Rabu, 13 Juli 2016

METAMORFOSA *20*



Esoknya dipagi hari, kini sudah tiba saatnya Urnus untuk segera pulang ke Amerika meninggalkan tanah airnya. Urnus dan Bayu, keduanya sudah berada di Bandara. Bayu dengan pakaian jas dokternya, sedang duduk menunggu Urnus usai melakukan check-in didalam gedung bandara. “Saat yang terberat bagi seorang muslim, ialah menyaksikan perpisahan dengan saudara sesama seorang muslim,”, gumam Bayu dihati meratapi pintu check-in di bandara tersebut.
Kemudian dilihatnya Urnus keluar dari pintu check-in, lalu berdiri didepan pintu check-in tersebut. Dan itu membuat Bayu terbangun dari duduknya, berjalan sedikit cepat tuk menghampiri dirinya. Sesungguhnya didalam hati keduanya, mereka berdua masih ingin bersama namun waktu sudah memutuskan untuk berpisah lagi. Urnus langsung memberi senyuman padanya, ketika Bayu sudah berhenti didepannya. Bayu pun memberi senyuman balik kepadanya.
“Kini sudah tiba saatnya kita untuk berpisah lagi, sahabat sejatiku.”, ungkap perpisahan Urnus padanya. Lalu beralih melihat kearah kirinya. “Bayu, dia adalah seorang wanita berhijab yang terakhir aku ceritakan padamu, sewaktu kita masih berada ditaman itu.”, Urnus berkata menunjukkannya. Bayu pun ikut beralih melihat apa yang telah dilihat oleh Urnus. Dan mereka berduapun kini sama-sama menyadari kalau mereka berdua telah melihat seorang yang sama, seorang itu adalah Inairtif.
Bayu masih melihat Inairtif dikejauhan bersama Raffisa serta kakak iparnya, yang tak kunjung membalas balik tuk melihat padanya. Kemudian Urnus berbicara lagi, kalau ia harus segera tuk memasuki pesawat tumpangannya. Bayu yang sudah mendengarnya, baru melhat padanya kembali. Memberi pelukan perpisahan, begitupun Urnus. Lalu keduanya bersama melepaskan pelukan perpisahannya, dan kini Bayu sedang melihat Urnus berjalan didalam gedung bandara dari jendela.
Sementara dikejauhan, Inairtif sedang berbincang-bincang bersama Raffisa serta kakak iparnya. Karna sebentar lagi kakak iparnya harus terbang keluar kota, untuk bekerja disana selama beberapa hari. Kemudian Inairtif tidak sengaja melihat Bayu sedang berjalan sambil melihat padanya. Kini mereka berdua saling berpandangan acuh dikejauhan, lalu dihentikan oleh Bayu yang mengalihkan pandangannya berjalan menuju parkiran mobilnya.

Lima menit kemudian. . . .

Inairtif masih pada tempatnya, ia sedang mendengarkan percakapan Raffisa dan kakak iparnya saja. Sebab perhatiannya kini sudah tertuju pada Bayu, yang tadi sudah ditemuinya kembali. Lalu Inairtif terpandang ke mobil Bayu dikendarai oleh Bayu sendiri, yang sedang melewatinya dikejauhan. “Dokter, kini aku merasa getaran karna melihatmu sedang mengendarai mobil milikmu sendiri.”, ujar Inairtif mengungkap dihatinya. Menatapi mobil Bayu yang sudah berjalan menjauh meninggalkan bandara.
Sementara Bayu didalam masih mengendarai mobilnya, akan mengungkap kata sambil merenungkan. “Aku baru saja melakukan perpisahan dengan saudaraku sesama muslim. Dan tadi aku tidak sengaja melihat dia, bertemu walaupun seolah kami tidak pernah bertemu sebelumnya. Tuhan, apakah Engkau menukar kepergian sahabatku dengan kedatangan dia kembali?”, ungkapnya berbisik keluh tanya.
Namun daripada itu, mereka berdua sama-sama merasa bersyukur karna Tuhan telah mempertemukan keduanya kembali. Dan seperti apa kelanjutan kisah dari keduanya, simak saja terus ceritanya, jangan merasa bosan dahulu. Hehehe

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Dirumah kediaman El Scant, El Scant sedang menemani putrinya memberi makanan pada hewan ikan ditaman samping rumah. Dhiya begitu ceria dalam masih memberi makan hewan ikan. Membuat El Scant begitu merasa senang terpesona dengan keceriaan dirinya. “Sayang itu ikan apa?”, tanya El Scant mencoba menggoda. “Ikan Mas, abi.”, jawab Dhiya perhatiaannya masih memberi makan hewan ikan. “Oh, namanya seperti mas penjual bakso yah, heeem.”, sahut El Scant semakin menggoda.
Sementara Dhiya beralih dengan berlari kearah El Scant, lalu berdiam dihadapannya. El Scant yang sedang terduduk pun melihat diam kepadanya. “Abi, Dhiya mau seekolaaah!!”, tegas Dhiya mengungkap keinginannya. Melihat serius. El Scant memberi senyuman. “Abiii, Dhiya mau masuk playgroup!!”, tegas Dhiya lagi mengungkap keinginannya. El Scant kembali tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Jadi, Dhiya boleh masuk playgroup?”, tanya Dhiya memendam rasa bahagianya. El Scant menjadi tertawa kecil bahagia, menganggukkan kepalanya lagi. Dan Dhiya pun mencium kening dari El Scant, menunjukkan rasa sayangnya, lalu melepaskannya menatap bahagia serta senyuman ceria. “Jangan cium lagi ya, nanti puasanya abi jadi batal loh.”, El Scant berkata menggodanya lagi. Dan mereka berdua menjadi tertawa bersama menunjukkan keceriaannya masing-masing.        

Sore harinya. . . .

El Scant kini sedang berada diruang kerja rumahnya, bersiap-siap untuk menghadiri acara buka puasa bersama para Dokter dirumah sakit tempatnya bekerja. Ia sedang mencoba memakai sebuah dasi, lalu teringat dengan ungkapan Dhiya yang menginginkan bersekolah diplaygroup. Mengenai hal itu, El Scant mengambil ponselnya meminta Re Becca tuk segera menemuinya diruang kerja rumahnya. Dan tak lama kemudian, Re Becca pun memasuki ruang kerja dirinya, El Scant berbalik ke arah Re Becca.
Re Becca baru saja menghentikan langkahnya berjarak tiga langkah dari dirinya didepannya, melihat biasa. El Scant memajukan langkahnya selangkah mendekati Re Becca. “Ya, sore ini kamu ada jadwal untuk menghadiri acara buka puasa bersama para Dokter, kan?”, Re Becca langsung berbicara meminta sebuah keyakinan. El Scant mengangguk diam lalu menyambung.
“Tapi, ada sesuatu yang harus segera kita urus.”, permisi El Scant bernada lembut.
“Apa, itu sayang?”, tanya Re Becca sedikit manja.
“Kita harus segera mengurus akta kelahiran dari Dhiya memakai nama dari kedua orangtua aslinya.”, ujar El Scant meluruskan.
Re Becca menjadi terkejut menatapnya, sebab sudah tiga tahun kehilangan jejak dari Inairtif. “Sayang, hei?”, tegur El Scant menyadarkan dirinya dari kagetnya. Dan Re Becca pun terpaksa memberi senyuman berbohong dengan menggelengkan kepala, seolah-olah sedang tidak memikirkan apa-apa. “Ya sudah, sayang kaos kakiku mana yah?”, tanya El Scant menanyakan keberadaan kaos kakinya. “Hem, sebentar ada dikamar.”, sahut Re Becca lalu berpaling pergi menuju ke kamar.        
El Scant hanya melihat Re Becca berpaling pergi dari ruang kerjanya. Lalu berpikir kalau Re Becca menjadi terkejut tadi, karna takut Dhiya yang sudah diarawatnya dari bayi akan diambil alih hak asuhnya oleh kedua orangtua aslinya. “Selamanya Dhiya Shiraj akan tetap menjadi anak kita. Akan aku perjuangin hak asuh kita berdua terhadapnya.”, bisik El Scant bersuarakan kecil. Dan tak lama kemudian, dilihatnya Re Becca memasuki ruang kerjanya kembali, membuat El Scant bersemangat.
Begitu sampai didekatnya, Re Becca memintanya untuk duduk disebuah kursi dibaliknya, dan El Scant mematuhi perintahnya masih bersemangat. “Sebelum waktu berbuka tiba, maka sangat dilarang untukku menciummu. Maka dari itu biarkan aku tuk memakaikan kaos kaki ini dikakimu.”, ungkap Re becca menatap tulus. El Scant pun tersenyum mempersilahkan. Re Becca menyimpuhkan dirinya dihadapan El Scant, lalu memakai kaos kaki dikaki El Scant, kiri dan kanan.
Melihat Re Becca telah usai memakaikan kaos kaki pada kedua kakinya, El Scant berdiri dari duduknya, begitupula Re Becca juga berdiri dari simpuhnya. “Bersikap romantis, tidak harus diawali dengan sebuah ciuman. Karna dengan caramu memakaikan kaos kaki pada kedua kakiku, itu lebih romantis bagiku. Semoga bakti yang baru saja kamu lakukan, membuat Allah lebih ikhlas tuk membukakan pintu syurga-Nya untukmu.”, ujar El Scant memberikan sebuah do’a.
“Insya Allah”, sahut Re Becca dengan berkaca-kaca. Sedangkan El Scant memberi senyuman semangat padanya, lalu mereka berdua beralih pergi keluar dari ruangan karna El Scant harus segera pergi sebab kini sudah menunjukkan pukul lima sore.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Setelah dua hari berlalu, Re Becca mencoba mendatangi rumah kediaman tempat Inairtif menetap disana. Alamat rumah dari Inairtif sudah tersimpan pada buku harian miliknya. Dan kini Re Becca sedang dalam perjalanan menuju alamat rumah kediaman dari Inairtif menggunakan sebuah taxi. “Semoga saja Inairtif masih menetap dikediaman yang sama. Sungguh, aku selalu merasa gelisah ketika sudah mendengar El Scant berbicara soal akta kelahiran dari Dhiya.”, gumamnya dihati.
Setibanya disana, security langsung membukakan pintu pagar untuknya setelah ia menjelaskan maksud kedatangannya untuk bertemu dengan Inairtiff. Dan kini Re Becca sudah berada didepan pintu masuk, sudah menekan bel rumah pula. Tak lama, pintu rumah itupun dibuka oleh Inairtif sendiri. Inairtif menjadi terkejut, diam menatapi Re Becca begitupula Re Becca terhadapnya. Kemudian Inairtif mempersilahkannya untuk masuk, keduanya beralih masuk menuju ke ruang tamu.
Dan kini mereka berdua sudah duduk bersama berhadapan, dengan kondisi meja tanpa jamuan karna keduanya sedang berpuasa. “Akhirnya, aku menemukan keberadaanmu setelah tiga tahun hilang kontak denganmu.”, tutur Re Becca bersyukur. Menatap bersahabat. Inairtif menjadi tersenyum mengiyakan. “Apa kabar, bagaimana dirimu? Apakah kamu sudah menikah?”, tanya Re Becca memulai percakapan.
“Alhamdulillah, tidak.”, sahut Inairtif menjawab gugup. Melihat biasa.
“Putrimu sekarang sudah genap berumur tiga tahun. Putrimu adalah seorang anak yang pandai. Aku bersyukur telah merawatnya hingga kini.”, Re Becca mulai bercerita tentang Dhiya.
“Syukur, Alhamdulillah. Semoga Allah memudahkan rezeki untukmu serta keluargamu, dalam merawat putriku untuk kedepannya.”, ucap syukur Inairtif berlanjut mendo’akannya. Masih melihat biasa.
“Bohong, pasti kamu memalingkan keinginanmu untuk bertemu dengannya? Aku paham, aku mengerti, karna aku seorang ibu yang sudah merawat putrimu dari bayi.”, Re Becca mulai menyinggung perasaan Inairtif. Menatap serius.
Inairtif mulai bertatap haru, menunjukkan senyuman kecilnya. “Aku hanya tidak ingin merebut kebahagiaanmu serta keluargamu, dalam merawat putriku. Begitupula putriku yang telah dari bayi dirawat olehmu serta keluargamu.”, ungkap Inairtif menunjukkan rasa pengertiannya. Re Becca menjadi tersenyum padanya mulai menatap haru, sedikit bahagia dibenaknya karna Inairtif tidak ingin mengambil Dhiya dari pelukannya.
Kemudian Re Becca kembali berkata, “Jika suatu hari nanti aku memintamu untuk datang, kamu harus datang ya?! Karna sebuah kejelasan harus kita hadapi bersamamu, dengan seorang lagi yaitu suamiku sendiri.”, Re Becca mengungkap topik pembicaraan. “Insya Allah”, sahut Inairtif menerimanya dengan senyuman. Lalu dengan tiba-tiba ada Raffisa yang mendatangi mereka berdua, mereka berdua menjadi teralihkan ke Raffisa.
“Waw, cantik sekali. Siapa dia?”, puji Re Becca ke Raffisa. Melihat ke Raffisa lalu melihat ke Inairtif. Inairtif baru melihat kepadanya mengatakan, “Dia keponakanku”, masih dengan senyuman. Re Becca yang sudah mendengar penjealsan darinya, meminta Raffisa untuk duduk disampingnya dengan melihat Raffisa. Kemudian mereka bertiga mulai bercakap-cakap, menciptakan suasana kekeluargaan.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Sementara disana, Bayu diruangan pribadinya dirumah sakit, baru saja didatangkan oleh seorang tamu kecil. Seorang tamu kecil itu adalah Dhiya, yang sudah mengetuk pintu ruangan pribadi Bayu untuk bermain. Dan seorang tamu kecil itupun sudah duduk bersebelahan dengan Bayu disebuah kursi khusus tamu. “Wah, putri dari Dokter El Scant, ada yang bisa saya bantu?”, rayu Bayu melihatnya sambil tersenyum. Dhiya menjadi tersenyum menunjukkan giginya kepadanya.
“Dhiya Shiraj, setiap om ketemu sama Dhiya. Om selalu teringat dengan seorang putri asuh om dulu, namanya Raffisa.”, tutur Bayu mengingat Raffisa lagi.
“Raffisa siapa, om? Apakah dia dulu pernah dirawat sama om? Sama halnya dengan Dhiya dirawat oleh abi dan ami.”, tanya Dhiya menatap polos kepadanya.
“Sangat benar sayang.”, sambil mencubit kecil pipi Dhiya. “Kemarin Om sempat ketemu di bandara, tapi om menjadi enggan tuk menyapa karna ada tantenya.”, cerita Bayu bertatap pengertian ke Dhiya.
“Om suka ya sama tante dari dia. Soalnya abi tadi bilang, kalau om belum punya pacar karna om takut sama perempuan.”, tutur Dhiya masih melihat polos.
“Oh ya, terus, abi berkata apa lagi tentang om?”, tanya Bayu ingin mendengar kelanjutan yang dikatakan El Scant pada putrinya.
“Sebenarnya Dhiya tadi berkata bohong. Om, berhasil masuk dalam permainan Dhiya. Yeeeh.”, jujur Dhiya sambil tertawa kecil melihat ceria.
Bayu pun menjadi tertawa menggeleng, lalu tiba-tiba saja wajah ceria dari Dhiya mengingatkannya pada wajah Inairtif. Bayu menjadi hening menatapi wajah ceria dari Dhiya. “Om, maafin Dhiya ya.”, Dhiya meminta maaf kemudian. Dan Bayu menggeleng memberi senyum lalu memeluk Dhiya seolah-olah perasaannya sedang memeluk Inairtif. “Pertemukan aku dengannya sekali lagi ya Allah.”, gumamnya dihati. Sedangkan Dhiya memilih diam namun merasa sebuah kenyamanan.

Selang waktu berjalan. . . .

hari sudah memasuki sore, Dhiya bersama El Scant sedang berdiri didepan lift rumah sakit. Dhiya sedang menunggu El Scant berbicara dengan seorang Dokter. Sambil menunggu El Scant berbicara, Dhiya teringat dengan sebuah kenyamanan dari pelukan yang telah diberikan oleh Bayu. Sebab baru sekali ini Bayu memberi pelukan padanya, dan Dhiya merasakan sebuah kenyamanan yang berbeda dari pelukan yang selalu diberikan oleh El Scant kepadanya, sebagai ayahnya.
                “Abi, coba peluk aku sebentar!”, perintah kecil Dhiya ketika melihat pembicaraan El Scant telah usai bersama seorang Dokter. El Scant langsung menurutinya, menggendongnya lalu memberi pelukan. Sementara seorang Dokter tadi sudah pergi. “Kok, rasanya seperti lebih nyaman om Bayu? Padahalkan, abi Dhiya adalah Dokter El Scant?”, tanyanya bergumam dihati. Lalu melihat wajah El Scant dengan menatapinya hening, begitupun El Scant.
“Sekarang, abi mau sholat ashar dimusholla dan Dhiya makan sore dikantin dekat musholla yah.”, El Scant mengajaknya hingga membuat Dhiya menjadi tersenyum namun pertanyaan tadi masih berlaku pada dirinya. Dhiya hanya memberikan senyuman palsu tuk meniadakan keheningan. Dan kini El Scant membawa Dhiya memasuki lift untuk naik kelantai dua, karna musholla rumah sakit berada dilantai dua.

Malam harinya. . . .

Dhiya tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya dipertenaghan malam. Ia terbangun dengan langsung terduduk, melihat ke wajah El Scant yang masih tertidur. Kemudian Dhiya merebahkan wajahnya sendiri kewajah El Scant akan bercurahkan sesuatu. “Dhiya sayang, abi. Mungkin karna om Bayu terlalu sayang sama Dhiya, membuat Dhiya merasa begitu lebih nyaman berada dalam pelukannya disbanding pelukan abi.”, curahannya meneteskan airmata sedih. Lalu tertidur dikeadaan yang sama.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar