Rabu, 13 Juli 2016

METAMORFOSA *10*



Dirumah sakit tempat keponakannya telah dirawat, Inairtif sedang berjalan sendiri sambil memikirkan perbincangan tadi sewaktu bersama Re Becca disebuah taman. “Haruskah aku meminjamkan rahimku demi menutupi kesalahan yang sudah terlanjur aku lakukan?”, bisiknya setengah gelisah. Kemudian langkahnya menjadi terhenti ketika akan melewati sebuah ruangan yang bertuliskan, “Ruangan Dokter Bayuwangi (ahli bedah)”.
Namun ketika hendak akan melangkah lagi berniat untuk pergi meninggalkan, tiba-tiba saja seorang Dokter keluar dari ruangan tersebut dan terpandang diam padanya. Keduanya kini sama-sama terdiam saling memandang curiga. “Kamu, Dokter Bayuwangi?”, tanya Inairtif baru mengetahui jelas nama darinya. Dokter Bayu mengangguk masih memandanginya curiga. “Berhubung dengan kedatanganmu kesini, saya ingin menawarkan sesuatu?”, permisi Dokter Bayu menatap bijak.
Inairtif menjadi tertawa kecil melihatnya, mengira kalau Dokter Bayu ingin menawarkan suatu barang padanya. “Maaf, anda tertawa untuk apa yah?”, Dokter Bayu menjadi bertanya bingung. Inairtif menjadi terhenti dari tawanya sambil menggeleng diam. “Dan sepertinya, jiwa kamu sedang sakit yah?”, Dokter Bayu mencoba sedikit menyindirnya. Inairtif yang mendengar katanya lagi kembali menjadi tertawa kecil sendiri lalu menjadi terhenti dari tawanya sendiri.
“Iya, Dokter! Jiwa saya sakit, karna satu makhluk Tuhan telah mengkhianati aku!”, Inairtif menjadi curhat dadakan menatap sedikit sedih kepadanya. Dokter Bayu masih menatap bingung, memberi senyuman bingung lalu berkata “Oh!”. Dan Inairtif berkata pamit padanya, Dokter Bayu masih dengan sikap bingungnya mengangguk mempersilahkannya. Namun ketika Inairtif sudah berjalan lima langkah membelakanginya.
Dokter Bayu mengucapkan salam mempertegaskannya agar Inairtif menjawab salamnya. Karna jarak mereka berdua masih dekat. Dan Inairtif pun menghentkan langkahnya, mencoba melihat ke Dokter Bayu sambil mengucapkan salam balik disertai senyuman. Lalu secara bersamaan, mereka berdua sama-sama beranjak kearah tujuannya masing-masing dengan berlawanan arah.

Beberapa saat kemudian. . . .

Dilobby rumah sakit, Bayu sedang berdiri mengobrol dengan seorang susternya. Mereka berdua sedang membicarakan seorang pasien yang baru saja keluar dari perawatan rumah sakit, karna pasien tersebut sudah kembali sehat. Dan saat ketika Bayu mendengarkan seorang susternya berbicara, perhatiannya teralih karna melihat Inairtif membawa seorang anak kecil baru saja keluar dari pintu lobby rumah sakit.
Sementara Inairtif baru terpandang padanya setelah melewati tiga langkah dirinya, dan Inairtif menghentikan langkahnya masih melihat ke Dokter Bayu. Dokter Bayu maenetap menatapi dirinya, sedangkan Inairtif melhat aneh padanya sesekali. Kemudian menjadi terhenti saat ketika Inairtif mulai melangkah lagi menuju kesebuah mobil yang sudah datang menjemputnya. Dan kini Inairtif sudah berada didalam mobil itu, melihat Dokter Bayu dibalik kaca mobilnya yang sudah berpaling darinya.
“Ada apa dengan Dokter itu? Mengapa aku seperti merasakan getaran yang aneh, disaat Dokter itu menetap menatapku?”, bisik Inairtif dihatinya sebelum mobil yang sudah ditumpanginya berjalan pergi. Kembali ke Dokter Bayu, ia dan seorang susternya sudah memasuki kedalam rumah sakit lagi dan  keduanya saling berpencar. Dokter Bayu yang masih berjalan akan menuju keruangan pribadinya, berbisik sesuatu tentang permuannya dengan Inairtif sebanyak dua kali pertemuan dihari yang sama.
“Ya Allah, ingin sekali aku mengadukan tentang dirinya! Inairtif ketika disepertiga malam nanti aku bersujud berkomunikasi dengan-Mu!”, keluhnya mencurahkannya dihati namun telah disertai sebuah tekadnya. Dan karna dua kali pertemuan yang terjadi padanya dengan Inairtif, telah membuat dirinya bersemangat, bergairah kembali untuk melanjuti aktivitasnya yang masih berlanjut.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Disepertiga malam, Bayu dirumah kediamannya terbangun dari tidurnya untuk menunaikan sholat tahajud. Sementara disana, Inairtif dirumah kediamannya pula juga terbangun dari tidurnya lalu teringat kalau dirinya belum menunaikan sholat isya’. Dan disaat yang bersamaan, keduanya kompak beranjak meninggalkan tempat tidurnya. Beralih menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu sebelum melaksanakan ibadah sholat.
Dan keduanya kini telah memakai alat sholatnya masing-masing, berdiri diatas hamparan sajadah dirumah kediaman masing-masing. Walaupun mereka berdua telah berada dirumah yang berbeda, namun tetap menghadap kiblat yang sama saat akan menunaikan sholat. Meskipun ibadah sholat yang mereka berdua tunaikan berbeda, tetap pada Tuhan yang sama tempat keduanya dalam mengkhusyukan ibadah sholatnya.
Bayu, ia baru saja menyelesaikan ibadah sholat tahajudnya. Dan dilanjutinya dengan berdo’a. “Ya Allah, untuk pertama kalinya aku berdo’a untuknya. Adakah sebuah cinta yang akan Kau getarkan untukku, yang akan menyetrumi naluri dari dirinya? Ya Allah, apakah pantas bila saat ini aku melakukan sholat istikharah? Demi untuk mendapatkan sebuah jawaban darinya, namun aku lebih mendahulukannya dari-Mu?”, doa’anya khusyu hingga hatinya mulai bergetar terbayangi Inairtif.
Disana, Inairtif baru saja menyelesaikan ibadah sholat isya’, dan dilanjutinya dengan berdo’a mengadukan sesuatu. “Setelah dua tahun tak pernah bertemu lagi dengannya. Kini aku bertemu lagi dan dia telah menyampaikan kesalahanku seperti menyindirku. Tanpa dia mengetahui bahwa akulah orangnya. Mungkin, inilah jawaban dari do’aku yang telah lalu. Iya, aku harus meminjamkan rahimku. Dan aku harus melawan rasa tidak ikhlasku!!!!”, do’anya mengingat momennya tadi dengan Re Becca.         
Keduanya memang berdo’a sedikit bertabrakan. Bayu berdo’a untuk Inairtif, sementara Inairtif berdo’a untuk kesalahannya pada Re Becca. Keduanya sama-sama gelisah, hingga keduanya menjadi menangis seketika karna mulai mendalami kehusyuan dalam berdo’a.

Pagi harinya. . . .

Pagi harinya, sekitar pukul delapan pagi. Inairtif baru sampai dirumah sakit untuk menemui Dokter Bayu, sesuai dengan amanat dari kakak iparnya. Dan kini Inairtif sudah duduk diruang tunggu dimana para pasien dari Dokter Bayu telah menunggu untuk berkonsultasinya dengannya. Dilihatnya disekitar, pasien dari Dokter Bayu sedang menunggu antrian untuk berkonsultasi. Berbeda dengannya yang hanya membuat sebuah bingkisan yang akan dipersembahkannya untuk Dokter Bayu.
Uniknya, Inairtif mencantumkan namanya didaftar pasien paling akhir. Demi menunaikan sebuah amanah dari kakak iparnya. Ide tersebut telah dibuatnya sendiri, tanpa ada campur tangan dari kakak iparnya. Dan Inairtif masih menunggu nomor antriannya sambil melihat-lihat sisa pasien dari Dokter Bayu disekelilingnya. Setelah beberapa puluh menit berlalu, nomor antrian terakhir yaitu Inairtif pun dipanggil. Dengan senangnya Inairtif langsung beranjak kedalam ruangan praktek Dokter Bayu.
Sedangkan Dokter Bayu didalam ruang prakteknya, baru saja melihat Inairtif yang sudah terduduk dengan senyuman segannya. Karna Dokter Bayu tadi sedang memeriksa daftar pasiennya dengan tertunduk kebawah. Dan mereka berdua akan memulai percakapan tetapi bukan percakapan seorang Dokter dengan seorang pasiennya.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

“Kamu lagi, kamu lagi?!”, keluh Dokter Bayu menatap keluh.
“Saya sudah rela menunggu nomor antrian yang terakhir! Hanya untuk berkonsultasi dengan Dokter! Maka dari itu, hargai saya sebagai seorang pasien terakhir dari anda!”, Inairtif menasehatinya. Menatap bijak.
“Apa yang sedang kamu keluhkan?”, Dokter Bayu langsung menyakan keluhan darinya. Inairtif berdiam menatapnya. “Dikepala?”, tanyanya lagi. inairtif menggeleng. “Diperut?”, tanyanya ketiga kali. Inairtif menggeleng. “Lalu dimana, nona?”, tanya yang terakhir menatap menyerah.
“Saya kesini, cuma mau mengantarkan sesuatu doang!”, buka Inairtif dengan senyum segannya.
“Allahu akbar!!!! Jadi kamu kesini cuma buat nganterin sesuatu doang? Sesuatu apa itu?”, Dokter Bayu berkeluh sedikit keras lalu menanyakannya tegas.
“Kemarin, Dokter melihatku pulang bersama seorang anak. Dijemput oleh mobil yang tentu pengendaranya pria kan? Dan masih pada hari kemarin, Dokter cemburu ya sama aku? Kok, kayaknya nyimak banget yah kemarin?!”, Inairtif mencoba menggodanya. Dokter Bayu menatap bingung.
“Sebaiknya anda keluar saja, sudah cukup ceritanya yah!”, Dokter Bayu langsung memberi perintah padanya dengan berdiri merapikan jas Dokternya.
Inairtif yang sudah mendengar kata perintah darinya, sedikit merasa terusir. Menjadi berdiri dengan memberi sebuah bingkisan dari kakak iparnya untuknya. “Ini adalah bingkisan dari ayah Raffisa! Kemarin, aku pulang bersama mereka! Raffisa adalah keponakanku, dan aku adalah adik ipar dari ayahnya!”, Inairtif menjelaskan semuanya. Dokter Bayu menjadi terdiam menatapinya, sudah mendengar penjelasan darinya.
Kemudian Inairtif menaruhkan bingkisan tersebut dimeja kerjanya lalu berpamitan, berbalik pergi meninggalkan. Sedangkan Dokter Bayu melihat kebingkisan tersebut, lalu mendengar Inairtif mengucapkan salam sudah tepat berdiri dipintu ruang prakteknya. “Walaikumsalam”, Dokter Bayu membalas salam darinya dengan melihat segan dan Inairtif menjadi tersenyum lalu benar pergi meninggalkan.      

Sore harinya. . . .

Inairtif sedang duduk seorang diri ditepi danau, disebuah danau yang terletak didalam sebuah taman. Ia sedang merenungkan kesalahannya pada Re Becca, yang masih disembunyikannya berniat akan meminjamkan rahimnya demi menyembunyikan kesalahan yang telah diperbuatnya. Dirinya tidak menyangka, kalau hasil buah dari tindakannya menyelamatkan Re Becca pada dua tahun lalu. Telah membuat Re Becca kehilangan rahimnya.
Diakibatkan dari terjatuhnya Re Becca dan menabrak sebuah batu berukuran besar tepat dibagian perutnya. Dirinya juga tidak menyangka, kalau Re Becca telah berkeluh dengan seseorang yang sudah ikut terlibat dalam kecelakaan yang terjadi pada dua tahun lalu. Dan seakan Re Becca telah begitu memberi sindiran keras pada dirinya, tanpa tersadari jika seseorang tersebut adalah Inairtif, yang dimana kala itu sedang duduk bersama.
Kemudian tanpa diduga olenya, kini Re Becca yang telah mendatanginya dan sudah duduk disampingnya. Spontan Inairtif merasa terkejut kecil ketika sudah mengetahuinya, menatap bisu dengan perasaannya sedikit was-was. “Bagaimana? Apa kau mau membantuku untuk mencari seseorang yang telah membuat diriku seperti begini? Wanita yang sudah tidak memiliki rahim!!!!”, sapa Re Becca melihat biasa langsung memulai topik pembicaraan memakai ketegasan diujung katanya.
Inairtif menjadi teringat kembali akan kesalahannya yang belum terungkap, karna dirinya belum berani tuk mengungkapnya, menatap bisu lalu tiba-tiba menjadi mengangguk karna reflek. “Waw, kau baru saja menganggukkan kepalamu. Dan itu artinya kau sudah setuju!!!!”, Re Becca berkata lagi sedikit menekankan yang berupa perintah. Masih melihat biasa namun dengan senyuman. Inairtif menggelengkan kepalanya seolah telah menyanggahnya.
Re Becca pun menjadi terdiam, keduanya tiba-tiba menjadi hening seketika. Kemudian Inairtif terpaksa berkata sesuatu lagi demi menjaga suasana hati dari Re Becca. “Aku, mau! Tapi setelah, tujuh hari kemudian setelah hari ini berakhir! Aku, akan segera memberi persetujuan yang sebenarnya!”, kata penyampaiannya namun telah lain dimulut lain dihati. Re Becca menjadi tersenyum bahagia seketika, karna dipikirnya jika Inairtif telah mahu membantunya.
Kemudian Re Becca memeluk Inairtif yang masih sama-sama terduduk menyalurkan rasa bahagianya. Sedangkan Inairtif merasa lemas karna bagaimana pun juga, dirinya sendirilah yang akan meminjamkan rahimnya untuk suami dari Re Becca demi menutupi kesalahannya yang masih disembunyikannya dari Re Becca. Maka dari itu ia meminta waktu pada Re Becca seperti yang sudah disampaikannya tadi. Dan Inairtif belum mengerti, mengapa ia bisa bersikap reflek seperti tadi.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar