Rabu, 13 Juli 2016

METAMORFOSA *18*



              Disuatu hari, Bayu sedang berada disebuah taman dengan sudah terduduk dibangku taman. Ia hanya seorang diri, menikmati suasana taman yang beranginkan seperti sedang berada dipantai. Kemudian ia beralih dengan berjalan ke arah kanannya. Namun ketika baru saja beberapa langkah ia berjalan, langkahnya menjadi terhenti karna melihat Inairtif yang melewati tikungan menghadap ke arahnya. Sementara Inairtif baru melihat padanya dan langkahnya terhenti pula.
                Mereka berdua menjadi saling berpandangan diam dikejauhan, mencoba mengartikan pertemuan yang sama sekali tak terencana oleh keduanya. Kemudian dengan perasaan mereka berdua yang mulai bertanya tentang keartian pertemuan tersebut, langkah keduanya kembali berjalan tuk saling mendekati. Keduanya sedang tidak memikirkan sesuatu apapun, yang dirasa keduanya hanyalah ingin melihat lebih jelas dengan mendekatkan langkahnya masing-masing.
                Dan kini mereka berdua sudah berada sangat dekat berjarak tiga kilan, kembali berpandangan diam masih mencari keartian dalam pertemuan tersebut. “Assalamu’alaikum”, sapa Bayu mencoba memecah hening namun menatap hening. “Walaikumsalam”, sapa balik Inairtif sama sepertinya.
                “Kemana saja kamu? Karna selama tiga tahun berjalan, aku bisa dibilang sedang menunggumu terus!!”, tanya Bayu mencurahkan tegas.
                “Bukankah, aku tidak pernah memintamu untuk menungguku selama bertahun-tahun?!”, sahut Inairtif menyanggah kecil.
                “Hatiku! Ini hatiku! Bagaimana kalau kita bertemu lagi, aku sangat benar telah jatuh cinta padamu?”, tegas Bayu menegaskan. Mulai menatap berkaca-kaca.
                “Bagiku, bertemu denganmu lagi hanya bisa menambah rasa trauma terhadap dosa yang sudah kita lakukan. Dosa itu sudah berbuah, Dokter Bayu!”, tegas Inairtif mulai menceritakan namun masih bersifat teka-teki.
                Dan ternyata percakapan itu hanyalah sebuah mimpi dari Bayu disiang bolong, yang tertidur diruang prakteknya dirumah sakit. Kemudian ia menjadi terbangun dengan menegakkan kepalanya melihat lurus kedepan. “Allahu akbar! Tunjukkan aku jalan agar aku bisa mengetahui, dosaku telah berbuah apa? Insya Allah!”,bisiknya dalam berdo’a setelah mendapatkan sebuah mimpi tersebut.

Sementara disana. . . .

                Inairtif sedang berada disebuah taman, tepatnya disebuah gubuk yang dulu pernah disinggahinya disuatu malam yang dulu. Ia berdiri didepan pintu gubuk itu, sebab merasa ragu tuk memasukinya. Dan kemudian ia pun memasuki gubuk itu dengan langsung duduk didalamnya. Inairtif digubuk itu sedang bersembunyi menghindari kejaran dari beberapa orang preman. Percis seperti yang terjadi padanya, pada tiga tahun lalu disuatu malam yang dulu.
                Ketika dirinya melihat ke arah samping kanan bawahnya, ia teringat saat dirinya bersama Dokter Bayu terbaring ditanah. Ia semakin terlarut dalam kenangan itu dalam menatapi kearah samping kanan bawahnya itu. kemudian ia memalingkannya dengan memejamkan kedua matanya, menegakkan kepalanya lurus kedepan. Lalu bersambung teringat saat mengetahui kalau dirinya telah positif mengandung. Airmatanya pun mulai jatuh disengaja olehnya.
                Dan terakhir disambungnya lagi, ketika dirinya dulu melakukan persalinan hingga memberikan putri mungilnya kepada Re Becca. Setelah mengingat semua kenangan itu, Inairtif membuka kedua matanya dari pejamnya. Lalu berdiri dengan perasaan penuh was-was seperti akan mencari seseorang. “Dimana putri mungilku yang dulu aku lahirkan? Aku ingin sekali bertemu dengannya setelah melihat kenanganku bersama ayah kandungnya, Dokter Bayu!”, keluh bisiknya seperti mensesalinya.
                Dan disana, Bayu menjadi berdiri dari duduknya. Seolah-olah ia mendengar Inairtif sedang memanggil namanya dari jauh dibawah alam sadarnya. Itu dapat dilihat karna wajah Bayu menjadi pucat, tatapannya kosong lalu terduduk lemas kembali menjadi terduduk dikursi kerjanya. Sementara Inairtif disana sedang berlari sambil menangis kecil akan segera meninggalkan taman.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

                Esoknya disiang hari, Urnus sedang berjalan sendiri ditrotoar disuatu jalanan ibukota. Ia terpaksa berjalan kaki dulu karna kendaraan taxi yang sedang ditumpanginya tadi mengalami kerusakan mesin. “Mungkin ini adalah cara Tuhan, mengingatkanku dengan perjuanganku dulu dikala sedang berusaha mencari jati diri?”, tanyanya bergumam dihatinya. Urnus sedang tidak menghitung langkahnya sudah seberapa jauh ia melangkah.
Tetapi ia sedang mengharap akan ada sebuah kendaraan yang berbaik hati mengasih tumpangan kepadanya, terlebih lagi saat ini ia sedang berpuasa. Kemudian dibalik dirinya yang masih berjalan menggenggam tas miliknya, ada sebuah mobil yang berjalan seperti mendekat ke arahnya. Dan mobil itupun berhenti disampingnya bersamaan dengan dirinya yang baru saja menoleh ke arah mobil itu, menghentikan langkahnya seketika.
Lalu dilihatnya seorang penumpang wanita berhijab syar’I, duduk dibelakang dari pengendara mobil tersebut membuka kaca mobil sembari mengatakan memberi tumpangan padanya. Urnus yang sudah mendengar kata darinya, menjadi tersenyum segera memasuki kedalam mobil itu. Dan kini Urnus sudah terduduk manis didalam mobil tersebut bersebelahan dengan seorang wanita berhijab syar’I tadi. Seorang wanita berhijab syar’I yang tadi adalah Inairtif.
Dan didalam perjalanan, mereka berdua akan saling berbicara. Demi mengalihkan kejenuhan karna belum saling mengenal, memulai hubungan silaturahmi antara keduanya. “Bagaimana bisa anda berjalan sendiri seperti tadi, sedang anda berpuasa bukan?”, tanya Inairtif dengan melihat padanya. Urnus melihat padanya balik dengan menyahut senyum lalu melihat lurus kedepan. Sedangkan Inairif baru membaca sebuah nama darinya, “Saturnus Diego”, pada tas milik darinya.
Baru saja mengetahui nama darinya itu, Inairtif berpikir kalau seorang yang sedang bersamanya kini adalah non muslim. Sehingga membuat Inairtif memberikan minuman mineral padanya. Sedangkan Urnus baru melihat air mineral pemberian darinya, lalu melihat ke Inairtif sedikit bingung. “Sepertinya anda sedang haus? Bagaimana kalau anda beralih untuk minum dulu?!”, Inairtif mempersilahkan menatap senyum. Urnus menjadi tertawa kecil bingung mendiamkannya.
“Tidak baik loh, menolak rezeki yang sudah datang.”, tegur Inairtif memberi sindiran kecil. “Tidak baik juga, memaksa seorang muslim yang sedang berpuasa untuk minum segera.”, sahut Urnus membalas sindirannya. Menatap senyum dengan mengambil air mineral dari tangan Inairtif. Inairtif menjadi terdiam malu, mengalihkan wajahnya melihat kedepan. “Wow, putrimu cantik.”, puji Urnus setelah melihat Raffisa yang duduk dikursi depan melihat padanya.
“Dia, keponakanku!”, tegas Inairtif masih terdiam malu. Urnus melihat padanya kembali, mulai menunjukkan pesonanya. “Kami akan mengantarmu ketujuan! Katakan? Dimana?”, tanya Inairtif mencoba mengalihkan suasana memusatkan penglihatannya kedepan. “Sudah dekat.”, sahut Urnus dengan mengalihkan pandangannya kedepan. Dan inairtif pun merasa lega karna telah dirasakannya jika suasana sudah teralihkan.

Beberapa saat kemudian. . . .

Kini Urnus sudah sampai pada tujuannya, dan Urnus pun keluar dari mobil yang sudah memberi tumpangannya dengan menutup pintu mobil kembali, berdiri didepan pintu mobil. Inairtif yang peka membuka jendela pada pintu mobil tersebut agar wajah Urnus dapat terlihat jelas. “Assalamu’alaikum, terimakasih atas tumpangannya ukhti.”, sapa Urnus berpamitan. “Walaikumsalam.”, sapa balik Inairtif dengan senyumnya. Dan Urnus berbalik memasuki pagar rumah yang terbuka.
Namun darupada itu, Inairtif melihat nama pemilik rumah yang terpampang nama “Dokter Bayuwangi” yang tak lain adalah nama dari Dokter Bayu. Inairtif pun menjadi hening memalingkan wajahnya kedepan sembari menutup kembali kaca pada pintu mobilnya tersebut. “Ya Allah, apakah Saturnus Diego yang sedang bersamaku tadi seorang yang berhubungan erat dari Dokter Bayu?”, tanyanya mulai memikirkan tentang Dokter Bayu.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Sore harinya, Urnus sedang memberi makan ikan ditaman samping rumah kediaman Bayu. Ia sedang ngabuburit sendiri sambil menunggu Bayu pulang dari rumah sakit. Sebab ada yang ingin diceritakannya pada Bayu. Dan ketika baru saja beralih dengan duduk dikursi masih ditempat tersebut, Bayu pun datang padanya dengan duduk berdiam disebelahnya. “Kasian, ngabuburitnya bareng ikan hahaha.”, Bayu memulai menggodanya kecil sambil membetulkan jam ditangannya.
Urnus mendesah melihat padanya, “Gue lagi mendem sebuah cerita. Bisa gue cerita sekarang ke lo?”, Urnus langsung mengungkap. Bayu mengangguk lalu memandang dirinya, berdiam diri menatapi. “Tadi siang gue dikasih tumpangan sama seorang wanita berhijab. Gue diatawarin minum, mungkin dia sudah membaca nama gue ditas milik gue yang sedang gue peluk.”, Urnus mulai menceritakan memulai keseriusan. Bayu menjadi tersenyum mulai memikirkan mengalihkan pandangannya kedepan.
Dan Urnus pun mulai menceritakan ciri-ciri dari seorang wanita berhijab yang sudah ditemuinya tadi, yang sudah berbaik hati memberi tumpangan padanya. Sedangkan Bayu yang masih menyimak sebuah cerita darinya mulai membayangi Inairtif. Karna ciciri-ciri yang telah diceritakan oleh Urnus tidak beda jauh dengan ciri-ciri dari Inairtif. “Menyimak sebuah cerita darimu, mengingatkanku tentang seorang wanita berhijab pula.”, curah Bayu sedikit memotong.
Dan keduanya menjadi hening seketika. “Wah, sepertinya kau hanya berpuasa menahan lapar dan haus. Sementara pikiranmu malah mengarah ke nafsu memikirkan seseorang.”, Urnus mencoba mengejeknya canda sehingga Bayu menjadi tersenyum malu melihat padanya. “Makanya, nikah brooo!!”, tegas halus Urnus memberi nasehat berupa semangat untuknya. Dan lagi, Bayu teringat tentang pertemuannya dengan Inairtif yaitu dari mimpinya disiang bolong pada hari kemarin.
Sementara disana, Inairtif sedang menemani Raffisa ngabuburit disebuah taman. Mereka berdua bermain bersama ditaman tersebut. Dan ditempat lain ditaman yang sama, Re Becca bersama Dhiya serta ibu mertuanya juga ngabuburit ditaman itu. mereka sedang berjalan bersama sambil berpegangan tangan. Kemudian Dhiya meminta izin untuk berpisah karna mau membeli balon dikejauhan didepannya, Re Becca pun mengizinkannya dengan memberikan uang untuknya.
“Makasih ami, omah sama ami tunggu Dhiya disini ya!”, perintahnya lalu berlari kecil menghampiri penjual balon dikejauhan didepannya. Kembali pada Inairtif, ia sedang berjalan sendiri mencari keberadaan Raffisa yang entah sedang bermain dimana ditaman tersebut. kemudian ia tidak sengaja melihat Re Becca sedang bersama ibu mertuanya, duduk santai sambil berbincang-bincang didepan matanya. Teringat kembali olehnya dikala dulu ia memberikan bayi mungilnya kepada Re Becca.
Namun saat ketika hendak akan berbalik pergi meninggalkan, ia seperti mendengar suara anak kecil yang datang menyapa mereka berdua disana. Dan Inairtif mencoba melihat ke mereka kembali, terlihatlah seorang anak kecil perempuan sedang memeegang sebuah balon bercanda dengan mereka berdua. Inairtif menjadi terkejut kecil meratapi mereka bertiga, lalu berjalan mundur mencoba menghindari.
“Tuhan, bila saja aku mendapat kabar jika putri mungilku berumur panjang? Mungkin kini usianya sama dengan dia disana?”, bisik kecilnya masih berjalan mundur. Lalu berbalik pergi dengan berlari kecii. Sementara Raffisa sedang berdiri dalam kebingungan, karna mencari Inairif. Lalu dirasanya ada yang memeluknya dari belakang sedikit mengjutkannya. “Kak Ina?”, tanyanya reflek tuk lebih memastikan melirikkan kedua matanya kebelakang.
“Kak Ina baru saja seperti menemukan, putri mungil kak Ina yang dulu, sebagai adik sepupu dari kamu sayang!”, ungkap Inairtif mencurahkan semakin memeluknya. Sedangkan Raffisa hanya mendiamkannya namun ikut tersentuh haru. “Innallaha ma’as-shobirin”, itu yang hanya bisa diucap oleh Raffisa setelah mendiamkannya beberapa menit.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Malam harinya, setelah sholat taraweh dimasjid usai dilaksanakan. Dhiya dirumahnya tepat diruang keluarga sedang memainkan ponsel milik Re Becca. Lalu diketahui kalau El Scant sedang menghubungi melalui video call. Dhiya dengan cermat pun mengangkatnya, dan terlihatlah gambar serta suara dari El Scant memulai tadarusnya membaca al-qur’an dimasjid didekat rumah kediamannya. Dan Dhiya mendengarkan suara tilawatil darinya serta menyimaknya serius dalam keheningan, tenang.
Sementara Re Becca baru saja mendatanginya diruang keluarga, berjalan pelan mencoba mendekatinya lalu duduk disampingnya dengan membiarkan suasana masih hening. Mulai muncul rasa bahagia dihatinya, sebab melihat putrinya begitu tenang dalam menyimak bacaan ayat al-qur’an dari El Scant. Kemudian Dhiya menyerukan nama “Allah”, bersamaan dengan El Scant yang baru mengakhiri tadarusnya. “Assalamu’alaikum”, sapa Re Becca akan memulai tanya.
Dhiya pun beralih melihat padanya, karna merasa kaget dengan kehadiran Re Becca yang sudah duduk disampingnya. “Walaikumsalam ami”, jawabnya singkat polos.
“Dhiya mengucapkan nama “Allah” bersamaan dengan abi mengakhiri tadarusnya?”, Re Becca bertanya lembut menatap tanya pula. Dhiya mengangguk mulai menatapnya polos.
“Sewaktu tadi abi masih melanjutkan tadarusnya. Ada yang mengucap nama “Allah”. Suara abi bagus, tidak ada bedanya dengan abi yang sedang mengaji dirumah.”, ungkapnya bercerita. Re Becca menjadi tersenyum.
“Semoga Dhiya bisa menjadi seperti abi ya. Karna IQ yang dimiliki Dhiya itu tinggi, makanya Dhiya sudah aktif dalam berbicara apalagi mendengarkan serta menghafal.”, ungkap Re Becca bercerita semakin melembutkan.
“Dhiya mau menjadi tahfiz, baru menjadi hafiz, dan terakhir bisa menjadi tilawatil qur’an seperti abi.”, Dhiya mengungkap cita-citanya lalu menjadi tertawa kecil.
Re Becca mejadi tertawa pula lalu memeluk putrinya. Re Becca patut merasa bangga, karna El Scant tidak pernah mengetahui kalau Dhiya suka sekali mendengarkan murattal al-qur’an. Bahkan tanpa sepengetahun dari El Scant pula, Dhiya sudah paham dengan tajwid pada satu buah surah yaitu Al-Ikhlas. Dan Re Becca akan menunjukkannya pada El Scant pada suatu hari nanti, menunggu Dhiya siap tuk menunjukkan kemampuannya kepada ayahnya, El Scant.

Selang waktu berjalan. . . .

Re Becca sudah tertidur dikamarnya dengan memeluk putrinya yang juga sudah tertidur. Karna kini sudah menunjukkann pukul sepuluh malam. Posisi tidur Re Becca menghadap kekanan memeluk putrinya yang berbaring. Kemudian dengan tiba-tiba ada yang berbisik ditelinganya, “Assalamu’alaikum”, dengan nada halus sedikit menakutkan. Dan Re Becca secara reflek mengucapkan dua kalimat syahadat karna mengira kalau suara itu adalah suara dari malaikat pencabut nyawa.
Namun yang berbisik mengucap salam itu adalah El Scant, yang sudah rebahan ditempat tidur mendekapnya dari belakang. “Ini aku suamimu, bukan malaikat pencabut nyawa”, tegur El Scant memberitahu. Re Becca menjadi hening mendengarkan. “Aku ingin kita melakukan sunnah rasul malam ini! Siapa tau ada rezeki lebih dibaliknya?!”, El Scant merayunya mengajaknya tuk bermesraan semalam penuh. Dan Re Becca berkata “Iya”, lalu keduanya benar ikhlas dalam melakukan sunnah rasul.

METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar