Hari telah berganti, disore hari
pukul empat lewat empat puluh menit. Bayu telah sampai disebuah taman biasa, ia
berjalan menyusuri ke dalam taman tersebut lalu berdiam disuatu tempat. Dan
tepatnya ia berdiam ditepi danau, berdiri meratapi air danau itu. tak berapa
lama kemudian, ada yang menepuk pundak belakang kirinya seolah sedang menyapa
dirinya. Bayu yang sudah merasakannya pun mencoba menyapa balik terhadap siapa
yang telah menepuk pundak dibelakang kirinya.
“Walaikumsalam, akhirnya kau
menepati janjimu lagi.”, sapa Bayu sudah mengetahui siapa yang telah berbuat
demikian. Masih menatapi air danau itu. bayu sangat benar, karna siapa itu
adalah Inairtif.
“Sudah lama menungguku?”, tanya
Inairtif meihatnya. Berdiam berdiri dibalik arah kiri darinya.
“Tidak tau. Jelaskan padaku,
dimana putriku?”, tanya Bayu sedikit mengkakukan Inairtif.
“Darimana Dokter mengetahui, kalau
aku telah melahirkan seorang putri?”, Inairtif bertanya balik karna mulai
berpikir bingung.
“Sahabatku pernah mengujarkan,
kalau dia adalah seorang ibu kandung dari putri angkatnya! Dhiya Shiraj, dan
ibu kandungnya adalah kamu, Inairtif!”, Bayu mengungkapnya serta menjelaskannya
dengan berbalik menghadap kepadanya. Mempertegaskannya.
“Iya, Dhiya Shiraj memang benar
putriku.”, Inairtif berkata membenarkannya. Melihat biasa. Bayu mempertegaskan
tatapannya, menarik nafasnya akan berkata lagi namun dicegah oleh Inairtif.
“Aku hanya ingin membayar kesalahanku kepada mereka. Karna diriku lah yang
menyebabkan mereka berdua tidak bisa mendapatkan keurunan.”, Inairtif
memberitahukan alasannya dengan menatap haru. Bayu menjadi terdiam mulai
sedikit santai tatapannya.
“Jadi kesimpulan dari drama yang
kau buat, selama tiga tahun aku telah dekat dengan putri kandungku? Tapi
mengapa harus kau yang menjauh?”, Bayu mempertanyakan menyampaikan keluhannya.
Inairtif, tersenyum seolah-olah mengiyakan masih menatap haru. “Jangan tersenyum
seolah-olah kau mengiyakannya. Karna selama kau jauh aku mencarimu bodoh!!”,
sambung Bayu mengungkap apa yang sudah lama terpendam.
“Namun daripada itu, ada satu
alasan lagi mengapa aku memberikan putriku ke mereka. Maksudku, putri kita!”,
Inairtif mencoba menenangkan Bayu meski pikirannya semakin bingung. Bayu
menggeleng menatapnya tidak suka dengan menutup kedua telinganya. “Orang yang
sedang berpuasa tidak boleh angkuh. Bentar lagi buka puasa, sayang loh kalau
sampai batal.”, Inairtif berkata membujuknya lembut seperti seorang ibu
membujuk lembut anaknya.
Bayu menjadi luluh seketika, mengubah
sikapnya menjadi bijak lalu mengajak Inairtif untuk beralih ke café masih di taman
tersebut. Dan kini keduanya sudah beranjak dengan berjalan bersebelahan memakai
jarak tiga langkah. Selama dalam perjalanan menuju ke café, keduanya saling
acuh, cuek karna fokus pada langkah kakinya masing-masing.
Beberapa saat kemudian. . . .
Bayu dan Inairtif sudah duduk
berhadapan dalam satu meja di cafe didalam taman tersebut, mereka berdua sedang
menunggu makanan yang sudah mereka pesan datang. Didalam masih menunggu makanan
yang sudah mereka pesan datang, mereka berdua saling berdiam diri sambil
melihat-lihat disekitar yang membuat mereka nyaman. Mereka berdua tidak
bertatap muka tidak pula memulai pembicaraan. Namun yang sebenarnya telah ada
sifat gengsi pada keduanya.
Tak berapa lama menunggu, makanan
yang mereka berdua pesan telah datang, keduanya sama-sama melihat pelayan
menaruhkan makanan diatas meja sesuai dengan nama pada bon makanan tersebut.
dan ketika sudah melihat pelayan itu pergi, Inairtif akan memulai pembicaraan. “Secara
tidak direncanakan, seorang gadis biasa bisa bukber dengan seorang Dokter.”,
ungkap Inairtif melihat ceria ke Bayu. Bayu langsung menyahut tanya, “Seorang
gadis?”, melihat mempertanyakan.
Inairtif yang sudah mengetahuinya
menjadi terdiam beralih melihat ke makanannya. “Sebenarnya, apa sih satu alasan
lagi yang sudah kau sampaikan tadi?”, Bayu menyambung mempertanyakan lagi.
“Dokter bukan orang yang tepat untuk mendengarkannya!”, tegas Inairtif
berisyaratkan menyudahi. Menatap padanya lagi sedikit dingin. Bayu yang sudah
melihatnya memilih tuk meniadakan pembicaraan, sebab sudah mengerti.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Adzan pun berkumandang menandakan
waktu berbuka puasa tiba, dengan Bayu sebagai pembimbing do’a berbuka puasa,
Inairtif mengikutinya seperti seorang makmum. Setelah berdo’a berbuka puasa
bersama, Inairtif mengikuti Bayu meminum air dulu baru melanjutinya dengan
menyantap pesanan makanan masing-masing. Dan mereka berdua semakin melanjuti
santapan pesanan makanannya, seperti pengunjung lainnya di café tersebut.
Kemudian inairtif tidak sengaja
melihat Bayu, yang kedapatan berapa kali melihat kepadanya seperti sedang
menahan sesuatu. Lalu Inairtif memberanikan tuk memulai pembicaraannya lagi.
“Dokter? Kenapa? Masih terusik dengan satu alasan yang masih aku simpan?”,
tanya Inairtif mengira tentang itu. bayu menjadi terdiam kaget melihat padanya,
mengunyah makanannya. “Katakan Dokter? Buka saja semuanya sekarang! Kesal,
dendam, amarah…?”, sambung Inairtif. Tiba-tiba Bayu memotong.
“Entah, ini didasari oleh nafsu,
atau mungkin sudah waktunya?!”, sahut Bayu akan mengungkap. Inairtif mulai
serius tuk mendengarkannya. “Bagaimana jika aku katakan bahwa aku menyayangmu,
bahkan bisa berlebih mencintamu?”, Bayu mempertanyakan apa yang sudah lama
terpendam. Menatap serius. Inairtif baru mengerti, memilih diam berharap Bayu
akan menyambung perkataannya lagi. dan Bayu akan meyambung perkataannya
berbunyi sebuah pesan romantis.
“kata orang, berbukalah dengan
yang manis-manis. Dan kamu, adalah sesuatu termanis yang sedang bersamaku saat
ini.”, katanya menunjukkan ketulusan. Lalu mengambil tangan kanan dari
Inairtif, menciumnya sekali menatap tulus. Inairtif menjadi terpaku diam
melihat perbuatan romantis darinya sehingga membuatnya berbisik, “I Love you”,
namun dihatinya. “Dokter, bagaimana kalau kita sekarang beralih ke sebuah
masjid, bukankah makanan kita sudah habis!?”, ajak Inairtif mengalihkan.
Bayu hanya mendengarkan lalu
mengambil uang dari saku celananya lalu ditaruhnya diatas bon pesanan makanan
mereka berdua. “Ayo kita beralih, aku senang kau mengingatkanku untuk sholat
disebuah masjid.”, ucap syukur Bayu dengan berdiri dari duduknya. Inairtif yang
sudah melihat sikapnya, menjadi tersenyum lepas dan ikut berdiri dari duduknya.
Lalu mereka berdua sama-sama beranjak beralih pergi meninggalkan café tersebut
menuju ketempat parkiran kendaraan mobil milik Bayu.
Dan kini mereka berdua sudah
sampai diparkiran kendaraan mobil milik Bayu, bahkan keduanya sudah duduk
bersebelahan dengan Bayu yang sebagai pengendara didalam mobil miliknya.
Pandangan keduanya sama-sama terarah lurus kedepan, dan Bayu akan berkata
meminta maaf. “Maaf, bila perbuatanku tadi telah menyinggung dirimu. Akan
tetapi, itulah ungkapan dari perasaanku yang sebenarnya.”, perkataan maafnya
diakhiri pengakuan dirinya. Melihat ke Inairtif.
Sedangkan Inairtif masih teguh
melihat lurus kedepan, lalu menggeleng sambil berkata “Tidak apa-apa.”.
Sahutnya singkat namun memikirkan perasaannya sendiri terhadap Bayu. Dan Bayu
yang sudah melihatnya, beralih melihat lurus kedepan kembali memulai tuk
mengendarai mobilnya.
Selang waktu berjalan. . . .
Kini mereka berdua telah sampai
disebuah masjid, bayu pun langsung keluar dari kendaraan mobilnya dengan
berdiri disisi kiri mobilnya sambil mengecek ponsel miliknya. Bayu sedang
mengecek ponselnya tuk mengetahui siapa saja yang mengirimi pesan atau
menelepon dirinya, karna ponselnya dalam status diam. Kemudian tidak sengaja
dilihatnya Inairtif sedang melihatnya disampingnya. “Apa harus barengan lagi
untuk menunaikan sholat maghrib dimasjid ini?”, tanya Bayu menunjukkan curiga.
Inairtif menggeleng menatap
bingung lalu mengatakan, “Sesungguhnya saya sedang berhalangan, Dokter.”,
ungkap Inairtif baru memberitahu. Bayu mulai menatap menanyakan. “Kita tidak
barengan lagi sekarang. Silahkan Dokter, saya mau pulang pake taxi saja.”,
Inairtif mempersilahkannya berakhir berkata permisi untuk pamit. Bayu
menggeleng mengisyaratkannya untuk jangan pergi dulu. “Ah, Dokter masih ingin
bersama saya gitu?”, tanya inairtif sedikit menggodanya.
“Bukan itu, saya trauma saja bila
kau memilih untuk pulang sendiri maka akan ada rombongan preman lagi yang akan
mengejarmu.”, Bayu mengingatkannya tentang masa lalu. Inairtif menjadi hening
melihatnya. Sedangkan Bayu memintanya untuk berdiam diri didalam kendaraan
mobil miliknya, hingga dirinya selesai menunaikan sholat taraweh berjama’ah.
Inairtif pun mengangguk diam, memikirkan keselamatan dirinya juga. Dan kini
mereka mulai berpisah selama beberapa jam saja.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar