Hari telah berganti, memasuki
siang bolong Bayu diruangan prakteknya sedang menyusun beberapa berkas. Tepat didepan
meja kerjanya membelakangi pintu ruangannya. Kemudian Inairtif membuka pintu
ruangannya dengan mengucapkan salam, dan Bayu yang sudah mendengarnya menyuruh
dirinya untuk duduk sendiri dulu karna Bayu masih sibuk dengan menyusun
berkasnya. Dan kini Inairtif telah duduk dikursi yang berada disamping tempat
tidur pasien, diarah kanan darinya.
“Mengapa Dokter begitu kesal, saat
sudah mengetahui saya sudah berkeluarga?”, tanya Inairtif melihatnya yang masih
sibuk.
“Teruskan lagi pertanyaan dirimu?”,
Bayu meminta Inairtif tuk meneruskan tanyanya. Masih sibuk dengan menyusun
berkasnya.
“Darimana Dokter mendapat kabar
berita kalau saya sudah berkeluarga?”, tanya Inairtif ingin mengetahui.
“Kemarin aku tidak sengaja
melihatmu keluar dari ruangan praktek, Dokter El Scant. Lalu aku tanyakan
kedatanganmu padanya. Ya, kamu adalah orangtua kandung perempuan dari Dhiya
Shiraj!”, ungkap Bayu meluruskan tegas diujungnya. Lalu berjalan menuju ke meja
dibelakang kursi kerjanya, meletakkan berkasnya.
“Sesungguhnya aku belum
berkeluarga, dan itulah kabar yang tepat!”, tegas Inairtif mulai melihatnya
sedikit dingin. Bayu menjadi terdiam menatap dinding, lalu melihat ke Inairtif.
“Jangan-jangan, kamu sudah
membodohi sahabatku!”, tegas Bayu bertatap dingin. Mulai curiga.
Inairtif menjadi kaget, karna baru
mengetahui kalau keduanya sangat bersahabat. “Apa? Kalian berdua bersahabat?”,
tanya Inairtif masih kaget menatap tanya dengan berdiri dari duduknya. Bayu
melipatkan kedua tangannya berdiam menatapnya. “Bagaimana ini? Dua orang ini
sangat dekat? Aku tidak bisa berpikir jernih!”, tanyanya disertai rintihan
tegas dalam hatinya. Menatap Bayu mulai cemas. Dan seketika mereka menjadi
berpandangan diam, saling memikirkan sesuatu.
Lalu dihentikan oleh adzan yang
menandakan sholat dzuhur telah tiba. Pandangan diam mereka pun menjadi
terhenti, karna Inairtif mengucap salam untuk pamit, Bayu menjawab salam
darinya sembari mempersilahkannya. Dengan ketiadaan Inairtif didalam
ruangannya, Bayu pun tiada lagi memikirkan apa yang sudah didebatkannya bersama
Inairtif tadi.
Sore harinya. . . .
Bayu bersama El Scant serta Dhiya,
sedang ngabuburit diruangan terbuka, tepatnya disebuah taman. Mereka bertiga
bermain bersama ditaman itu, dan hampir semua wahana permainan telah dicoba
oleh Dhiya. Dhiya yang ceria, penuh semangat membuat keduanya lupa dengan rasa
lelah yang mungkin ada mereka berdua rasakan. Karna Dhiya telah mengajak mereka
berlari kecil, berjalan menyusuri tempat-tempat ditaman itu.
Dan kini mereka bertiga sedang
beristirahat, disebuah pondokan ditepi jalan masih disisi taman itu. Mereka
bertiga sedang bersantai melihat kendaraan yang melintas. Kemudian dengan
tiba-tiba sebuah cahaya kilat menyilaukan datang ke arah mereka bertiga, lalu
disambung dengan suara petir hingga membuat Dhiya menjadi reflek berkata “Abi”
dengan tubuhnya menghadap ke arah Bayu. Dan Bayu menjadi reflek pula langsung
menggendong Dhiya, mencoba menenangkannya didalam pelukan.
El Scant yang sudah melihatnya
menjadi kaget sendiri, begitupun Inairtif yang tidak sengaja melihat kepada
mereka berdua ketika melewati tempat mereka bertiga sedang berdiam bersama.
Disaat yang bersamaan menggunakan kendaraan mobil taxi. Namun El Scant memilih
diam mamendamnya sendiri saja walau rasa curiga bercampur tanya telah dirasakannya
ketika dan sesudah melihat keduanya.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Hari telah berganti, Dirumah sakit
Inairtif sedang duduk bersama para pasien yang sedang mengantri untuk bisa
berkonsultasi dengan Dokter Bayu. Inairtif sedang menunggu Raffisa yang sedang
berkonsultasi pada Dokter Bayu bersama kakak iparnya. Kini Inairtif melihat
nama Dokter Bayu pada pintu ruang praktek itu, gelisah muncul dibenaknya
berharap akan bisa segera membuka rahasia yang sudah lama disembunyikannya dari
Dokter Bayu.
“Bagaimana, kalau Dokter Bayu
mengetahui, Dhiya Shiraj adalah putri kandungnya? Lalu bagaimana dengan
hubungan persaudaraan diantara mereka berdua, jikalau keduanya telah mengetahui
itu?”, tanya dibenaknya semakin menggelisahkan. Sebab pada awalnya, Inairtif
tidak pernah membayangkan bahwa akan menjadi serumit ini. Namun daripada itu,
Inairtif bertekad akan mencoba menjelaskannya satu-persatu ketika sudah tiba
waktunya untuk berbicara terhadap mereka semua.
Beberapa saat kemudian. . . .
Kini Inairtif bersama Raffisa
serta kakak iparnya, sedang mengantri dibagian apotek rumah sakit. Mereka duduk
bertiga secara bersejajar dengan Raffisa berada ditengahnya. Dan disudut sana,
Dokter El Scant tidak sengaja melihat Inairtif sedang bersama mereka berdua. El
Scant pun langsung berpikir kalau mereka berdua adalah seorang suami juga
seorang anak dari Inairtif. Dan kini El Scant mengambil kesempatan untuk
berbicara dengan Inairtif, ketika melihat seorang lelaki bersama Inairtif
beralih pergi.
Tinggallah Inairtif bersama
Raffisa ditempat itu. Inairtif masih setia menunggu, walau sudah sedikit merasa
bosan dalam menunggu. Lalu ia menjadi terkejut ketika baru saja menoleh kearah
kanannya, karna Dokter El Scant sudah duduk disebelahnya, menatap padanya
curiga. “Ya ampun, ada apa Dokter El Scant kesini?”, gumamnya bertanya sendiri
dihati mulai menatapinya.
“Selamat pagi. Masih lancar
puasanya?”, tanya Dokter El Scant menyapa. Raffisa perhatiannya menjadi ke
Dokter El Scant.
“Selamat pagi juga, Dokter.
Alhamdulillah, puasa saya masih berlanjut pada hari ini.”, sahut Inairtif
sedikit tertegun.
“Cantik sekali, dia anakmu?”,
tanya El Scant melihat ke Raffisa lalu melihat ke Inairtif lagi. Raffisa
tersenyum padanya.
“Dia, keponakan saya. Dia,
Raffisa, yang dulu pernah dirawat oleh Dokter Bayu sewaktu dia masih bayi.”,
ujar Inairtif mengulang masa dulu dengan melihat ke Raffisa. El Scant menjadi
teringat masa yang dulu menatapi Raffisa, sedikit kagum.
“Lalu kapan, kau akan
mempertemukan aku dengan suamimu?”, tanya El Scant secara tiba-tiba. Raffisa
menjadi kaget melihat ke Inairtif. Inairtif mencoba tenang walau sudah merasa
kaget melihat lagi ke El Scant. “Insya Allah, dengan secepatnya Dokter!!”,
tegasnya menyahut dalam keraguan. Berusaha menatap tenang. Dokter El Scant pun
menjadi tersenyum berterimakasih, lalu berpamitan karna harus kembali keruang
prakteknya.
Sedangkan Inairtif menjadi berdiri
dari duduknya, karna nama dari Raffisa sudah dipanggil untuk segera mengambil
obat diapotek tersebut sesuai dengan resep dari Dokter Bayu. Raffisa yang masih
duduk ditempatnya, mencoba melihat ke arah kirinya, lalu dilihatnya Dokter Bayu
sedang berjalan bersama seorang suster. “Dokter Bayu, halo.”, sapanya sedikit
keras sehingga Dokter Bayu dan susternya dapat mendengarnya melihat padanya.
Dokter Bayu memberi senyum
membalas sapa darinya tetap berjalan, dan Raffisa menjadi tersenyum manja karna
merasa kagum melihat sikap Dokter Bayu yang langsung meresponnya dengan
senyuman termanisnya.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Ketika hari sudah memasuki siang
dihari yang sama, Bayu mengendarai kendaraan mobilnya dari parkiran khusus
kendaraan Dokter. Bayu berniat akan pulang kerumahnya demi mengambil suatu
berkas yang tertinggal dirumah kediamannya. Namun ketika sudah melewati didepan
lobby rumah sakit, Inairtif mencoba menghalanginya dengan berdiri diarah depan
mobil kendaraan Bayu. Memekarkan kelima jarinya sembari menunjukkannya
seolah-olah menyuruh Bayu untuk berhenti.
Bayu pun menghentikan
kendaraannya, lalu membuka pintu mobilnya berjalan menghampiri Inairtif. Dan
mereka berdua kini sudah berdiri saling berhadapan didepan mobil tersebut.
“Aku ingin bicara!”, tegas
Inairtif melihat memohon gelisah.
“Dengan siapa kau kesini?”, tanya
Bayu melihat tegas tanya.
“Dengan keluargaku.”, sahut
Inairtif memberitahu.
“Hah, keluargamu? Aku masih kecewa
dengan status barumu itu!”, tanya Bayu menyahut tidak suka menegaskan. Bayu
tidak mengetahui kalau Inairtif bersama Raffisa serta kakak iparnya.
“Tapi Dokter, aku harus bicara!
Esok, aku akan mendatangimu dirumah sakit ini lagi!”, tegas Inairtif
mempertegas keinginannya. Menunjukkan ketulusannya dalam bicara.
Dokter Bayu memalingkan wajahnya
kesamping kanan, mencoba memikirkan perkataan darinya yang terakhir. Lalu mulai
dirasakannya jika Inairtif telah tulus berkata yang demikian itu, dan Dokter
Bayu akan berkata lagi. “Baiklah. Tapi sekarang izinkan aku untuk pergi.”,
sahut Dokter Bayu berbahasa bijak masih memalingkan wajahnya kesamping
kanannya. Inairtif menjadi tersenyum lepas, kedua matanya mulai berbinar-binar
menatapnya.
Lalu memundurkan langkahnya sambil
berkata, “Aku akan menepati janjiku, Dokter.”, berhenti didepan dibagian kiri
kendaraan mobil Dokter Bayu. Sementara Dokter Bayu baru kembali melihat padanya
merenung, lalu beralih kembali memasuki kendaraan mobilnya. Sedangkan Inairtif
menunduk melihat kebawah, memikirkan janjinya dengan Dokter Bayu pada hari
esok. Lalu menegakkan kepalanya melihat lagi ke Dokter Bayu karna mendengar
klakson mobil darinya berisyarat pamit padanya.
Dan kini Inairtif hanya melihat
Dokter Bayu mengendarakan kendaraan mobilnya melewati dirinya, membiarkannya
serta melalukannya. Kemudian disusul dengan Raffisa serta kakak iparnya yang
baru mendatangi dirinya, berdiam disebelah kanannya. “Ina sudah membuat janji.
Dan Ina harus menepatinya. Karna janji adalah hutang.”, kakak iparnya mencoba
menyapanya. Inairtif masih melihat kendaraan mobil Bayu yang masih terlihat
hingga akhirnya tiada dari penglihatannya.
“Kakak, apa yang sudah aku
lakukan, apa yang sudah aku katakan tadi. Hanya satu alasan yang aku tau.”,
ungkap Inairtif dengan melihat ke kakak iparnya. Kakak iparnya berdiam
meantapinya, begitupula Raffisa padanya. “Subahanallah aku menyayanginya.
Jantungku selalu berdebar ketika teringat, bahkan bila saat aku mengingat dirinya.
Aku selalu merindukan masa-masa kami terdahulu.”, Inairtif semakin
mengungkapnya. Berujarkan kejujuran. Hingga menyentuh perasaan kakak iparnya.
Tak ingin akan menjadi larut dalam
keharuan yang bukan pada tempatnya. Kakak iparnya mengajaknya untuk segera
pulang. Dan Inairtif langsung menerima ajakan dari kakak iparnya itu, dengan
menarik lembut tangan Raffisa untuk berjalan bersama. Sedang kakak iparnya yang
tertinggal, menjadi tersenyum mulai berjalan menyusul mereka berdua.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Sore harinya disebuah café, Re
Becca membuat janji untuk bertemu dengan Inairtif. Re Becca sudah duduk menanti
kedatangan Inairtif dicafe tersebut, dan Inairtif baru terlihat sedang berjalan
menghampiri dirinya setelah sepuluh menit menunggu. Dan kini mereka berdua
sudah duduk bersama dengan berhadapan memandangi satu sama lain.
“El Scant sudah menceritakan
tentang pertemuannya denganmu. Dari gaya bicaranya yang menceritakan
pertemuannya denganmu, aku merasa dia sangat welcome terhadapmu.”, Re Becca
memulai. Melihat ceria. Inairtif mendengarkan hening, akan menyambung.
“Itu tandanya, dia sudah menerima
kehadiran orangtua kandung dari Dhiya. Saya bersyukur, karna Dhiya dirawat
dengan orangtua pengganti seperti kamu beserta suamimu.”, ucap syukur Inairtif
mulai melihat ceria. Re Becca menjadi tertawa kecil.
“El Scant bercerita, jika kamu
telah duduk bersama seorang anak dan juga seorang lelaki yang mungkin merupakan
seorang suami darimu. Saat ketika masih sedang mengantri diapotek rumah sakit,
tempat suamiku telah bekerja. Apakah itu benar? Karna pemikiran darinya kalau
dua orang yang sedang bersamamu adalah keluarga kecil darimu?”, ungkap Re Becca
menceritakan topic pembicaraannya.
“Bukan mereka, karna yang terlihat
oleh Dokter El Scant adalah Raffisa dan kakak iparku.”, Inairtif menjelaskan
dengan kejujurannya. Mulai merasa tegang. Re Becca kembali tertawa kecil.
“Iya, masih aku ingat dengan
pengakuan dirimu yang menyatakan belum menikah. Tapi setidaknya, aku mohon
untuk kau bawa teman lelaki yang telah menjadi pendonor itu, untuk menghadap
suamiku! Aku akan membantu menngatur scenario kalau kalian berdua benar sudah
menikah.”, bujuk Re Becca memberi perintah ajakan.
Inairtif menjadi termenung melihatnya,
memikirkan perkataan darinya. Ia mulai merasa dilema, memakai cara apa yang
harus diambilnya. Memakai cara yang akan dilakukannya sendiri yaitu dengan
berterus terang pada Bayu, atau memilih memakai cara dari Re Becca. Namun telah
ada satu yang sudah menjadi pemikirannya, bahwa ia tidak ingin memalsukan sosok
ayah biologis dari putrinya, Dhiya. “Beri saya waktu, sungguh terasa sulit bila
harus memutuskan caranya sekarang.”, bantah kecilnya beralasan.
Re Becca langsung menganggukkan
kepalanya sambil tersenyum mengiyakan, sedangkan Inairtif membalasnya dengan
memberi senyuman palsu. “Ya Allah, bantu aku memperjuangkan apa yang sudah aku
niatkan sebelum benar bertindak.”, doanya merintih menyembunyikan gelisahnya
dengan senyuman yang masih tertunjuk.
Malam harinya. . . .
Setelah melakukan sholat tarawih
berjama’ah di masjid didekat rumah kediamannya, Bayu memutuskan untuk melakukan
tadarus dirumah saja. Sebab ada beberapa tugas yang harus segera
diselesaikannya untuk hari esok. Dan kini ia sedang melakukan tadarus sendiri
dirumah kediamannya, dengan cara membaca tanpa melihat al-qur’an menguji
kehafalannya. Saat ketika Bayu sudah membaca surat Taha ayat 26-28.
tiba-tiba saja terdengar suara
yang menyerukan nama Allah dibalik dirinya, suara dari seorang perempuan. Bayu
pun menjadi terhenti dari tadarusnya seketika, lalu berdiri dengan langsung
berbalik dalam hening. Dan ternyata yang sedang menyerukan nama Allah tadi
adalah Inairtif. “Assalamu’alaikum. Maaf bila mengganggu. Aku hanya ingin mengabari
kalau ayah Raffisa membawakan makanan sahur untukmu, Dokter.”, sapa sungkan
Inairtif sambil menjelaskannya. Melihat ceria.
Bayu melihatnya hening. “Katakan
padanya, terimakasih dariku, begitupun teruntuk kamu.”, sahut Bayu
berterimakasih berwajahkan kaku. Inairtif mebalas pamit masih melihat ceria,
“Walaikumsalam, saya pamit dulu ya, Dokter!”, namun menegaskan Bayu tuk
menjawab salamnya tadi. Bayu masih melihatnya hening, “Walaikumsalam”, Bayu
mengerti membalas salamnya cuek. Dan Inairtif pun beranjak pergi
meninggalkannya. Sementara Bayu kembali pada tadarusnya, melanjutkan dari ayat
tadi.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar