Rabu, 13 Juli 2016

METAMORFOSA *24*



Hari telah berganti, disore hari pukul empat lewat empat puluh menit. Bayu telah sampai disebuah taman biasa, ia berjalan menyusuri ke dalam taman tersebut lalu berdiam disuatu tempat. Dan tepatnya ia berdiam ditepi danau, berdiri meratapi air danau itu. tak berapa lama kemudian, ada yang menepuk pundak belakang kirinya seolah sedang menyapa dirinya. Bayu yang sudah merasakannya pun mencoba menyapa balik terhadap siapa yang telah menepuk pundak dibelakang kirinya.
“Walaikumsalam, akhirnya kau menepati janjimu lagi.”, sapa Bayu sudah mengetahui siapa yang telah berbuat demikian. Masih menatapi air danau itu. bayu sangat benar, karna siapa itu adalah Inairtif.
“Sudah lama menungguku?”, tanya Inairtif meihatnya. Berdiam berdiri dibalik arah kiri darinya.
“Tidak tau. Jelaskan padaku, dimana putriku?”, tanya Bayu sedikit mengkakukan Inairtif.
“Darimana Dokter mengetahui, kalau aku telah melahirkan seorang putri?”, Inairtif bertanya balik karna mulai berpikir bingung.
“Sahabatku pernah mengujarkan, kalau dia adalah seorang ibu kandung dari putri angkatnya! Dhiya Shiraj, dan ibu kandungnya adalah kamu, Inairtif!”, Bayu mengungkapnya serta menjelaskannya dengan berbalik menghadap kepadanya. Mempertegaskannya.
“Iya, Dhiya Shiraj memang benar putriku.”, Inairtif berkata membenarkannya. Melihat biasa. Bayu mempertegaskan tatapannya, menarik nafasnya akan berkata lagi namun dicegah oleh Inairtif. “Aku hanya ingin membayar kesalahanku kepada mereka. Karna diriku lah yang menyebabkan mereka berdua tidak bisa mendapatkan keurunan.”, Inairtif memberitahukan alasannya dengan menatap haru. Bayu menjadi terdiam mulai sedikit santai tatapannya.
“Jadi kesimpulan dari drama yang kau buat, selama tiga tahun aku telah dekat dengan putri kandungku? Tapi mengapa harus kau yang menjauh?”, Bayu mempertanyakan menyampaikan keluhannya. Inairtif, tersenyum seolah-olah mengiyakan masih menatap haru. “Jangan tersenyum seolah-olah kau mengiyakannya. Karna selama kau jauh aku mencarimu bodoh!!”, sambung Bayu mengungkap apa yang sudah lama terpendam.
“Namun daripada itu, ada satu alasan lagi mengapa aku memberikan putriku ke mereka. Maksudku, putri kita!”, Inairtif mencoba menenangkan Bayu meski pikirannya semakin bingung. Bayu menggeleng menatapnya tidak suka dengan menutup kedua telinganya. “Orang yang sedang berpuasa tidak boleh angkuh. Bentar lagi buka puasa, sayang loh kalau sampai batal.”, Inairtif berkata membujuknya lembut seperti seorang ibu membujuk lembut anaknya.
Bayu menjadi luluh seketika, mengubah sikapnya menjadi bijak lalu mengajak Inairtif untuk beralih ke café masih di taman tersebut. Dan kini keduanya sudah beranjak dengan berjalan bersebelahan memakai jarak tiga langkah. Selama dalam perjalanan menuju ke café, keduanya saling acuh, cuek karna fokus pada langkah kakinya masing-masing.

Beberapa saat kemudian. . . .

Bayu dan Inairtif sudah duduk berhadapan dalam satu meja di cafe didalam taman tersebut, mereka berdua sedang menunggu makanan yang sudah mereka pesan datang. Didalam masih menunggu makanan yang sudah mereka pesan datang, mereka berdua saling berdiam diri sambil melihat-lihat disekitar yang membuat mereka nyaman. Mereka berdua tidak bertatap muka tidak pula memulai pembicaraan. Namun yang sebenarnya telah ada sifat gengsi pada keduanya.
Tak berapa lama menunggu, makanan yang mereka berdua pesan telah datang, keduanya sama-sama melihat pelayan menaruhkan makanan diatas meja sesuai dengan nama pada bon makanan tersebut. dan ketika sudah melihat pelayan itu pergi, Inairtif akan memulai pembicaraan. “Secara tidak direncanakan, seorang gadis biasa bisa bukber dengan seorang Dokter.”, ungkap Inairtif melihat ceria ke Bayu. Bayu langsung menyahut tanya, “Seorang gadis?”, melihat mempertanyakan.
Inairtif yang sudah mengetahuinya menjadi terdiam beralih melihat ke makanannya. “Sebenarnya, apa sih satu alasan lagi yang sudah kau sampaikan tadi?”, Bayu menyambung mempertanyakan lagi. “Dokter bukan orang yang tepat untuk mendengarkannya!”, tegas Inairtif berisyaratkan menyudahi. Menatap padanya lagi sedikit dingin. Bayu yang sudah melihatnya memilih tuk meniadakan pembicaraan, sebab sudah mengerti.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Adzan pun berkumandang menandakan waktu berbuka puasa tiba, dengan Bayu sebagai pembimbing do’a berbuka puasa, Inairtif mengikutinya seperti seorang makmum. Setelah berdo’a berbuka puasa bersama, Inairtif mengikuti Bayu meminum air dulu baru melanjutinya dengan menyantap pesanan makanan masing-masing. Dan mereka berdua semakin melanjuti santapan pesanan makanannya, seperti pengunjung lainnya di café tersebut.
Kemudian inairtif tidak sengaja melihat Bayu, yang kedapatan berapa kali melihat kepadanya seperti sedang menahan sesuatu. Lalu Inairtif memberanikan tuk memulai pembicaraannya lagi. “Dokter? Kenapa? Masih terusik dengan satu alasan yang masih aku simpan?”, tanya Inairtif mengira tentang itu. bayu menjadi terdiam kaget melihat padanya, mengunyah makanannya. “Katakan Dokter? Buka saja semuanya sekarang! Kesal, dendam, amarah…?”, sambung Inairtif. Tiba-tiba Bayu memotong.
“Entah, ini didasari oleh nafsu, atau mungkin sudah waktunya?!”, sahut Bayu akan mengungkap. Inairtif mulai serius tuk mendengarkannya. “Bagaimana jika aku katakan bahwa aku menyayangmu, bahkan bisa berlebih mencintamu?”, Bayu mempertanyakan apa yang sudah lama terpendam. Menatap serius. Inairtif baru mengerti, memilih diam berharap Bayu akan menyambung perkataannya lagi. dan Bayu akan meyambung perkataannya berbunyi sebuah pesan romantis.
“kata orang, berbukalah dengan yang manis-manis. Dan kamu, adalah sesuatu termanis yang sedang bersamaku saat ini.”, katanya menunjukkan ketulusan. Lalu mengambil tangan kanan dari Inairtif, menciumnya sekali menatap tulus. Inairtif menjadi terpaku diam melihat perbuatan romantis darinya sehingga membuatnya berbisik, “I Love you”, namun dihatinya. “Dokter, bagaimana kalau kita sekarang beralih ke sebuah masjid, bukankah makanan kita sudah habis!?”, ajak Inairtif mengalihkan.
Bayu hanya mendengarkan lalu mengambil uang dari saku celananya lalu ditaruhnya diatas bon pesanan makanan mereka berdua. “Ayo kita beralih, aku senang kau mengingatkanku untuk sholat disebuah masjid.”, ucap syukur Bayu dengan berdiri dari duduknya. Inairtif yang sudah melihat sikapnya, menjadi tersenyum lepas dan ikut berdiri dari duduknya. Lalu mereka berdua sama-sama beranjak beralih pergi meninggalkan café tersebut menuju ketempat parkiran kendaraan mobil milik Bayu.
Dan kini mereka berdua sudah sampai diparkiran kendaraan mobil milik Bayu, bahkan keduanya sudah duduk bersebelahan dengan Bayu yang sebagai pengendara didalam mobil miliknya. Pandangan keduanya sama-sama terarah lurus kedepan, dan Bayu akan berkata meminta maaf. “Maaf, bila perbuatanku tadi telah menyinggung dirimu. Akan tetapi, itulah ungkapan dari perasaanku yang sebenarnya.”, perkataan maafnya diakhiri pengakuan dirinya. Melihat ke Inairtif.
Sedangkan Inairtif masih teguh melihat lurus kedepan, lalu menggeleng sambil berkata “Tidak apa-apa.”. Sahutnya singkat namun memikirkan perasaannya sendiri terhadap Bayu. Dan Bayu yang sudah melihatnya, beralih melihat lurus kedepan kembali memulai tuk mengendarai mobilnya.

Selang waktu berjalan. . . .

Kini mereka berdua telah sampai disebuah masjid, bayu pun langsung keluar dari kendaraan mobilnya dengan berdiri disisi kiri mobilnya sambil mengecek ponsel miliknya. Bayu sedang mengecek ponselnya tuk mengetahui siapa saja yang mengirimi pesan atau menelepon dirinya, karna ponselnya dalam status diam. Kemudian tidak sengaja dilihatnya Inairtif sedang melihatnya disampingnya. “Apa harus barengan lagi untuk menunaikan sholat maghrib dimasjid ini?”, tanya Bayu menunjukkan curiga.
Inairtif menggeleng menatap bingung lalu mengatakan, “Sesungguhnya saya sedang berhalangan, Dokter.”, ungkap Inairtif baru memberitahu. Bayu mulai menatap menanyakan. “Kita tidak barengan lagi sekarang. Silahkan Dokter, saya mau pulang pake taxi saja.”, Inairtif mempersilahkannya berakhir berkata permisi untuk pamit. Bayu menggeleng mengisyaratkannya untuk jangan pergi dulu. “Ah, Dokter masih ingin bersama saya gitu?”, tanya inairtif sedikit menggodanya.
“Bukan itu, saya trauma saja bila kau memilih untuk pulang sendiri maka akan ada rombongan preman lagi yang akan mengejarmu.”, Bayu mengingatkannya tentang masa lalu. Inairtif menjadi hening melihatnya. Sedangkan Bayu memintanya untuk berdiam diri didalam kendaraan mobil miliknya, hingga dirinya selesai menunaikan sholat taraweh berjama’ah. Inairtif pun mengangguk diam, memikirkan keselamatan dirinya juga. Dan kini mereka mulai berpisah selama beberapa jam saja.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar