanya sedang dilema, karna Negara dan Dilara telah merasa
lega sebab perjodohan keduanya sudah dibatalkan.
Sementara pada dirinya sendiri
masih ingin melanjutkan pertunangan keduanya. Sebab ibunya mempercayai Negara
untuk hidup bersama Dilara, bukan dengan wanita yang lain. Bahkan sampai kini dirinya
berada dalam ketidak sadarannya pun, jiwanya seolah berteriak tidak terima atas
keputusan yang telah diambil oleh mereka. Dan sebab itulah ibunya menjadi jatuh
sakit seperti yang sekarang ini, membentengi dirinya sendiri untuk tidak
terbangun sebelum dua orang datang tuk menghadapnya.
Saat ketika airmata menetes dari
mata kanannya, putrinya yang bernama Nigeria yang bertepatan sudah datang
berada disampingnya. Mengusap airmata dari ibunya dengan jemarinya, penuh
kehati-hatian bercampur kasih sayang. “Bundaaaa. Katakan pada Nigeria, curahkan
pada Nigeria apa yang telah membebani bunda. Sehingga bunda tidak mau membuka
mata sampai kini.”, bisik Nigeria mencurahkan kata kesedihannya melihat derita
ibunya.
Dan di luar jendela ruangan
tersebut, putrinya yang bernama New Delhi. Melihatnya sembari meratapi derita
ibunya. New Delhi terdiam mencoba menerak-nerka suatu hal apakah yang telah
membebani ibunya, sehingga ibunya mengalami derita seperti itu.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak terasa, kini hari telah memasuki
pertengahan hari. Firlana dan Dilara yang sudah merasa lelah lagi penat, memilih
beristirahat di sebuah pondokan sambil memakan ice cream. Keduanya di pondokan
itu sedang duduk berdampingan, kemudian Dilara tiba-tiba saja mengngingat
kebersamaannya dengan Negara yang juga sedang
memakan ice cream pada hari kemarin. Mulai mengamati Firlana diam-diam yang
sedang memakan ice cream rasa strawberry.
Lalu dipikirnya, Firlana dan
Negara sudah memakan ice cream dengan rasa yang sama. Berlanjut berpikir
tentang dirinya sendiri, mulai merasa heran mengapa mereka berdua menyukai ice
cream rasa strawberry sedangkan dirinya sendiri amat tidak menyukai. Kemudian
wajahnya menjadi tertegun gugup, ketika Firlana terpandang melihat kepadanya.
“Mengapa terheran begitu wajahmu? Apakah ada yang akan kau sampaikan?”, tanya
Firlana ikut merasa heran pula.
Dilara berdiam menatapnya sejenak,
lalu tersenyum menggeleng sambil mengatakan “Ada”. Firlana menjadi tertawa
kecil beralih melihat kedepan. “Aku melakukan pelarian, alias kabur dari rumah.
Karna aku mencoba praktekan sebuah permainan darimu.”, ungkap Dilara mengatakan
sebuah alasan yang telah dipendamnya. Firlana menjadi terkaget kecil, perlahan
mencoba melihat ke Dilara kembali berautkan wajah sedikit tanya.
“Bila ada yang mencariku, maka aku
akan menjauh. Sebab, aku tidak berada sejauh yang mungkin telah mereka pikirkan
pada waktu itu.”, ungkap lagi Dilara memperjelas dengan senyuman.
“Maka dari itu juga aku menahan
diriku untuk tidak mengejarmu. Yang benar saja, saat ini aku merasa sesal
dengan permainan yang sudah kita berdua sama-sama tau?!”, sahut Firlana
mengutarakan.
Dilara mengepitkan bibirnya,
menahan tawa lalu menjadi tertawa kecil seketika menatapi Firlana. Sedangkan
Firlana menjadi kaku wajahnya juga mulai tertampak bingung. “Aku merasa nyaman,
ketika dua orang secara bergantian mengajakku tuk memakan ice cream bersama
seperti ini.”, Dilara menyatakan sebuah kejujuran secara reflek sedikit kurang
menyadarinya. Usainya menyatakan, Dilara beralih melihat kedepan sambil memakan
ice cream.
Sedangkan Firlana menjadi hening
meratapi dirinya, berpikir siapakah dua orang yang telah dimaksudkan oleh
dirinya tadi. Dan tiba-tiba saja bergumam tanya dihatinya, “Untuk kali ini, aku
tidak merasa jika Dilara sedang berbicara tentang aku?”. Maksud dari Firlana
yang telah tiba-tiba bergumam seperti itu, baru merasa akan hadirnya orang lain
diantara dirinya dan dirinya sendiri. Sejenak Firlana merasa cemas beralih
melihat ke arakan awan diatas, menatap sendu.
Lain dengan Dilara yang wajahnya
begitu meniikmati memakan ice creamnya, karna masih belum menyadari kalau
dirinya merasa nyaman saat ketika Negara mengajaknya tuk memakan ice cream
bersama. Seperti yang dirasakannya kini bersama Firlana. Dilara telah sedikit menjadi
buta, atas dengan apa yang telah dinyatakannya tadi.
Sore harinya. . . .
Dilara sedang menggunting tanaman
yang telah mati di halaman samping depan rumahnya, beberapa bunga mawar yang
amat dikaguminya telah layu dan mati. Saat ditengah merasa asik dengan
pekerjaannya itu, ia melihat ibunya sedang berjalan menuju ke halaman depan
rumah. Secara spontan Dilara pun menyapa ibunya sambil bertanya mau pergi
kemana. Secara spontan ibunya pun mejawab akan segera pergi kerumah sakit,
dengan sikap yang sedikit tergesah-gesah.
Dilara memilih berdiam melihat
ibunya yang kini baru memasuki mobil kendaraannya akan segera pergi kerumah
sakit, tanpa berkata lagi menanyakan siapakah yang sedang sakit. Ketika telah
usai melihat ibunya yang sudah pergi keluar dari pintu gerbang rumah, Dilara
kembali melanjuti pekerjaannya. Dirinya tampak merasa tenang, damai seakan tak
ada yang mengganggu.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar