Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #19

Dua hari kemudian. . . .

Di balkon depan atas rumah, Dilara sedang duduk bersama ibunya. Ibunya akan mengajak bicara tentang seorang wanita yang telah mendonorkan darah pada dirinya, sewaktu dirinya masih bayi berumur lima bulan dulu. Dan mereka akan berbicara mengutarakan isi pada pemikirannya masing-masing.
“Dilara sudah tahu, Dilara punya seorang ibu sesusuan bukan?”, tanya ibunya melihat tenang ke wajah putrinya.
“Iya, mah. Dia adalah tante Hesty.”, jawab Dilara santai melihat tenang pula ke wajah ibunya.
“Pasti Dilara kini baru mengetahui, ada seorang wanita yang telah mendonorkan darahnya pada Dilara. Tepatnya sewaktu Dilara masih bayi berumur delapan bulan.”, ibunya menceritakan yang telah lalu berlalu lama. Dilara menggeleng mulai menatap ingin segera mengetahuinya.
Dan ibunya pun mulai menceritakan. Dulu, sewaktu Dilara masih bayi berumur delapan bulan. Dilara terkena demam berdarah dimana kondisinya sudah setengah parah. Maka dari itu Dilara harus beberapa kali mejalani transfusi darah. Dirawat lebih intensif, bahkan dirawat diruang ICCU selama beberapa hari, karna trombosit di dalam dirinya mudah turun setiap beberapa menit. Kala itu Dilara seperti mayat hidup, yang hidup karna diberi alat bantu medis.
Hingga pada dua hari kemudian, ada seorang wanita yang merupakan seorang istri yang pada saat itu suami dari seorang wanita tersebut belum menjadi seorang teman dari ayahnya. Karna merasa prihatin melihat keadaan Dilara yang masih bayi sedang dirawat di dalam kamar ICCU, seorang wanita bersedia mendonorkan darahnya kepada dirinya. sebab pada kala itu bertepatan dengan stok golongan darah yang dibutuhkan Dilara sedang habis.
Dan dari pertolongan dari seorang wanita tersebut yang telah mendonorkan darahnya, Dilara kondisinya semakin hari mulai menunjukkan pemulihan yang baik. Hingga pada hari kemudian, Dilara benar menjadi sembuh total, dan ayahnya mulai menjalani pertemanan dengan suami dari seorang wanita tersebut hingga sekarang.
“Seorang wanita tersebut adalah seorang ibu dari Negara, yang kini sedang terbaring koma di rumah sakit.”, Ibunya memberitahukan setelah menceritakan.
“Ne-ga-ra?? Jadi, sakitnya Dilara dulu merupakan awal pertemanan ayah, dengan mereka?”, tanya Dilara menatap kaget.
“Benar, sayang. Jika ada waktu luang, jenguklah ibu dari Negara. Setidaknya kamu bisa membayar hutang darahmu, dengan menjenguknya segera. Siapa tahu saja dia akan terbangun ketika merasakan kedatanganmu padanya.”, bujuk ibunya penuh kasih sayang.
Dilara menjadi tersenyum menatap ibunya, seolah menyetujui kata bujuk dari ibunya. Namun di dalam hatinya bertanya, “Iya, tapi aku tidak kuasa jika bertemu dengan Negara di rumah sakit.”. Dan ibunya pun berdiri dari duduknya, beralih memasuki ke dalam rumah sambil memberi senyum. Sedangkan Dilara masih duduk ditempatnya sambil memberi senyum pula melihat ibunya beralih memasuki ke dalam rumah.     
Di sana, di rumah kediamannya Firlana kembali mendapatkan sebuah surat dari seorang wanita misterius. setelah sekian lama ia tidak mendapatkan sebuah surat dari seorang wanita misterius tersebut. Dan kini Firlana sedang membaca isi dari surat itu yang beragendakan tentang hari ulang tahunnya, yang jatuh pada hari esok. “Fix, esok aku akan mengetahui siapa yang telah misteriuskan jati dirinya kepadaku!”, ungkap berbisik Firlana usainya membaca surat itu.
Firlana mengungkap berbisik seperti itu, karna tertulis dalam pada suratnya, jika pada hari esok sang pengirim akan menunjukkan jati dirinya kepada Firlana. Tetapi amat disayangkan, sang pengirim tidak menuliskan kapan waktunya akan datang menunjukkan jati dirinya kepada Firlana.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Esok harinya, pukul delapan pagi, Dilara bersama ibunya pergi mengunjungi rumah sakit tempat ibu dari Negara masih dirawat. Mereka pergi ke sana berdua saja, mempunyai tugasnya masing-masing. Karna bila sudah sesampainya di sana, ibunya akan menemani seorang kakak dari Negara tuk menemui seorang Dokter yang sedang menangani ibu dari Negara. Sementara Dilara akan berdiam di depan ruang ICCU, menunggu ibunya sekalian menjaga ibu dari Negara dari luar.
Dan kini, begitu keduanya telah sampai di rumah sakit, bahkan sudah berada di depan ruang ICCU. Ibu dari Dilara langsung menjalani tugasnya bersama seorang kakak dari Negara menuju ke ruangan Dokter yang sedang menangani ibu dari Negara. Sementara Dilara langsung duduk di kursi menunggu ibunya sekalian menjaga ibu dari Negara dari luar, setelah melihat ibunya beranjak pergi bersama seorang kakak dari Negara.
Kemudian, dirasanya jika ada seorang lelaki yang sengaja duduk tepat disebelahnya. Dilara pun mencoba menoleh untuk melihat seorang tersebut, karna merasa sedikit terusik. Seorang itu adalah Negara yang berpakaian kantor, duduk tampak lesuh melihat pintu ruang ICCU dihadapan mereka berdua. “Kalau memang sejak tadi kau berada di sini? Untuk apa ibu memintaku untuk menunggu di sini?”, tegur Dilara sedikit sesal melihat Negara.
Negara merasa terkejut kecil, karna telah didengarnya ada suara dari seorang gadis yang telah berani menegurnya. Padahal dirinya tidak berbuat apapun, pikir Negara. Dan Negara mencoba menoleh melihat ke Dilara yang belum terlihat olehnya sejak tadi. “Jadi kau tadi tidak melihatku, keluar dari pintu ruang ICCU itu, tepatnya tadi?”, tanya balik Negara ketika mengetahui Dilara sedang duduk disebelahnya. Mencoba menatap menegaskan. Dilara berbalas menatapnya diam, hening.
“Kedua orangtuamu, kedua orangtuaku beserta kedua kakak perempuanku. Membujuk Dokter yang sedang menangani ibuku untuk membawanya berobat ke Jerman. Padahal sebelumnya, mereka sudah mendengar nasihat dari Dokter, untuk tidak membawa ibuku ke sana! Sebabnya apa, Dokter khawatir takut tidak sampai ke sana! Ibuku sekarang benar-benar sekarat sekarang.”, ungkap Negara menceritakan yang telah terjadi. Memakai tatapan cemas hingga menggetarkan perasaan dari Dilara.
Dilara memalingkan padangannya perlahan menahan rasa ibanya yang sudah muncul. “Aku teramat mencintai ibuku, Dilara. Aku tidak ingin nyawanya menjadi terbuang sia-sia saat ketika masih dalam perjalanan ke Jerman. Aku sangat mengerti tentang hal itu.”, ungkap lagi Negara dengan mata yang berkaca-kaca melihat ke pintu ruang ICCU. Dilara menjadi terenyuh sejenak, lalu mencoba melihat ke Negara yang wajahnya sudah tampak ada kesedihan.
“Bawa aku ke dalam sana! Aku ingin melihat penderitaannya! Siapa tahu saja aku dapat lebih mengerti daripada dirimu terhadapnya yang masih tertidur di dalam sana?!”, perintah Dilara menunjukkan rasa ibanya mengajak Negara tuk membawanya ke dalam ruang ICCU. Negara yang mendengar kata ajakkan darinya mencoba berpikir sejenak, lalu berdiri benar mengajak Dilara tuk memasuki ke dalam ruang ICCU bersama.
Dan sesampainya di dalam ruang ICCU, berdiri bersebelahan bersama meratapi keadaannya diam, karna amat hening melihat keadaan ibu dari Negara yang masih lelap dalam tidurnya. Cukup lima menit saja mereka berdua bersikap seperti itu, karna mereka berdua akan saling berbicara masih meratapi keadaannya. “Siapa yang akan memulai, untuk berbicara dengannya?”, Dilara bertanya mengarah ke Negara sementara pandangannya tertuju pada wajah dari ibu Negara.
“Aku sudah berbicara dengannya tadi.”, sahut Negara memberitahukannya singkat meratapi wajah ibunya. Dilara mulai merasa bingung karna sahutan dari Negara yang telah didengarnya itu. Lalu Dilara mengusulkan untuk bermain tanya jawab, namun harus disertai dengan kejujuran. Negara tidak menjawab iya atau tidak terhadap sebuah usulan yang telah didengarnya dari Dilara, ia hanya diam seolah-olah mengikuti Dilara saja.
“Baiklah, kita akan memulainya. Jangan hiraukan dulu tentang monitor jantung, nafas, tekanan darah dari dirinya yang gampang up and down. Karna sekarang waktunya kita berjuang untuk mengembalikan semangat hidup dari dirinya.”, Dilara berkata seperti itu karna sudah mengerti dengan sikap Negara yang diam. Dan mereka berdua akan bermain tanya jawab dengan bersama meratapi wajah dari ibu Negara.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

“Apakah ibumu pernah merasa kesal terhadapmu, ayah ataupun saudara-saudaramu?”, tanya Dilara mencoba sedikit menyinggung.
“Setiap orang yang sudah berkeluarga tentu pernah merasakan kesal terhadap anggota keluarganya. Bagiku, bukan itu yang menyebabkan ibuku sampai sesakit ini.”, Negara menyahut sembari menjelaskan dari membaca raut wajah ibunya yang masih terlelap.
“Apakah ada masalah lain? Yang mungkin tidak kamu ketahui, karna ibumu memilih tuk merahasiakannya darimu?”, tanya lagi Dilara mencoba sedikit menyinggung lagi demi mendapatkan sebuah jawaban dari jatuh sakitnya ibu dari Negara.
Negara menjadi berpikir seketika, lalu berkata “Setahuku tidak, ibu selalu terbuka dengan anak-anaknya.”. Dilara menghela nafasnya mulai menatap bertanya-tanya meratapi wajah dari ibu Negara, merasa gagal tuk mendapatkan sebuah jawaban dari jatuh sakitnya ibu dari Negara. “Namun yang aku rasa, penyebab jatuh sakitnya ibuku adalah kita!!!”, Negara secara tiba-tiba berkata menegaskan mengarah ke Dilara. Dilara pun sontak menjadi kaget, baru melihat tanya sedikit tercengan ke Negara.
“Sebelum kita putuskan rencana perjodohan itu, ibu sehat wal afiat saja. Setelah kita putuskan perjodohan itu tanpa membawa ibu pada saat itu, ibu jadi seperti ini tanpa kita semua pernah terbayangkan akan menjadi seperti ini pada akhirnya.”, Negara menceritakan kronologis sebelum ibunya jatuh sakit seperti ini. Masih meratapi wajah ibunya lalu kemudian melihat ke Dilara.
“Kalau begitu, kita coba saja menyambung rencana perjodohan itu?! Lagipula, aku ingin membalas budiku terhadap ibumu!”, ajak Dilara berwajahkan kaget memikirkan keadaan dari ibu Negara. Negara hening melihatnya lalu beralih melihat ke ibunya lagi.

Beberapa saat kemudian. . . .

Kini Dilara duduk bersebelahan lagi bersama Negara di luar ruang ICCU, mereka berdua duduk bersebelahan dalam keheningan menunggu kedatangan ibu dari Dilara beserta seorang kakak dari Negara. Ditengah keheningan mereka berdua, tiba-tiba mereka berdua menjadi berdiri dari duduknya karna Dokter yang menjaga ruang ICCU menyampaikan kalau kesehatan dari ibu Negara mulai menunjukkan sebuah kebaikan, kepada mereka berdua yang menunggu.
Usainya mendengar penyampaian dari Dokter tersebut, mereka berdua menjadi saling berpandangan. Saling bertanya-tanya dan akan saling berbicara singkat, tepatnya saling mengungkap. “Negara, ibumu? Aku tidak terlalu serius dengan perkataanku sewaktu kita sedang berada di dalam, kita yang seolah-olah sedang menghadap ibumu!”, ungkap Dilara mengungkap yang sebenarnya. Negara pun menjawab.
“Aku sudah mengerti, makanya aku memilih diam memalingkah penglihatanku darimu. Wujudkan saja Dilara, karna mereka akan lebih bisa menerima jikalau memang kita tidak bisa bersama-sama pada nantinya.”. Negara mengatakannya dengan bijak membuat Dilara bersabar. Usainya mengatakan itu, Negara memberi isyarat dengan tatapnnya jika mereka sudah datang menghampiri kembali. Mereka yang dimaksud adalah ibu dari Dilara beserta kakak dari Negara.
Dilara yang masih melihat Negara, berpaling mencoba melihat ke mereka yang telah dimaksud oleh Negara. Dan begitu mereka berdua telah sampai pada keduanya, Negara langsung memberitahukan kabar baik dari ibunya pada mereka berdua. Dan mereka berdua juga keduanya, mulai menunjukkan senyuman bahagia, merasa bersyukur kepada Tuhan melihat ke ruang ICCU. Suasana hati mereka berempat kini terasa lepas karna bahagia mendapat sebuah kabar baik dari ibu Negara.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar