Dua hari kemudian. . . .
Di balkon depan atas rumah, Dilara
sedang duduk bersama ibunya. Ibunya akan mengajak bicara tentang seorang wanita
yang telah mendonorkan darah pada dirinya, sewaktu dirinya masih bayi berumur
lima bulan dulu. Dan mereka akan berbicara mengutarakan isi pada pemikirannya
masing-masing.
“Dilara sudah tahu, Dilara punya seorang
ibu sesusuan bukan?”, tanya ibunya melihat tenang ke wajah putrinya.
“Iya, mah. Dia adalah tante
Hesty.”, jawab Dilara santai melihat tenang pula ke wajah ibunya.
“Pasti Dilara kini baru
mengetahui, ada seorang wanita yang telah mendonorkan darahnya pada Dilara.
Tepatnya sewaktu Dilara masih bayi berumur delapan bulan.”, ibunya menceritakan
yang telah lalu berlalu lama. Dilara menggeleng mulai menatap ingin segera
mengetahuinya.
Dan ibunya pun mulai menceritakan.
Dulu, sewaktu Dilara masih bayi berumur delapan bulan. Dilara terkena demam
berdarah dimana kondisinya sudah setengah parah. Maka dari itu Dilara harus
beberapa kali mejalani transfusi darah. Dirawat lebih intensif, bahkan dirawat
diruang ICCU selama beberapa hari, karna trombosit di dalam dirinya mudah turun
setiap beberapa menit. Kala itu Dilara seperti mayat hidup, yang hidup karna
diberi alat bantu medis.
Hingga pada dua hari kemudian, ada
seorang wanita yang merupakan seorang istri yang pada saat itu suami dari
seorang wanita tersebut belum menjadi seorang teman dari ayahnya. Karna merasa
prihatin melihat keadaan Dilara yang masih bayi sedang dirawat di dalam kamar
ICCU, seorang wanita bersedia mendonorkan darahnya kepada dirinya. sebab pada
kala itu bertepatan dengan stok golongan darah yang dibutuhkan Dilara sedang
habis.
Dan dari pertolongan dari seorang
wanita tersebut yang telah mendonorkan darahnya, Dilara kondisinya semakin hari
mulai menunjukkan pemulihan yang baik. Hingga pada hari kemudian, Dilara benar
menjadi sembuh total, dan ayahnya mulai menjalani pertemanan dengan suami dari
seorang wanita tersebut hingga sekarang.
“Seorang wanita tersebut adalah
seorang ibu dari Negara, yang kini sedang terbaring koma di rumah sakit.”,
Ibunya memberitahukan setelah menceritakan.
“Ne-ga-ra?? Jadi, sakitnya Dilara
dulu merupakan awal pertemanan ayah, dengan mereka?”, tanya Dilara menatap
kaget.
“Benar, sayang. Jika ada waktu
luang, jenguklah ibu dari Negara. Setidaknya kamu bisa membayar hutang darahmu,
dengan menjenguknya segera. Siapa tahu saja dia akan terbangun ketika merasakan
kedatanganmu padanya.”, bujuk ibunya penuh kasih sayang.
Dilara menjadi tersenyum menatap
ibunya, seolah menyetujui kata bujuk dari ibunya. Namun di dalam hatinya
bertanya, “Iya, tapi aku tidak kuasa jika bertemu dengan Negara di rumah
sakit.”. Dan ibunya pun berdiri dari duduknya, beralih memasuki ke dalam rumah
sambil memberi senyum. Sedangkan Dilara masih duduk ditempatnya sambil memberi
senyum pula melihat ibunya beralih memasuki ke dalam rumah.
Di sana, di rumah kediamannya
Firlana kembali mendapatkan sebuah surat dari seorang wanita misterius. setelah
sekian lama ia tidak mendapatkan sebuah surat dari seorang wanita misterius
tersebut. Dan kini Firlana sedang membaca isi dari surat itu yang beragendakan
tentang hari ulang tahunnya, yang jatuh pada hari esok. “Fix, esok aku akan
mengetahui siapa yang telah misteriuskan jati dirinya kepadaku!”, ungkap
berbisik Firlana usainya membaca surat itu.
Firlana mengungkap berbisik
seperti itu, karna tertulis dalam pada suratnya, jika pada hari esok sang
pengirim akan menunjukkan jati dirinya kepada Firlana. Tetapi amat disayangkan,
sang pengirim tidak menuliskan kapan waktunya akan datang menunjukkan jati
dirinya kepada Firlana.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Esok harinya, pukul delapan pagi,
Dilara bersama ibunya pergi mengunjungi rumah sakit tempat ibu dari Negara
masih dirawat. Mereka pergi ke sana berdua saja, mempunyai tugasnya
masing-masing. Karna bila sudah sesampainya di sana, ibunya akan menemani seorang
kakak dari Negara tuk menemui seorang Dokter yang sedang menangani ibu dari
Negara. Sementara Dilara akan berdiam di depan ruang ICCU, menunggu ibunya
sekalian menjaga ibu dari Negara dari luar.
Dan kini, begitu keduanya telah
sampai di rumah sakit, bahkan sudah berada di depan ruang ICCU. Ibu dari Dilara
langsung menjalani tugasnya bersama seorang kakak dari Negara menuju ke ruangan
Dokter yang sedang menangani ibu dari Negara. Sementara Dilara langsung duduk
di kursi menunggu ibunya sekalian menjaga ibu dari Negara dari luar, setelah
melihat ibunya beranjak pergi bersama seorang kakak dari Negara.
Kemudian, dirasanya jika ada
seorang lelaki yang sengaja duduk tepat disebelahnya. Dilara pun mencoba
menoleh untuk melihat seorang tersebut, karna merasa sedikit terusik. Seorang
itu adalah Negara yang berpakaian kantor, duduk tampak lesuh melihat pintu
ruang ICCU dihadapan mereka berdua. “Kalau memang sejak tadi kau berada di sini?
Untuk apa ibu memintaku untuk menunggu di sini?”, tegur Dilara sedikit sesal
melihat Negara.
Negara merasa terkejut kecil,
karna telah didengarnya ada suara dari seorang gadis yang telah berani
menegurnya. Padahal dirinya tidak berbuat apapun, pikir Negara. Dan Negara
mencoba menoleh melihat ke Dilara yang belum terlihat olehnya sejak tadi. “Jadi
kau tadi tidak melihatku, keluar dari pintu ruang ICCU itu, tepatnya tadi?”,
tanya balik Negara ketika mengetahui Dilara sedang duduk disebelahnya. Mencoba
menatap menegaskan. Dilara berbalas menatapnya diam, hening.
“Kedua orangtuamu, kedua
orangtuaku beserta kedua kakak perempuanku. Membujuk Dokter yang sedang menangani
ibuku untuk membawanya berobat ke Jerman. Padahal sebelumnya, mereka sudah
mendengar nasihat dari Dokter, untuk tidak membawa ibuku ke sana! Sebabnya apa,
Dokter khawatir takut tidak sampai ke sana! Ibuku sekarang benar-benar sekarat
sekarang.”, ungkap Negara menceritakan yang telah terjadi. Memakai tatapan
cemas hingga menggetarkan perasaan dari Dilara.
Dilara memalingkan padangannya
perlahan menahan rasa ibanya yang sudah muncul. “Aku teramat mencintai ibuku,
Dilara. Aku tidak ingin nyawanya menjadi terbuang sia-sia saat ketika masih
dalam perjalanan ke Jerman. Aku sangat mengerti tentang hal itu.”, ungkap lagi
Negara dengan mata yang berkaca-kaca melihat ke pintu ruang ICCU. Dilara
menjadi terenyuh sejenak, lalu mencoba melihat ke Negara yang wajahnya sudah
tampak ada kesedihan.
“Bawa aku ke dalam sana! Aku ingin
melihat penderitaannya! Siapa tahu saja aku dapat lebih mengerti daripada
dirimu terhadapnya yang masih tertidur di dalam sana?!”, perintah Dilara
menunjukkan rasa ibanya mengajak Negara tuk membawanya ke dalam ruang ICCU. Negara
yang mendengar kata ajakkan darinya mencoba berpikir sejenak, lalu berdiri
benar mengajak Dilara tuk memasuki ke dalam ruang ICCU bersama.
Dan sesampainya di dalam ruang
ICCU, berdiri bersebelahan bersama meratapi keadaannya diam, karna amat hening
melihat keadaan ibu dari Negara yang masih lelap dalam tidurnya. Cukup lima
menit saja mereka berdua bersikap seperti itu, karna mereka berdua akan saling
berbicara masih meratapi keadaannya. “Siapa yang akan memulai, untuk berbicara
dengannya?”, Dilara bertanya mengarah ke Negara sementara pandangannya tertuju
pada wajah dari ibu Negara.
“Aku sudah berbicara dengannya
tadi.”, sahut Negara memberitahukannya singkat meratapi wajah ibunya. Dilara
mulai merasa bingung karna sahutan dari Negara yang telah didengarnya itu. Lalu
Dilara mengusulkan untuk bermain tanya jawab, namun harus disertai dengan
kejujuran. Negara tidak menjawab iya atau tidak terhadap sebuah usulan yang
telah didengarnya dari Dilara, ia hanya diam seolah-olah mengikuti Dilara saja.
“Baiklah, kita akan memulainya.
Jangan hiraukan dulu tentang monitor jantung, nafas, tekanan darah dari dirinya
yang gampang up and down. Karna sekarang waktunya kita berjuang untuk
mengembalikan semangat hidup dari dirinya.”, Dilara berkata seperti itu karna
sudah mengerti dengan sikap Negara yang diam. Dan mereka berdua akan bermain
tanya jawab dengan bersama meratapi wajah dari ibu Negara.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
“Apakah ibumu pernah merasa kesal
terhadapmu, ayah ataupun saudara-saudaramu?”, tanya Dilara mencoba sedikit
menyinggung.
“Setiap orang yang sudah
berkeluarga tentu pernah merasakan kesal terhadap anggota keluarganya. Bagiku,
bukan itu yang menyebabkan ibuku sampai sesakit ini.”, Negara menyahut sembari
menjelaskan dari membaca raut wajah ibunya yang masih terlelap.
“Apakah ada masalah lain? Yang
mungkin tidak kamu ketahui, karna ibumu memilih tuk merahasiakannya darimu?”, tanya
lagi Dilara mencoba sedikit menyinggung lagi demi mendapatkan sebuah jawaban
dari jatuh sakitnya ibu dari Negara.
Negara menjadi berpikir seketika,
lalu berkata “Setahuku tidak, ibu selalu terbuka dengan anak-anaknya.”. Dilara
menghela nafasnya mulai menatap bertanya-tanya meratapi wajah dari ibu Negara,
merasa gagal tuk mendapatkan sebuah jawaban dari jatuh sakitnya ibu dari
Negara. “Namun yang aku rasa, penyebab jatuh sakitnya ibuku adalah kita!!!”,
Negara secara tiba-tiba berkata menegaskan mengarah ke Dilara. Dilara pun
sontak menjadi kaget, baru melihat tanya sedikit tercengan ke Negara.
“Sebelum kita putuskan rencana
perjodohan itu, ibu sehat wal afiat saja. Setelah kita putuskan perjodohan itu
tanpa membawa ibu pada saat itu, ibu jadi seperti ini tanpa kita semua pernah
terbayangkan akan menjadi seperti ini pada akhirnya.”, Negara menceritakan
kronologis sebelum ibunya jatuh sakit seperti ini. Masih meratapi wajah ibunya
lalu kemudian melihat ke Dilara.
“Kalau begitu, kita coba saja
menyambung rencana perjodohan itu?! Lagipula, aku ingin membalas budiku
terhadap ibumu!”, ajak Dilara berwajahkan kaget memikirkan keadaan dari ibu
Negara. Negara hening melihatnya lalu beralih melihat ke ibunya lagi.
Beberapa saat kemudian. . . .
Kini Dilara duduk bersebelahan
lagi bersama Negara di luar ruang ICCU, mereka berdua duduk bersebelahan dalam
keheningan menunggu kedatangan ibu dari Dilara beserta seorang kakak dari
Negara. Ditengah keheningan mereka berdua, tiba-tiba mereka berdua menjadi
berdiri dari duduknya karna Dokter yang menjaga ruang ICCU menyampaikan kalau
kesehatan dari ibu Negara mulai menunjukkan sebuah kebaikan, kepada mereka
berdua yang menunggu.
Usainya mendengar penyampaian dari
Dokter tersebut, mereka berdua menjadi saling berpandangan. Saling
bertanya-tanya dan akan saling berbicara singkat, tepatnya saling mengungkap. “Negara,
ibumu? Aku tidak terlalu serius dengan perkataanku sewaktu kita sedang berada
di dalam, kita yang seolah-olah sedang menghadap ibumu!”, ungkap Dilara
mengungkap yang sebenarnya. Negara pun menjawab.
“Aku sudah mengerti, makanya aku
memilih diam memalingkah penglihatanku darimu. Wujudkan saja Dilara, karna
mereka akan lebih bisa menerima jikalau memang kita tidak bisa bersama-sama
pada nantinya.”. Negara mengatakannya dengan bijak membuat Dilara bersabar. Usainya
mengatakan itu, Negara memberi isyarat dengan tatapnnya jika mereka sudah
datang menghampiri kembali. Mereka yang dimaksud adalah ibu dari Dilara beserta
kakak dari Negara.
Dilara yang masih melihat Negara,
berpaling mencoba melihat ke mereka yang telah dimaksud oleh Negara. Dan begitu
mereka berdua telah sampai pada keduanya, Negara langsung memberitahukan kabar
baik dari ibunya pada mereka berdua. Dan mereka berdua juga keduanya, mulai
menunjukkan senyuman bahagia, merasa bersyukur kepada Tuhan melihat ke ruang
ICCU. Suasana hati mereka berempat kini terasa lepas karna bahagia mendapat
sebuah kabar baik dari ibu Negara.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar