Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #33

Seorang tamu itu adalah Milara, yang sudah berdiri di depan meja kerja Negara melihat keduanya. “Negara, sedang apa Dilara di sini?”, tanya Milara menetap melihat ke Negara tanya. “Untuk sementara waktu, dia menjadi asistenku.”, jawab Negara tanpa berbasa-basi. Usainya menjawab, Negara berdiri dari duduknya. Lalu tangannya memegang telapak tangan dari Dilara, karna dirasa kalau Dilara akan bergeser untuk beranjak. Dilara pun menjadi terhenti bersikap biasa masih melihat Milara.
“Cukup heningnya. Negara, aku menunggumu di luar saja. Sebab aku telah membawa klien yang sedang menungguku di lobby.”, Milara berkata permisi meminta Negara untuk bersiap. Lalu mulai beranjak akan keluar dari ruangan. Dengan Negara yang masih memegang telapak tangan dari Dilara, Dilara mencoba melihat padanya berwajahkan keluh. “Pergi lagi, pak?”, tanyanya menyentuh perasaan Negara. Negara pun melihat balik padanya berwajahkan bingung.
“Maksud bapak dengan masih memegang telapak tangan saya. Apakah semakin mengisyaratkan sebuah permisi dari bapak, untuk pergi lagi?”, Dilara menguatarakan keluhnya menunjukkan emosinya. Negara hanya berkata “Maaf”, melepaskan pegangannya beralih mengambil tasnya dan beranjak akan meninggalkan ruangan. Dilara yang merasa ditinggal pergi lagi, mencoba memakluminya bahkan semakin memakluminya dengan jadwal dari Negara yang padat.
“Asisten, dituntut untuk selalu menemani bosnya! Tapi bolehkah, asisten menuntut untuk selalu ditemani bosnya? Sungguh, kali ini aku benar-benar membutuhkan Negara untuk mengobrol walaupun hanya sejenak saja.”, curahannya berbahasa sedikit sedih meratapi pintu ruangan yang sudah kembali tertutup.

Sore harinya. . . .

Dilara mendapat telepon dari Negara, yang telah memerintahkan dirinya untuk pulang saja tidak perlu lagi menunggu kepulangannya kembali ke kantor. Sebab beralasan jika Negara harus menyambung jadwal kerjanya beralih pergi ke kantor perusahaan yang lain. Dilara yang sudah mengetahui, menyahut dapat menerimanya serta mengakhiri dengan ucapan, “Jangan terlalu menforsir tubuh pak”. Negara yang di sana masih berada dirumah galeri “MILARATONIC”.
Menjadi senyum-senyum sendiri seketika mendengarnya lalu memutuskan teleponnya. Dan dirasakannya bahwa ia telah mendapat sebuah semangat baru dari Dilara, untuknya menyambung jadwal kerjanya beralih pergi ke kantor perusahaan lain. Dan sudah dapat diperkirakan olehnya, jikalau jadwal pekerjaannya akan selesai sekitar pukul setengah sepuluh malam atau lebih. Sebabnya Negara telah ikut terlibat dalam rapat investasi saham yang masih berbuntut.
Rapat investasi saham yang sudah pernah dilakukan di kantor perusahaan milik keluarganya sendiri. sementara kala itu Dilara belum menjadi asisten sementara darinya. 

Malam harinya. . . .

Di rumah kediamannya, Dilara sedang berada di kamarnya meratapi ponselnya yang amat berasa sepi. Tak ada pesan masuk dari Firlana menanyakan kabar dirinya. Dirinya pun tak berani tuk mengirim pesan pada Firlana, walau hanya menanyakan kabar darinya saja. Sebab pada pesannya terakhir, Firlana menuliskan jika tugas pekerjaannya sedang padat-padatnya. Dan karna pesan terakhir darinya itu, membuat Dilara segan tuk mengajaknya mengobrol meski melalui sebuah pesan.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Hari telah berganti, tepat pada pukul sembilan pagi. Kakak perempuan dari Negara mengalami sebuah kecelakaan kecil. Dan kini sudah berada di ruang UGD, di sebuah rumah sakit. Kakaknya yang bernama New Delhi telah menglami luka kecil di bagian kaki kirinya, setelah menabrak trotoar sebab pada rem mobil kendaraannya kurang berfungi secara optimal. Sementara Negara bersama Dilara baru saja datang menghampiri dirinya. Negara pun bertanya tentang keadaan dari dirinya berwajahkan panik.
Kakaknya memberi senyum mengatakan kalau dirinya baik-baik saja. Lalu mencoba berkata menanyakan kepada Dilara yang sedang berdiri disamping adiknya itu.
“Dilara? Kau ke sini karna berinisiatif sendiri? atau adikku yang telah mengajakmu ke sini?”, tanyanya berwajahkan senang melihat Dilara. Dilara sedikit merasa serta melihat canggung padanya, akan menyahut namun telah didahulukan oleh Negara.
“Aku yang telah membawanya, kak . karna kalau tidak, maka akan keluar dari mulutnya kata “Membosankan”.”, Negara membuat pengakuan sedikit mengejek Dilara. Dilara pun melihat padanya sedikit kaget.
“Negara, bukan asisten saja yang selalu dituntut untuk menemani bosnya. Tapi sebisa mungkin bosnya juga bisa berbalik menemani asistennya. Walaupun hanya sekedar mengerjakan tugas pekerjaan.”, kakanya memberi nasehat berbahasa bijak, melihat memberi pengertian ke adiknya itu.
“Dengarkan pak! Bagaimanapun juga kak New Delhi adalah wanita, sama seperti saya!”, Dilara memberi ketegasan padanya. Melihat tegas pula.
Usainya mendengar Dilara berkata, kakak dari Negara memberi resep kepada Neagra. Lalu meminta Negara untuk segera menebus obat yang sudah tertulis pada resep tersebut. Namun sebelumnya, Dilara berkata permisi untuk pergi ke toilet sebab berhasrat ingin membuang air kecil pada mereka berdua. Mereka berduapun mengijinkannya, dan begitu Dilara beranjak lebih dulu menuju ke toilet. Negara baru beranjak segera akan menuju ke apotek di rumah sakit yang sama.
Selang beberapa saat berjalan, Dilara telah usai membuang air kecil di toilet. Dan kini Dilara sedang berjalan menuju ke ruang UGD. Namun ketika sudah sampai di ruang uGD hendak akan memasukinya, tiba-tiba saja langkahnya menjadi terhenti sebab melihat seorang yang merupakan ayah dari Firlana sedang mengobrol dengan seorang dokter. Tepat di depannya tak jauh dari keberadaannya. “Om? Sedang membicarakan siapa dengan dokter di sana?”, gumamnya dihati memandanginya.
Namun itu tidak berlangsung lama. Karna ketika melihat ayah dari Firlana mulai berranjak ke tempat lain, Dilara pun bergegas memasuki ruang UGD, kembali menghampiri kakak dari Negara. Kakak dari Negara yang melihatnya sudah kembali, memberi senyum menyambutnya. Begitupula Dilara membalas senyum darinya. Lalu kakak dari Negara beralih melihat ke Negara yang baru saja datang menghampiri dirinya kembali, berwajahkan biasa  melihat ke kakaknya.
Dan disambung seorang suster yang datang dengan membawa kursi roda, sebab kakaknya telah meminta kursi roda untuk membawanya ke mobil milik Negara. Akan segera pulang ke rumah sebab sudah ditangani. Negara pun membantu kakaknya berdiri dari tempat tidur untuk bisa duduk di kursi roda yang telah disediakan. Setelah melihat kakaknya telah duduk di kursi roda tersebut, secara bersamaan Negara dan Dilara telah memegang pegangan pada kursi roda yang sama.
Posisi tepatnya Negara yang menyentuh tangan Dilara tanpa disengaja. Mereka berduapun menjadi saling berpandangan sedikit kaget, dengan Dilara yang menarik tangannya sendiri mencoba mengalah. Sedangkan kakaknya menjadi senyum-senyum sendiri setelah menyaksikan apa yang sudah diperbuat oleh keduanya. Dan kini mereka bertiga telah beranjak, dengan Negara yang mendorong kursi roda tersebut membawa kakaknya dan Dilara berjalan disamping kakaknya mendampingi.

S A C Uku

bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar