Dirumah sakit tempat keponakannya
telah dirawat, Inairtif sedang berjalan sendiri sambil memikirkan perbincangan
tadi sewaktu bersama Re Becca disebuah taman. “Haruskah aku meminjamkan rahimku
demi menutupi kesalahan yang sudah terlanjur aku lakukan?”, bisiknya setengah
gelisah. Kemudian langkahnya menjadi terhenti ketika akan melewati sebuah
ruangan yang bertuliskan, “Ruangan Dokter Bayuwangi (ahli bedah)”.
Namun ketika hendak akan melangkah
lagi berniat untuk pergi meninggalkan, tiba-tiba saja seorang Dokter keluar
dari ruangan tersebut dan terpandang diam padanya. Keduanya kini sama-sama
terdiam saling memandang curiga. “Kamu, Dokter Bayuwangi?”, tanya Inairtif baru
mengetahui jelas nama darinya. Dokter Bayu mengangguk masih memandanginya
curiga. “Berhubung dengan kedatanganmu kesini, saya ingin menawarkan sesuatu?”,
permisi Dokter Bayu menatap bijak.
Inairtif menjadi tertawa kecil
melihatnya, mengira kalau Dokter Bayu ingin menawarkan suatu barang padanya.
“Maaf, anda tertawa untuk apa yah?”, Dokter Bayu menjadi bertanya bingung.
Inairtif menjadi terhenti dari tawanya sambil menggeleng diam. “Dan sepertinya,
jiwa kamu sedang sakit yah?”, Dokter Bayu mencoba sedikit menyindirnya.
Inairtif yang mendengar katanya lagi kembali menjadi tertawa kecil sendiri lalu
menjadi terhenti dari tawanya sendiri.
“Iya, Dokter! Jiwa saya sakit,
karna satu makhluk Tuhan telah mengkhianati aku!”, Inairtif menjadi curhat
dadakan menatap sedikit sedih kepadanya. Dokter Bayu masih menatap bingung,
memberi senyuman bingung lalu berkata “Oh!”. Dan Inairtif berkata pamit
padanya, Dokter Bayu masih dengan sikap bingungnya mengangguk
mempersilahkannya. Namun ketika Inairtif sudah berjalan lima langkah
membelakanginya.
Dokter Bayu mengucapkan salam
mempertegaskannya agar Inairtif menjawab salamnya. Karna jarak mereka berdua
masih dekat. Dan Inairtif pun menghentkan langkahnya, mencoba melihat ke Dokter
Bayu sambil mengucapkan salam balik disertai senyuman. Lalu secara bersamaan,
mereka berdua sama-sama beranjak kearah tujuannya masing-masing dengan
berlawanan arah.
Beberapa saat kemudian. . . .
Dilobby rumah sakit, Bayu sedang
berdiri mengobrol dengan seorang susternya. Mereka berdua sedang membicarakan
seorang pasien yang baru saja keluar dari perawatan rumah sakit, karna pasien
tersebut sudah kembali sehat. Dan saat ketika Bayu mendengarkan seorang
susternya berbicara, perhatiannya teralih karna melihat Inairtif membawa
seorang anak kecil baru saja keluar dari pintu lobby rumah sakit.
Sementara Inairtif baru terpandang
padanya setelah melewati tiga langkah dirinya, dan Inairtif menghentikan
langkahnya masih melihat ke Dokter Bayu. Dokter Bayu maenetap menatapi dirinya,
sedangkan Inairtif melhat aneh padanya sesekali. Kemudian menjadi terhenti saat
ketika Inairtif mulai melangkah lagi menuju kesebuah mobil yang sudah datang
menjemputnya. Dan kini Inairtif sudah berada didalam mobil itu, melihat Dokter
Bayu dibalik kaca mobilnya yang sudah berpaling darinya.
“Ada apa dengan Dokter itu?
Mengapa aku seperti merasakan getaran yang aneh, disaat Dokter itu menetap
menatapku?”, bisik Inairtif dihatinya sebelum mobil yang sudah ditumpanginya
berjalan pergi. Kembali ke Dokter Bayu, ia dan seorang susternya sudah memasuki
kedalam rumah sakit lagi dan keduanya
saling berpencar. Dokter Bayu yang masih berjalan akan menuju keruangan
pribadinya, berbisik sesuatu tentang permuannya dengan Inairtif sebanyak dua
kali pertemuan dihari yang sama.
“Ya Allah, ingin sekali aku
mengadukan tentang dirinya! Inairtif ketika disepertiga malam nanti aku
bersujud berkomunikasi dengan-Mu!”, keluhnya mencurahkannya dihati namun telah
disertai sebuah tekadnya. Dan karna dua kali pertemuan yang terjadi padanya
dengan Inairtif, telah membuat dirinya bersemangat, bergairah kembali untuk
melanjuti aktivitasnya yang masih berlanjut.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Disepertiga malam, Bayu dirumah
kediamannya terbangun dari tidurnya untuk menunaikan sholat tahajud. Sementara
disana, Inairtif dirumah kediamannya pula juga terbangun dari tidurnya lalu
teringat kalau dirinya belum menunaikan sholat isya’. Dan disaat yang
bersamaan, keduanya kompak beranjak meninggalkan tempat tidurnya. Beralih
menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu sebelum melaksanakan ibadah
sholat.
Dan keduanya kini telah memakai
alat sholatnya masing-masing, berdiri diatas hamparan sajadah dirumah kediaman
masing-masing. Walaupun mereka berdua telah berada dirumah yang berbeda, namun
tetap menghadap kiblat yang sama saat akan menunaikan sholat. Meskipun ibadah sholat
yang mereka berdua tunaikan berbeda, tetap pada Tuhan yang sama tempat keduanya
dalam mengkhusyukan ibadah sholatnya.
Bayu, ia baru saja menyelesaikan
ibadah sholat tahajudnya. Dan dilanjutinya dengan berdo’a. “Ya Allah, untuk
pertama kalinya aku berdo’a untuknya. Adakah sebuah cinta yang akan Kau
getarkan untukku, yang akan menyetrumi naluri dari dirinya? Ya Allah, apakah
pantas bila saat ini aku melakukan sholat istikharah? Demi untuk mendapatkan
sebuah jawaban darinya, namun aku lebih mendahulukannya dari-Mu?”, doa’anya
khusyu hingga hatinya mulai bergetar terbayangi Inairtif.
Disana, Inairtif baru saja
menyelesaikan ibadah sholat isya’, dan dilanjutinya dengan berdo’a mengadukan
sesuatu. “Setelah dua tahun tak pernah bertemu lagi dengannya. Kini aku bertemu
lagi dan dia telah menyampaikan kesalahanku seperti menyindirku. Tanpa dia
mengetahui bahwa akulah orangnya. Mungkin, inilah jawaban dari do’aku yang
telah lalu. Iya, aku harus meminjamkan rahimku. Dan aku harus melawan rasa
tidak ikhlasku!!!!”, do’anya mengingat momennya tadi dengan Re Becca.
Keduanya memang berdo’a sedikit
bertabrakan. Bayu berdo’a untuk Inairtif, sementara Inairtif berdo’a untuk
kesalahannya pada Re Becca. Keduanya sama-sama gelisah, hingga keduanya menjadi
menangis seketika karna mulai mendalami kehusyuan dalam berdo’a.
Pagi harinya. . . .
Pagi harinya, sekitar pukul
delapan pagi. Inairtif baru sampai dirumah sakit untuk menemui Dokter Bayu,
sesuai dengan amanat dari kakak iparnya. Dan kini Inairtif sudah duduk diruang
tunggu dimana para pasien dari Dokter Bayu telah menunggu untuk
berkonsultasinya dengannya. Dilihatnya disekitar, pasien dari Dokter Bayu
sedang menunggu antrian untuk berkonsultasi. Berbeda dengannya yang hanya
membuat sebuah bingkisan yang akan dipersembahkannya untuk Dokter Bayu.
Uniknya, Inairtif mencantumkan
namanya didaftar pasien paling akhir. Demi menunaikan sebuah amanah dari kakak
iparnya. Ide tersebut telah dibuatnya sendiri, tanpa ada campur tangan dari
kakak iparnya. Dan Inairtif masih menunggu nomor antriannya sambil
melihat-lihat sisa pasien dari Dokter Bayu disekelilingnya. Setelah beberapa
puluh menit berlalu, nomor antrian terakhir yaitu Inairtif pun dipanggil.
Dengan senangnya Inairtif langsung beranjak kedalam ruangan praktek Dokter
Bayu.
Sedangkan Dokter Bayu didalam
ruang prakteknya, baru saja melihat Inairtif yang sudah terduduk dengan
senyuman segannya. Karna Dokter Bayu tadi sedang memeriksa daftar pasiennya
dengan tertunduk kebawah. Dan mereka berdua akan memulai percakapan tetapi
bukan percakapan seorang Dokter dengan seorang pasiennya.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
“Kamu lagi, kamu lagi?!”, keluh
Dokter Bayu menatap keluh.
“Saya sudah rela menunggu nomor
antrian yang terakhir! Hanya untuk berkonsultasi dengan Dokter! Maka dari itu,
hargai saya sebagai seorang pasien terakhir dari anda!”, Inairtif
menasehatinya. Menatap bijak.
“Apa yang sedang kamu keluhkan?”,
Dokter Bayu langsung menyakan keluhan darinya. Inairtif berdiam menatapnya.
“Dikepala?”, tanyanya lagi. inairtif menggeleng. “Diperut?”, tanyanya ketiga
kali. Inairtif menggeleng. “Lalu dimana, nona?”, tanya yang terakhir menatap
menyerah.
“Saya kesini, cuma mau
mengantarkan sesuatu doang!”, buka Inairtif dengan senyum segannya.
“Allahu akbar!!!! Jadi kamu kesini
cuma buat nganterin sesuatu doang? Sesuatu apa itu?”, Dokter Bayu berkeluh
sedikit keras lalu menanyakannya tegas.
“Kemarin, Dokter melihatku pulang
bersama seorang anak. Dijemput oleh mobil yang tentu pengendaranya pria kan?
Dan masih pada hari kemarin, Dokter cemburu ya sama aku? Kok, kayaknya nyimak
banget yah kemarin?!”, Inairtif mencoba menggodanya. Dokter Bayu menatap
bingung.
“Sebaiknya anda keluar saja, sudah
cukup ceritanya yah!”, Dokter Bayu langsung memberi perintah padanya dengan
berdiri merapikan jas Dokternya.
Inairtif yang sudah mendengar kata
perintah darinya, sedikit merasa terusir. Menjadi berdiri dengan memberi sebuah
bingkisan dari kakak iparnya untuknya. “Ini adalah bingkisan dari ayah Raffisa!
Kemarin, aku pulang bersama mereka! Raffisa adalah keponakanku, dan aku adalah
adik ipar dari ayahnya!”, Inairtif menjelaskan semuanya. Dokter Bayu menjadi
terdiam menatapinya, sudah mendengar penjelasan darinya.
Kemudian Inairtif menaruhkan
bingkisan tersebut dimeja kerjanya lalu berpamitan, berbalik pergi meninggalkan.
Sedangkan Dokter Bayu melihat kebingkisan tersebut, lalu mendengar Inairtif
mengucapkan salam sudah tepat berdiri dipintu ruang prakteknya. “Walaikumsalam”,
Dokter Bayu membalas salam darinya dengan melihat segan dan Inairtif menjadi
tersenyum lalu benar pergi meninggalkan.
Sore harinya. . . .
Inairtif sedang duduk seorang diri
ditepi danau, disebuah danau yang terletak didalam sebuah taman. Ia sedang
merenungkan kesalahannya pada Re Becca, yang masih disembunyikannya berniat
akan meminjamkan rahimnya demi menyembunyikan kesalahan yang telah
diperbuatnya. Dirinya tidak menyangka, kalau hasil buah dari tindakannya
menyelamatkan Re Becca pada dua tahun lalu. Telah membuat Re Becca kehilangan
rahimnya.
Diakibatkan dari terjatuhnya Re
Becca dan menabrak sebuah batu berukuran besar tepat dibagian perutnya. Dirinya
juga tidak menyangka, kalau Re Becca telah berkeluh dengan seseorang yang sudah
ikut terlibat dalam kecelakaan yang terjadi pada dua tahun lalu. Dan seakan Re
Becca telah begitu memberi sindiran keras pada dirinya, tanpa tersadari jika
seseorang tersebut adalah Inairtif, yang dimana kala itu sedang duduk bersama.
Kemudian tanpa diduga olenya, kini
Re Becca yang telah mendatanginya dan sudah duduk disampingnya. Spontan
Inairtif merasa terkejut kecil ketika sudah mengetahuinya, menatap bisu dengan
perasaannya sedikit was-was. “Bagaimana? Apa kau mau membantuku untuk mencari
seseorang yang telah membuat diriku seperti begini? Wanita yang sudah tidak
memiliki rahim!!!!”, sapa Re Becca melihat biasa langsung memulai topik
pembicaraan memakai ketegasan diujung katanya.
Inairtif menjadi teringat kembali
akan kesalahannya yang belum terungkap, karna dirinya belum berani tuk
mengungkapnya, menatap bisu lalu tiba-tiba menjadi mengangguk karna reflek.
“Waw, kau baru saja menganggukkan kepalamu. Dan itu artinya kau sudah
setuju!!!!”, Re Becca berkata lagi sedikit menekankan yang berupa perintah.
Masih melihat biasa namun dengan senyuman. Inairtif menggelengkan kepalanya
seolah telah menyanggahnya.
Re Becca pun menjadi terdiam,
keduanya tiba-tiba menjadi hening seketika. Kemudian Inairtif terpaksa berkata
sesuatu lagi demi menjaga suasana hati dari Re Becca. “Aku, mau! Tapi setelah,
tujuh hari kemudian setelah hari ini berakhir! Aku, akan segera memberi persetujuan
yang sebenarnya!”, kata penyampaiannya namun telah lain dimulut lain dihati. Re
Becca menjadi tersenyum bahagia seketika, karna dipikirnya jika Inairtif telah
mahu membantunya.
Kemudian Re Becca memeluk Inairtif
yang masih sama-sama terduduk menyalurkan rasa bahagianya. Sedangkan Inairtif
merasa lemas karna bagaimana pun juga, dirinya sendirilah yang akan meminjamkan
rahimnya untuk suami dari Re Becca demi menutupi kesalahannya yang masih
disembunyikannya dari Re Becca. Maka dari itu ia meminta waktu pada Re Becca
seperti yang sudah disampaikannya tadi. Dan Inairtif belum mengerti, mengapa ia
bisa bersikap reflek seperti tadi.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar