Esoknya dipagi hari, kini sudah
tiba saatnya Urnus untuk segera pulang ke Amerika meninggalkan tanah airnya.
Urnus dan Bayu, keduanya sudah berada di Bandara. Bayu dengan pakaian jas
dokternya, sedang duduk menunggu Urnus usai melakukan check-in didalam gedung
bandara. “Saat yang terberat bagi seorang muslim, ialah menyaksikan perpisahan
dengan saudara sesama seorang muslim,”, gumam Bayu dihati meratapi pintu
check-in di bandara tersebut.
Kemudian dilihatnya Urnus keluar
dari pintu check-in, lalu berdiri didepan pintu check-in tersebut. Dan itu
membuat Bayu terbangun dari duduknya, berjalan sedikit cepat tuk menghampiri
dirinya. Sesungguhnya didalam hati keduanya, mereka berdua masih ingin bersama
namun waktu sudah memutuskan untuk berpisah lagi. Urnus langsung memberi
senyuman padanya, ketika Bayu sudah berhenti didepannya. Bayu pun memberi senyuman
balik kepadanya.
“Kini sudah tiba saatnya kita
untuk berpisah lagi, sahabat sejatiku.”, ungkap perpisahan Urnus padanya. Lalu
beralih melihat kearah kirinya. “Bayu, dia adalah seorang wanita berhijab yang
terakhir aku ceritakan padamu, sewaktu kita masih berada ditaman itu.”, Urnus
berkata menunjukkannya. Bayu pun ikut beralih melihat apa yang telah dilihat
oleh Urnus. Dan mereka berduapun kini sama-sama menyadari kalau mereka berdua
telah melihat seorang yang sama, seorang itu adalah Inairtif.
Bayu masih melihat Inairtif
dikejauhan bersama Raffisa serta kakak iparnya, yang tak kunjung membalas balik
tuk melihat padanya. Kemudian Urnus berbicara lagi, kalau ia harus segera tuk
memasuki pesawat tumpangannya. Bayu yang sudah mendengarnya, baru melhat padanya
kembali. Memberi pelukan perpisahan, begitupun Urnus. Lalu keduanya bersama
melepaskan pelukan perpisahannya, dan kini Bayu sedang melihat Urnus berjalan
didalam gedung bandara dari jendela.
Sementara dikejauhan, Inairtif
sedang berbincang-bincang bersama Raffisa serta kakak iparnya. Karna sebentar
lagi kakak iparnya harus terbang keluar kota, untuk bekerja disana selama
beberapa hari. Kemudian Inairtif tidak sengaja melihat Bayu sedang berjalan
sambil melihat padanya. Kini mereka berdua saling berpandangan acuh dikejauhan,
lalu dihentikan oleh Bayu yang mengalihkan pandangannya berjalan menuju
parkiran mobilnya.
Lima menit kemudian. . . .
Inairtif masih pada tempatnya, ia
sedang mendengarkan percakapan Raffisa dan kakak iparnya saja. Sebab perhatiannya
kini sudah tertuju pada Bayu, yang tadi sudah ditemuinya kembali. Lalu Inairtif
terpandang ke mobil Bayu dikendarai oleh Bayu sendiri, yang sedang melewatinya
dikejauhan. “Dokter, kini aku merasa getaran karna melihatmu sedang mengendarai
mobil milikmu sendiri.”, ujar Inairtif mengungkap dihatinya. Menatapi mobil
Bayu yang sudah berjalan menjauh meninggalkan bandara.
Sementara Bayu didalam masih
mengendarai mobilnya, akan mengungkap kata sambil merenungkan. “Aku baru saja
melakukan perpisahan dengan saudaraku sesama muslim. Dan tadi aku tidak sengaja
melihat dia, bertemu walaupun seolah kami tidak pernah bertemu sebelumnya.
Tuhan, apakah Engkau menukar kepergian sahabatku dengan kedatangan dia
kembali?”, ungkapnya berbisik keluh tanya.
Namun daripada itu, mereka berdua
sama-sama merasa bersyukur karna Tuhan telah mempertemukan keduanya kembali.
Dan seperti apa kelanjutan kisah dari keduanya, simak saja terus ceritanya,
jangan merasa bosan dahulu. Hehehe
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Dirumah kediaman El Scant, El
Scant sedang menemani putrinya memberi makanan pada hewan ikan ditaman samping
rumah. Dhiya begitu ceria dalam masih memberi makan hewan ikan. Membuat El
Scant begitu merasa senang terpesona dengan keceriaan dirinya. “Sayang itu ikan
apa?”, tanya El Scant mencoba menggoda. “Ikan Mas, abi.”, jawab Dhiya
perhatiaannya masih memberi makan hewan ikan. “Oh, namanya seperti mas penjual
bakso yah, heeem.”, sahut El Scant semakin menggoda.
Sementara Dhiya beralih dengan
berlari kearah El Scant, lalu berdiam dihadapannya. El Scant yang sedang
terduduk pun melihat diam kepadanya. “Abi, Dhiya mau seekolaaah!!”, tegas Dhiya
mengungkap keinginannya. Melihat serius. El Scant memberi senyuman. “Abiii,
Dhiya mau masuk playgroup!!”, tegas Dhiya lagi mengungkap keinginannya. El
Scant kembali tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Jadi, Dhiya boleh masuk
playgroup?”, tanya Dhiya memendam rasa bahagianya. El Scant menjadi tertawa
kecil bahagia, menganggukkan kepalanya lagi. Dan Dhiya pun mencium kening dari
El Scant, menunjukkan rasa sayangnya, lalu melepaskannya menatap bahagia serta
senyuman ceria. “Jangan cium lagi ya, nanti puasanya abi jadi batal loh.”, El
Scant berkata menggodanya lagi. Dan mereka berdua menjadi tertawa bersama menunjukkan
keceriaannya masing-masing.
Sore harinya. . . .
El Scant kini sedang berada
diruang kerja rumahnya, bersiap-siap untuk menghadiri acara buka puasa bersama
para Dokter dirumah sakit tempatnya bekerja. Ia sedang mencoba memakai sebuah
dasi, lalu teringat dengan ungkapan Dhiya yang menginginkan bersekolah
diplaygroup. Mengenai hal itu, El Scant mengambil ponselnya meminta Re Becca
tuk segera menemuinya diruang kerja rumahnya. Dan tak lama kemudian, Re Becca
pun memasuki ruang kerja dirinya, El Scant berbalik ke arah Re Becca.
Re Becca baru saja menghentikan
langkahnya berjarak tiga langkah dari dirinya didepannya, melihat biasa. El
Scant memajukan langkahnya selangkah mendekati Re Becca. “Ya, sore ini kamu ada
jadwal untuk menghadiri acara buka puasa bersama para Dokter, kan?”, Re Becca
langsung berbicara meminta sebuah keyakinan. El Scant mengangguk diam lalu
menyambung.
“Tapi, ada sesuatu yang harus
segera kita urus.”, permisi El Scant bernada lembut.
“Apa, itu sayang?”, tanya Re Becca
sedikit manja.
“Kita harus segera mengurus akta
kelahiran dari Dhiya memakai nama dari kedua orangtua aslinya.”, ujar El Scant
meluruskan.
Re Becca menjadi terkejut
menatapnya, sebab sudah tiga tahun kehilangan jejak dari Inairtif. “Sayang,
hei?”, tegur El Scant menyadarkan dirinya dari kagetnya. Dan Re Becca pun
terpaksa memberi senyuman berbohong dengan menggelengkan kepala, seolah-olah
sedang tidak memikirkan apa-apa. “Ya sudah, sayang kaos kakiku mana yah?”, tanya
El Scant menanyakan keberadaan kaos kakinya. “Hem, sebentar ada dikamar.”,
sahut Re Becca lalu berpaling pergi menuju ke kamar.
El Scant hanya melihat Re Becca
berpaling pergi dari ruang kerjanya. Lalu berpikir kalau Re Becca menjadi
terkejut tadi, karna takut Dhiya yang sudah diarawatnya dari bayi akan diambil
alih hak asuhnya oleh kedua orangtua aslinya. “Selamanya Dhiya Shiraj akan
tetap menjadi anak kita. Akan aku perjuangin hak asuh kita berdua
terhadapnya.”, bisik El Scant bersuarakan kecil. Dan tak lama kemudian,
dilihatnya Re Becca memasuki ruang kerjanya kembali, membuat El Scant
bersemangat.
Begitu sampai didekatnya, Re Becca
memintanya untuk duduk disebuah kursi dibaliknya, dan El Scant mematuhi
perintahnya masih bersemangat. “Sebelum waktu berbuka tiba, maka sangat
dilarang untukku menciummu. Maka dari itu biarkan aku tuk memakaikan kaos kaki ini
dikakimu.”, ungkap Re becca menatap tulus. El Scant pun tersenyum
mempersilahkan. Re Becca menyimpuhkan dirinya dihadapan El Scant, lalu memakai
kaos kaki dikaki El Scant, kiri dan kanan.
Melihat Re Becca telah usai
memakaikan kaos kaki pada kedua kakinya, El Scant berdiri dari duduknya,
begitupula Re Becca juga berdiri dari simpuhnya. “Bersikap romantis, tidak
harus diawali dengan sebuah ciuman. Karna dengan caramu memakaikan kaos kaki
pada kedua kakiku, itu lebih romantis bagiku. Semoga bakti yang baru saja kamu
lakukan, membuat Allah lebih ikhlas tuk membukakan pintu syurga-Nya untukmu.”,
ujar El Scant memberikan sebuah do’a.
“Insya Allah”, sahut Re Becca
dengan berkaca-kaca. Sedangkan El Scant memberi senyuman semangat padanya, lalu
mereka berdua beralih pergi keluar dari ruangan karna El Scant harus segera
pergi sebab kini sudah menunjukkan pukul lima sore.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Setelah dua hari berlalu, Re Becca
mencoba mendatangi rumah kediaman tempat Inairtif menetap disana. Alamat rumah
dari Inairtif sudah tersimpan pada buku harian miliknya. Dan kini Re Becca
sedang dalam perjalanan menuju alamat rumah kediaman dari Inairtif menggunakan
sebuah taxi. “Semoga saja Inairtif masih menetap dikediaman yang sama. Sungguh,
aku selalu merasa gelisah ketika sudah mendengar El Scant berbicara soal akta
kelahiran dari Dhiya.”, gumamnya dihati.
Setibanya disana, security
langsung membukakan pintu pagar untuknya setelah ia menjelaskan maksud kedatangannya
untuk bertemu dengan Inairtiff. Dan kini Re Becca sudah berada didepan pintu
masuk, sudah menekan bel rumah pula. Tak lama, pintu rumah itupun dibuka oleh
Inairtif sendiri. Inairtif menjadi terkejut, diam menatapi Re Becca begitupula
Re Becca terhadapnya. Kemudian Inairtif mempersilahkannya untuk masuk, keduanya
beralih masuk menuju ke ruang tamu.
Dan kini mereka berdua sudah duduk
bersama berhadapan, dengan kondisi meja tanpa jamuan karna keduanya sedang
berpuasa. “Akhirnya, aku menemukan keberadaanmu setelah tiga tahun hilang
kontak denganmu.”, tutur Re Becca bersyukur. Menatap bersahabat. Inairtif
menjadi tersenyum mengiyakan. “Apa kabar, bagaimana dirimu? Apakah kamu sudah
menikah?”, tanya Re Becca memulai percakapan.
“Alhamdulillah, tidak.”, sahut
Inairtif menjawab gugup. Melihat biasa.
“Putrimu sekarang sudah genap
berumur tiga tahun. Putrimu adalah seorang anak yang pandai. Aku bersyukur
telah merawatnya hingga kini.”, Re Becca mulai bercerita tentang Dhiya.
“Syukur, Alhamdulillah. Semoga
Allah memudahkan rezeki untukmu serta keluargamu, dalam merawat putriku untuk
kedepannya.”, ucap syukur Inairtif berlanjut mendo’akannya. Masih melihat
biasa.
“Bohong, pasti kamu memalingkan
keinginanmu untuk bertemu dengannya? Aku paham, aku mengerti, karna aku seorang
ibu yang sudah merawat putrimu dari bayi.”, Re Becca mulai menyinggung perasaan
Inairtif. Menatap serius.
Inairtif mulai bertatap haru,
menunjukkan senyuman kecilnya. “Aku hanya tidak ingin merebut kebahagiaanmu
serta keluargamu, dalam merawat putriku. Begitupula putriku yang telah dari
bayi dirawat olehmu serta keluargamu.”, ungkap Inairtif menunjukkan rasa
pengertiannya. Re Becca menjadi tersenyum padanya mulai menatap haru, sedikit
bahagia dibenaknya karna Inairtif tidak ingin mengambil Dhiya dari pelukannya.
Kemudian Re Becca kembali berkata,
“Jika suatu hari nanti aku memintamu untuk datang, kamu harus datang ya?! Karna
sebuah kejelasan harus kita hadapi bersamamu, dengan seorang lagi yaitu suamiku
sendiri.”, Re Becca mengungkap topik pembicaraan. “Insya Allah”, sahut Inairtif
menerimanya dengan senyuman. Lalu dengan tiba-tiba ada Raffisa yang mendatangi
mereka berdua, mereka berdua menjadi teralihkan ke Raffisa.
“Waw, cantik sekali. Siapa dia?”,
puji Re Becca ke Raffisa. Melihat ke Raffisa lalu melihat ke Inairtif. Inairtif
baru melihat kepadanya mengatakan, “Dia keponakanku”, masih dengan senyuman. Re
Becca yang sudah mendengar penjealsan darinya, meminta Raffisa untuk duduk
disampingnya dengan melihat Raffisa. Kemudian mereka bertiga mulai
bercakap-cakap, menciptakan suasana kekeluargaan.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Sementara disana, Bayu diruangan
pribadinya dirumah sakit, baru saja didatangkan oleh seorang tamu kecil.
Seorang tamu kecil itu adalah Dhiya, yang sudah mengetuk pintu ruangan pribadi
Bayu untuk bermain. Dan seorang tamu kecil itupun sudah duduk bersebelahan
dengan Bayu disebuah kursi khusus tamu. “Wah, putri dari Dokter El Scant, ada
yang bisa saya bantu?”, rayu Bayu melihatnya sambil tersenyum. Dhiya menjadi
tersenyum menunjukkan giginya kepadanya.
“Dhiya Shiraj, setiap om ketemu
sama Dhiya. Om selalu teringat dengan seorang putri asuh om dulu, namanya
Raffisa.”, tutur Bayu mengingat Raffisa lagi.
“Raffisa siapa, om? Apakah dia
dulu pernah dirawat sama om? Sama halnya dengan Dhiya dirawat oleh abi dan
ami.”, tanya Dhiya menatap polos kepadanya.
“Sangat benar sayang.”, sambil
mencubit kecil pipi Dhiya. “Kemarin Om sempat ketemu di bandara, tapi om menjadi
enggan tuk menyapa karna ada tantenya.”, cerita Bayu bertatap pengertian ke
Dhiya.
“Om suka ya sama tante dari dia.
Soalnya abi tadi bilang, kalau om belum punya pacar karna om takut sama
perempuan.”, tutur Dhiya masih melihat polos.
“Oh ya, terus, abi berkata apa
lagi tentang om?”, tanya Bayu ingin mendengar kelanjutan yang dikatakan El
Scant pada putrinya.
“Sebenarnya Dhiya tadi berkata
bohong. Om, berhasil masuk dalam permainan Dhiya. Yeeeh.”, jujur Dhiya sambil
tertawa kecil melihat ceria.
Bayu pun menjadi tertawa
menggeleng, lalu tiba-tiba saja wajah ceria dari Dhiya mengingatkannya pada wajah
Inairtif. Bayu menjadi hening menatapi wajah ceria dari Dhiya. “Om, maafin
Dhiya ya.”, Dhiya meminta maaf kemudian. Dan Bayu menggeleng memberi senyum lalu
memeluk Dhiya seolah-olah perasaannya sedang memeluk Inairtif. “Pertemukan aku
dengannya sekali lagi ya Allah.”, gumamnya dihati. Sedangkan Dhiya memilih diam
namun merasa sebuah kenyamanan.
Selang waktu berjalan. . . .
hari sudah memasuki sore, Dhiya
bersama El Scant sedang berdiri didepan lift rumah sakit. Dhiya sedang menunggu
El Scant berbicara dengan seorang Dokter. Sambil menunggu El Scant berbicara,
Dhiya teringat dengan sebuah kenyamanan dari pelukan yang telah diberikan oleh
Bayu. Sebab baru sekali ini Bayu memberi pelukan padanya, dan Dhiya merasakan
sebuah kenyamanan yang berbeda dari pelukan yang selalu diberikan oleh El Scant
kepadanya, sebagai ayahnya.
“Abi,
coba peluk aku sebentar!”, perintah kecil Dhiya ketika melihat pembicaraan El
Scant telah usai bersama seorang Dokter. El Scant langsung menurutinya,
menggendongnya lalu memberi pelukan. Sementara seorang Dokter tadi sudah pergi.
“Kok, rasanya seperti lebih nyaman om Bayu? Padahalkan, abi Dhiya adalah Dokter
El Scant?”, tanyanya bergumam dihati. Lalu melihat wajah El Scant dengan
menatapinya hening, begitupun El Scant.
“Sekarang, abi mau sholat ashar
dimusholla dan Dhiya makan sore dikantin dekat musholla yah.”, El Scant
mengajaknya hingga membuat Dhiya menjadi tersenyum namun pertanyaan tadi masih
berlaku pada dirinya. Dhiya hanya memberikan senyuman palsu tuk meniadakan
keheningan. Dan kini El Scant membawa Dhiya memasuki lift untuk naik kelantai
dua, karna musholla rumah sakit berada dilantai dua.
Malam harinya. . . .
Dhiya tiba-tiba saja terbangun
dari tidurnya dipertenaghan malam. Ia terbangun dengan langsung terduduk,
melihat ke wajah El Scant yang masih tertidur. Kemudian Dhiya merebahkan wajahnya
sendiri kewajah El Scant akan bercurahkan sesuatu. “Dhiya sayang, abi. Mungkin
karna om Bayu terlalu sayang sama Dhiya, membuat Dhiya merasa begitu lebih
nyaman berada dalam pelukannya disbanding pelukan abi.”, curahannya meneteskan
airmata sedih. Lalu tertidur dikeadaan yang sama.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar