Rabu, 13 Juli 2016

METAMORFOSA *22*



Hari telah berganti, memasuki siang bolong Bayu diruangan prakteknya sedang menyusun beberapa berkas. Tepat didepan meja kerjanya membelakangi pintu ruangannya. Kemudian Inairtif membuka pintu ruangannya dengan mengucapkan salam, dan Bayu yang sudah mendengarnya menyuruh dirinya untuk duduk sendiri dulu karna Bayu masih sibuk dengan menyusun berkasnya. Dan kini Inairtif telah duduk dikursi yang berada disamping tempat tidur pasien, diarah kanan darinya.
“Mengapa Dokter begitu kesal, saat sudah mengetahui saya sudah berkeluarga?”, tanya Inairtif melihatnya yang masih sibuk.
“Teruskan lagi pertanyaan dirimu?”, Bayu meminta Inairtif tuk meneruskan tanyanya. Masih sibuk dengan menyusun berkasnya.
“Darimana Dokter mendapat kabar berita kalau saya sudah berkeluarga?”, tanya Inairtif ingin mengetahui.
“Kemarin aku tidak sengaja melihatmu keluar dari ruangan praktek, Dokter El Scant. Lalu aku tanyakan kedatanganmu padanya. Ya, kamu adalah orangtua kandung perempuan dari Dhiya Shiraj!”, ungkap Bayu meluruskan tegas diujungnya. Lalu berjalan menuju ke meja dibelakang kursi kerjanya, meletakkan berkasnya.
“Sesungguhnya aku belum berkeluarga, dan itulah kabar yang tepat!”, tegas Inairtif mulai melihatnya sedikit dingin. Bayu menjadi terdiam menatap dinding, lalu melihat ke Inairtif.
“Jangan-jangan, kamu sudah membodohi sahabatku!”, tegas Bayu bertatap dingin. Mulai curiga.
Inairtif menjadi kaget, karna baru mengetahui kalau keduanya sangat bersahabat. “Apa? Kalian berdua bersahabat?”, tanya Inairtif masih kaget menatap tanya dengan berdiri dari duduknya. Bayu melipatkan kedua tangannya berdiam menatapnya. “Bagaimana ini? Dua orang ini sangat dekat? Aku tidak bisa berpikir jernih!”, tanyanya disertai rintihan tegas dalam hatinya. Menatap Bayu mulai cemas. Dan seketika mereka menjadi berpandangan diam, saling memikirkan sesuatu.
Lalu dihentikan oleh adzan yang menandakan sholat dzuhur telah tiba. Pandangan diam mereka pun menjadi terhenti, karna Inairtif mengucap salam untuk pamit, Bayu menjawab salam darinya sembari mempersilahkannya. Dengan ketiadaan Inairtif didalam ruangannya, Bayu pun tiada lagi memikirkan apa yang sudah didebatkannya bersama Inairtif tadi.   

Sore harinya. . . .

Bayu bersama El Scant serta Dhiya, sedang ngabuburit diruangan terbuka, tepatnya disebuah taman. Mereka bertiga bermain bersama ditaman itu, dan hampir semua wahana permainan telah dicoba oleh Dhiya. Dhiya yang ceria, penuh semangat membuat keduanya lupa dengan rasa lelah yang mungkin ada mereka berdua rasakan. Karna Dhiya telah mengajak mereka berlari kecil, berjalan menyusuri tempat-tempat ditaman itu.
Dan kini mereka bertiga sedang beristirahat, disebuah pondokan ditepi jalan masih disisi taman itu. Mereka bertiga sedang bersantai melihat kendaraan yang melintas. Kemudian dengan tiba-tiba sebuah cahaya kilat menyilaukan datang ke arah mereka bertiga, lalu disambung dengan suara petir hingga membuat Dhiya menjadi reflek berkata “Abi” dengan tubuhnya menghadap ke arah Bayu. Dan Bayu menjadi reflek pula langsung menggendong Dhiya, mencoba menenangkannya didalam pelukan.
El Scant yang sudah melihatnya menjadi kaget sendiri, begitupun Inairtif yang tidak sengaja melihat kepada mereka berdua ketika melewati tempat mereka bertiga sedang berdiam bersama. Disaat yang bersamaan menggunakan kendaraan mobil taxi. Namun El Scant memilih diam mamendamnya sendiri saja walau rasa curiga bercampur tanya telah dirasakannya ketika dan sesudah melihat keduanya.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Hari telah berganti, Dirumah sakit Inairtif sedang duduk bersama para pasien yang sedang mengantri untuk bisa berkonsultasi dengan Dokter Bayu. Inairtif sedang menunggu Raffisa yang sedang berkonsultasi pada Dokter Bayu bersama kakak iparnya. Kini Inairtif melihat nama Dokter Bayu pada pintu ruang praktek itu, gelisah muncul dibenaknya berharap akan bisa segera membuka rahasia yang sudah lama disembunyikannya dari Dokter Bayu.
“Bagaimana, kalau Dokter Bayu mengetahui, Dhiya Shiraj adalah putri kandungnya? Lalu bagaimana dengan hubungan persaudaraan diantara mereka berdua, jikalau keduanya telah mengetahui itu?”, tanya dibenaknya semakin menggelisahkan. Sebab pada awalnya, Inairtif tidak pernah membayangkan bahwa akan menjadi serumit ini. Namun daripada itu, Inairtif bertekad akan mencoba menjelaskannya satu-persatu ketika sudah tiba waktunya untuk berbicara terhadap mereka semua.

Beberapa saat kemudian. . . .

Kini Inairtif bersama Raffisa serta kakak iparnya, sedang mengantri dibagian apotek rumah sakit. Mereka duduk bertiga secara bersejajar dengan Raffisa berada ditengahnya. Dan disudut sana, Dokter El Scant tidak sengaja melihat Inairtif sedang bersama mereka berdua. El Scant pun langsung berpikir kalau mereka berdua adalah seorang suami juga seorang anak dari Inairtif. Dan kini El Scant mengambil kesempatan untuk berbicara dengan Inairtif, ketika melihat seorang lelaki bersama Inairtif beralih pergi.
Tinggallah Inairtif bersama Raffisa ditempat itu. Inairtif masih setia menunggu, walau sudah sedikit merasa bosan dalam menunggu. Lalu ia menjadi terkejut ketika baru saja menoleh kearah kanannya, karna Dokter El Scant sudah duduk disebelahnya, menatap padanya curiga. “Ya ampun, ada apa Dokter El Scant kesini?”, gumamnya bertanya sendiri dihati mulai menatapinya.
“Selamat pagi. Masih lancar puasanya?”, tanya Dokter El Scant menyapa. Raffisa perhatiannya menjadi ke Dokter El Scant.
“Selamat pagi juga, Dokter. Alhamdulillah, puasa saya masih berlanjut pada hari ini.”, sahut Inairtif sedikit tertegun.
“Cantik sekali, dia anakmu?”, tanya El Scant melihat ke Raffisa lalu melihat ke Inairtif lagi. Raffisa tersenyum padanya.
“Dia, keponakan saya. Dia, Raffisa, yang dulu pernah dirawat oleh Dokter Bayu sewaktu dia masih bayi.”, ujar Inairtif mengulang masa dulu dengan melihat ke Raffisa. El Scant menjadi teringat masa yang dulu menatapi Raffisa, sedikit kagum.
“Lalu kapan, kau akan mempertemukan aku dengan suamimu?”, tanya El Scant secara tiba-tiba. Raffisa menjadi kaget melihat ke Inairtif. Inairtif mencoba tenang walau sudah merasa kaget melihat lagi ke El Scant. “Insya Allah, dengan secepatnya Dokter!!”, tegasnya menyahut dalam keraguan. Berusaha menatap tenang. Dokter El Scant pun menjadi tersenyum berterimakasih, lalu berpamitan karna harus kembali keruang prakteknya.
Sedangkan Inairtif menjadi berdiri dari duduknya, karna nama dari Raffisa sudah dipanggil untuk segera mengambil obat diapotek tersebut sesuai dengan resep dari Dokter Bayu. Raffisa yang masih duduk ditempatnya, mencoba melihat ke arah kirinya, lalu dilihatnya Dokter Bayu sedang berjalan bersama seorang suster. “Dokter Bayu, halo.”, sapanya sedikit keras sehingga Dokter Bayu dan susternya dapat mendengarnya melihat padanya.
Dokter Bayu memberi senyum membalas sapa darinya tetap berjalan, dan Raffisa menjadi tersenyum manja karna merasa kagum melihat sikap Dokter Bayu yang langsung meresponnya dengan senyuman termanisnya.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Ketika hari sudah memasuki siang dihari yang sama, Bayu mengendarai kendaraan mobilnya dari parkiran khusus kendaraan Dokter. Bayu berniat akan pulang kerumahnya demi mengambil suatu berkas yang tertinggal dirumah kediamannya. Namun ketika sudah melewati didepan lobby rumah sakit, Inairtif mencoba menghalanginya dengan berdiri diarah depan mobil kendaraan Bayu. Memekarkan kelima jarinya sembari menunjukkannya seolah-olah menyuruh Bayu untuk berhenti.
Bayu pun menghentikan kendaraannya, lalu membuka pintu mobilnya berjalan menghampiri Inairtif. Dan mereka berdua kini sudah berdiri saling berhadapan didepan mobil tersebut.
“Aku ingin bicara!”, tegas Inairtif melihat memohon gelisah.
“Dengan siapa kau kesini?”, tanya Bayu melihat tegas tanya.
“Dengan keluargaku.”, sahut Inairtif memberitahu.
“Hah, keluargamu? Aku masih kecewa dengan status barumu itu!”, tanya Bayu menyahut tidak suka menegaskan. Bayu tidak mengetahui kalau Inairtif bersama Raffisa serta kakak iparnya.
“Tapi Dokter, aku harus bicara! Esok, aku akan mendatangimu dirumah sakit ini lagi!”, tegas Inairtif mempertegas keinginannya. Menunjukkan ketulusannya dalam bicara.
Dokter Bayu memalingkan wajahnya kesamping kanan, mencoba memikirkan perkataan darinya yang terakhir. Lalu mulai dirasakannya jika Inairtif telah tulus berkata yang demikian itu, dan Dokter Bayu akan berkata lagi. “Baiklah. Tapi sekarang izinkan aku untuk pergi.”, sahut Dokter Bayu berbahasa bijak masih memalingkan wajahnya kesamping kanannya. Inairtif menjadi tersenyum lepas, kedua matanya mulai berbinar-binar menatapnya.
Lalu memundurkan langkahnya sambil berkata, “Aku akan menepati janjiku, Dokter.”, berhenti didepan dibagian kiri kendaraan mobil Dokter Bayu. Sementara Dokter Bayu baru kembali melihat padanya merenung, lalu beralih kembali memasuki kendaraan mobilnya. Sedangkan Inairtif menunduk melihat kebawah, memikirkan janjinya dengan Dokter Bayu pada hari esok. Lalu menegakkan kepalanya melihat lagi ke Dokter Bayu karna mendengar klakson mobil darinya berisyarat pamit padanya.
Dan kini Inairtif hanya melihat Dokter Bayu mengendarakan kendaraan mobilnya melewati dirinya, membiarkannya serta melalukannya. Kemudian disusul dengan Raffisa serta kakak iparnya yang baru mendatangi dirinya, berdiam disebelah kanannya. “Ina sudah membuat janji. Dan Ina harus menepatinya. Karna janji adalah hutang.”, kakak iparnya mencoba menyapanya. Inairtif masih melihat kendaraan mobil Bayu yang masih terlihat hingga akhirnya tiada dari penglihatannya.
“Kakak, apa yang sudah aku lakukan, apa yang sudah aku katakan tadi. Hanya satu alasan yang aku tau.”, ungkap Inairtif dengan melihat ke kakak iparnya. Kakak iparnya berdiam meantapinya, begitupula Raffisa padanya. “Subahanallah aku menyayanginya. Jantungku selalu berdebar ketika teringat, bahkan bila saat aku mengingat dirinya. Aku selalu merindukan masa-masa kami terdahulu.”, Inairtif semakin mengungkapnya. Berujarkan kejujuran. Hingga menyentuh perasaan kakak iparnya.
Tak ingin akan menjadi larut dalam keharuan yang bukan pada tempatnya. Kakak iparnya mengajaknya untuk segera pulang. Dan Inairtif langsung menerima ajakan dari kakak iparnya itu, dengan menarik lembut tangan Raffisa untuk berjalan bersama. Sedang kakak iparnya yang tertinggal, menjadi tersenyum mulai berjalan menyusul mereka berdua.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Sore harinya disebuah café, Re Becca membuat janji untuk bertemu dengan Inairtif. Re Becca sudah duduk menanti kedatangan Inairtif dicafe tersebut, dan Inairtif baru terlihat sedang berjalan menghampiri dirinya setelah sepuluh menit menunggu. Dan kini mereka berdua sudah duduk bersama dengan berhadapan memandangi satu sama lain.
“El Scant sudah menceritakan tentang pertemuannya denganmu. Dari gaya bicaranya yang menceritakan pertemuannya denganmu, aku merasa dia sangat welcome terhadapmu.”, Re Becca memulai. Melihat ceria. Inairtif mendengarkan hening, akan menyambung.
“Itu tandanya, dia sudah menerima kehadiran orangtua kandung dari Dhiya. Saya bersyukur, karna Dhiya dirawat dengan orangtua pengganti seperti kamu beserta suamimu.”, ucap syukur Inairtif mulai melihat ceria. Re Becca menjadi tertawa kecil.
“El Scant bercerita, jika kamu telah duduk bersama seorang anak dan juga seorang lelaki yang mungkin merupakan seorang suami darimu. Saat ketika masih sedang mengantri diapotek rumah sakit, tempat suamiku telah bekerja. Apakah itu benar? Karna pemikiran darinya kalau dua orang yang sedang bersamamu adalah keluarga kecil darimu?”, ungkap Re Becca menceritakan topic pembicaraannya.
“Bukan mereka, karna yang terlihat oleh Dokter El Scant adalah Raffisa dan kakak iparku.”, Inairtif menjelaskan dengan kejujurannya. Mulai merasa tegang. Re Becca kembali tertawa kecil.
“Iya, masih aku ingat dengan pengakuan dirimu yang menyatakan belum menikah. Tapi setidaknya, aku mohon untuk kau bawa teman lelaki yang telah menjadi pendonor itu, untuk menghadap suamiku! Aku akan membantu menngatur scenario kalau kalian berdua benar sudah menikah.”, bujuk Re Becca memberi perintah ajakan.
Inairtif menjadi termenung melihatnya, memikirkan perkataan darinya. Ia mulai merasa dilema, memakai cara apa yang harus diambilnya. Memakai cara yang akan dilakukannya sendiri yaitu dengan berterus terang pada Bayu, atau memilih memakai cara dari Re Becca. Namun telah ada satu yang sudah menjadi pemikirannya, bahwa ia tidak ingin memalsukan sosok ayah biologis dari putrinya, Dhiya. “Beri saya waktu, sungguh terasa sulit bila harus memutuskan caranya sekarang.”, bantah kecilnya beralasan.
Re Becca langsung menganggukkan kepalanya sambil tersenyum mengiyakan, sedangkan Inairtif membalasnya dengan memberi senyuman palsu. “Ya Allah, bantu aku memperjuangkan apa yang sudah aku niatkan sebelum benar bertindak.”, doanya merintih menyembunyikan gelisahnya dengan senyuman yang masih tertunjuk.

Malam harinya. . . .

Setelah melakukan sholat tarawih berjama’ah di masjid didekat rumah kediamannya, Bayu memutuskan untuk melakukan tadarus dirumah saja. Sebab ada beberapa tugas yang harus segera diselesaikannya untuk hari esok. Dan kini ia sedang melakukan tadarus sendiri dirumah kediamannya, dengan cara membaca tanpa melihat al-qur’an menguji kehafalannya. Saat ketika Bayu sudah membaca surat Taha ayat 26-28.
tiba-tiba saja terdengar suara yang menyerukan nama Allah dibalik dirinya, suara dari seorang perempuan. Bayu pun menjadi terhenti dari tadarusnya seketika, lalu berdiri dengan langsung berbalik dalam hening. Dan ternyata yang sedang menyerukan nama Allah tadi adalah Inairtif. “Assalamu’alaikum. Maaf bila mengganggu. Aku hanya ingin mengabari kalau ayah Raffisa membawakan makanan sahur untukmu, Dokter.”, sapa sungkan Inairtif sambil menjelaskannya. Melihat ceria.
Bayu melihatnya hening. “Katakan padanya, terimakasih dariku, begitupun teruntuk kamu.”, sahut Bayu berterimakasih berwajahkan kaku. Inairtif mebalas pamit masih melihat ceria, “Walaikumsalam, saya pamit dulu ya, Dokter!”, namun menegaskan Bayu tuk menjawab salamnya tadi. Bayu masih melihatnya hening, “Walaikumsalam”, Bayu mengerti membalas salamnya cuek. Dan Inairtif pun beranjak pergi meninggalkannya. Sementara Bayu kembali pada tadarusnya, melanjutkan dari ayat tadi.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar