Disuatu hari, Bayu sedang berada disebuah taman
dengan sudah terduduk dibangku taman. Ia hanya seorang diri, menikmati suasana
taman yang beranginkan seperti sedang berada dipantai. Kemudian ia beralih
dengan berjalan ke arah kanannya. Namun ketika baru saja beberapa langkah ia
berjalan, langkahnya menjadi terhenti karna melihat Inairtif yang melewati
tikungan menghadap ke arahnya. Sementara Inairtif baru melihat padanya dan
langkahnya terhenti pula.
Mereka
berdua menjadi saling berpandangan diam dikejauhan, mencoba mengartikan
pertemuan yang sama sekali tak terencana oleh keduanya. Kemudian dengan
perasaan mereka berdua yang mulai bertanya tentang keartian pertemuan tersebut,
langkah keduanya kembali berjalan tuk saling mendekati. Keduanya sedang tidak memikirkan
sesuatu apapun, yang dirasa keduanya hanyalah ingin melihat lebih jelas dengan
mendekatkan langkahnya masing-masing.
Dan
kini mereka berdua sudah berada sangat dekat berjarak tiga kilan, kembali
berpandangan diam masih mencari keartian dalam pertemuan tersebut.
“Assalamu’alaikum”, sapa Bayu mencoba memecah hening namun menatap hening.
“Walaikumsalam”, sapa balik Inairtif sama sepertinya.
“Kemana
saja kamu? Karna selama tiga tahun berjalan, aku bisa dibilang sedang
menunggumu terus!!”, tanya Bayu mencurahkan tegas.
“Bukankah,
aku tidak pernah memintamu untuk menungguku selama bertahun-tahun?!”, sahut
Inairtif menyanggah kecil.
“Hatiku!
Ini hatiku! Bagaimana kalau kita bertemu lagi, aku sangat benar telah jatuh cinta
padamu?”, tegas Bayu menegaskan. Mulai menatap berkaca-kaca.
“Bagiku,
bertemu denganmu lagi hanya bisa menambah rasa trauma terhadap dosa yang sudah
kita lakukan. Dosa itu sudah berbuah, Dokter Bayu!”, tegas Inairtif mulai
menceritakan namun masih bersifat teka-teki.
Dan
ternyata percakapan itu hanyalah sebuah mimpi dari Bayu disiang bolong, yang
tertidur diruang prakteknya dirumah sakit. Kemudian ia menjadi terbangun dengan
menegakkan kepalanya melihat lurus kedepan. “Allahu akbar! Tunjukkan aku jalan
agar aku bisa mengetahui, dosaku telah berbuah apa? Insya Allah!”,bisiknya
dalam berdo’a setelah mendapatkan sebuah mimpi tersebut.
Sementara disana. . . .
Inairtif
sedang berada disebuah taman, tepatnya disebuah gubuk yang dulu pernah
disinggahinya disuatu malam yang dulu. Ia berdiri didepan pintu gubuk itu,
sebab merasa ragu tuk memasukinya. Dan kemudian ia pun memasuki gubuk itu
dengan langsung duduk didalamnya. Inairtif digubuk itu sedang bersembunyi
menghindari kejaran dari beberapa orang preman. Percis seperti yang terjadi padanya,
pada tiga tahun lalu disuatu malam yang dulu.
Ketika
dirinya melihat ke arah samping kanan bawahnya, ia teringat saat dirinya
bersama Dokter Bayu terbaring ditanah. Ia semakin terlarut dalam kenangan itu
dalam menatapi kearah samping kanan bawahnya itu. kemudian ia memalingkannya
dengan memejamkan kedua matanya, menegakkan kepalanya lurus kedepan. Lalu
bersambung teringat saat mengetahui kalau dirinya telah positif mengandung. Airmatanya
pun mulai jatuh disengaja olehnya.
Dan
terakhir disambungnya lagi, ketika dirinya dulu melakukan persalinan hingga
memberikan putri mungilnya kepada Re Becca. Setelah mengingat semua kenangan
itu, Inairtif membuka kedua matanya dari pejamnya. Lalu berdiri dengan perasaan
penuh was-was seperti akan mencari seseorang. “Dimana putri mungilku yang dulu
aku lahirkan? Aku ingin sekali bertemu dengannya setelah melihat kenanganku
bersama ayah kandungnya, Dokter Bayu!”, keluh bisiknya seperti mensesalinya.
Dan
disana, Bayu menjadi berdiri dari duduknya. Seolah-olah ia mendengar Inairtif sedang
memanggil namanya dari jauh dibawah alam sadarnya. Itu dapat dilihat karna
wajah Bayu menjadi pucat, tatapannya kosong lalu terduduk lemas kembali menjadi
terduduk dikursi kerjanya. Sementara Inairtif disana sedang berlari sambil
menangis kecil akan segera meninggalkan taman.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Esoknya
disiang hari, Urnus sedang berjalan sendiri ditrotoar disuatu jalanan ibukota.
Ia terpaksa berjalan kaki dulu karna kendaraan taxi yang sedang ditumpanginya
tadi mengalami kerusakan mesin. “Mungkin ini adalah cara Tuhan, mengingatkanku
dengan perjuanganku dulu dikala sedang berusaha mencari jati diri?”, tanyanya
bergumam dihatinya. Urnus sedang tidak menghitung langkahnya sudah seberapa
jauh ia melangkah.
Tetapi ia sedang mengharap akan
ada sebuah kendaraan yang berbaik hati mengasih tumpangan kepadanya, terlebih
lagi saat ini ia sedang berpuasa. Kemudian dibalik dirinya yang masih berjalan
menggenggam tas miliknya, ada sebuah mobil yang berjalan seperti mendekat ke arahnya.
Dan mobil itupun berhenti disampingnya bersamaan dengan dirinya yang baru saja
menoleh ke arah mobil itu, menghentikan langkahnya seketika.
Lalu dilihatnya seorang penumpang wanita
berhijab syar’I, duduk dibelakang dari pengendara mobil tersebut membuka kaca
mobil sembari mengatakan memberi tumpangan padanya. Urnus yang sudah mendengar
kata darinya, menjadi tersenyum segera memasuki kedalam mobil itu. Dan kini
Urnus sudah terduduk manis didalam mobil tersebut bersebelahan dengan seorang
wanita berhijab syar’I tadi. Seorang wanita berhijab syar’I yang tadi adalah
Inairtif.
Dan didalam perjalanan, mereka
berdua akan saling berbicara. Demi mengalihkan kejenuhan karna belum saling
mengenal, memulai hubungan silaturahmi antara keduanya. “Bagaimana bisa anda
berjalan sendiri seperti tadi, sedang anda berpuasa bukan?”, tanya Inairtif
dengan melihat padanya. Urnus melihat padanya balik dengan menyahut senyum lalu
melihat lurus kedepan. Sedangkan Inairif baru membaca sebuah nama darinya,
“Saturnus Diego”, pada tas milik darinya.
Baru saja mengetahui nama darinya
itu, Inairtif berpikir kalau seorang yang sedang bersamanya kini adalah non
muslim. Sehingga membuat Inairtif memberikan minuman mineral padanya. Sedangkan
Urnus baru melihat air mineral pemberian darinya, lalu melihat ke Inairtif
sedikit bingung. “Sepertinya anda sedang haus? Bagaimana kalau anda beralih
untuk minum dulu?!”, Inairtif mempersilahkan menatap senyum. Urnus menjadi
tertawa kecil bingung mendiamkannya.
“Tidak baik loh, menolak rezeki
yang sudah datang.”, tegur Inairtif memberi sindiran kecil. “Tidak baik juga,
memaksa seorang muslim yang sedang berpuasa untuk minum segera.”, sahut Urnus
membalas sindirannya. Menatap senyum dengan mengambil air mineral dari tangan
Inairtif. Inairtif menjadi terdiam malu, mengalihkan wajahnya melihat kedepan.
“Wow, putrimu cantik.”, puji Urnus setelah melihat Raffisa yang duduk dikursi
depan melihat padanya.
“Dia, keponakanku!”, tegas
Inairtif masih terdiam malu. Urnus melihat padanya kembali, mulai menunjukkan
pesonanya. “Kami akan mengantarmu ketujuan! Katakan? Dimana?”, tanya Inairtif
mencoba mengalihkan suasana memusatkan penglihatannya kedepan. “Sudah dekat.”,
sahut Urnus dengan mengalihkan pandangannya kedepan. Dan inairtif pun merasa
lega karna telah dirasakannya jika suasana sudah teralihkan.
Beberapa saat kemudian. . . .
Kini Urnus sudah sampai pada
tujuannya, dan Urnus pun keluar dari mobil yang sudah memberi tumpangannya
dengan menutup pintu mobil kembali, berdiri didepan pintu mobil. Inairtif yang
peka membuka jendela pada pintu mobil tersebut agar wajah Urnus dapat terlihat
jelas. “Assalamu’alaikum, terimakasih atas tumpangannya ukhti.”, sapa Urnus
berpamitan. “Walaikumsalam.”, sapa balik Inairtif dengan senyumnya. Dan Urnus
berbalik memasuki pagar rumah yang terbuka.
Namun darupada itu, Inairtif
melihat nama pemilik rumah yang terpampang nama “Dokter Bayuwangi” yang tak
lain adalah nama dari Dokter Bayu. Inairtif pun menjadi hening memalingkan
wajahnya kedepan sembari menutup kembali kaca pada pintu mobilnya tersebut. “Ya
Allah, apakah Saturnus Diego yang sedang bersamaku tadi seorang yang
berhubungan erat dari Dokter Bayu?”, tanyanya mulai memikirkan tentang Dokter
Bayu.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Sore harinya, Urnus sedang memberi
makan ikan ditaman samping rumah kediaman Bayu. Ia sedang ngabuburit sendiri
sambil menunggu Bayu pulang dari rumah sakit. Sebab ada yang ingin
diceritakannya pada Bayu. Dan ketika baru saja beralih dengan duduk dikursi
masih ditempat tersebut, Bayu pun datang padanya dengan duduk berdiam disebelahnya.
“Kasian, ngabuburitnya bareng ikan hahaha.”, Bayu memulai menggodanya kecil
sambil membetulkan jam ditangannya.
Urnus mendesah melihat padanya,
“Gue lagi mendem sebuah cerita. Bisa gue cerita sekarang ke lo?”, Urnus
langsung mengungkap. Bayu mengangguk lalu memandang dirinya, berdiam diri
menatapi. “Tadi siang gue dikasih tumpangan sama seorang wanita berhijab. Gue
diatawarin minum, mungkin dia sudah membaca nama gue ditas milik gue yang
sedang gue peluk.”, Urnus mulai menceritakan memulai keseriusan. Bayu menjadi
tersenyum mulai memikirkan mengalihkan pandangannya kedepan.
Dan Urnus pun mulai menceritakan
ciri-ciri dari seorang wanita berhijab yang sudah ditemuinya tadi, yang sudah
berbaik hati memberi tumpangan padanya. Sedangkan Bayu yang masih menyimak
sebuah cerita darinya mulai membayangi Inairtif. Karna ciciri-ciri yang telah
diceritakan oleh Urnus tidak beda jauh dengan ciri-ciri dari Inairtif.
“Menyimak sebuah cerita darimu, mengingatkanku tentang seorang wanita berhijab
pula.”, curah Bayu sedikit memotong.
Dan keduanya menjadi hening
seketika. “Wah, sepertinya kau hanya berpuasa menahan lapar dan haus. Sementara
pikiranmu malah mengarah ke nafsu memikirkan seseorang.”, Urnus mencoba
mengejeknya canda sehingga Bayu menjadi tersenyum malu melihat padanya.
“Makanya, nikah brooo!!”, tegas halus Urnus memberi nasehat berupa semangat
untuknya. Dan lagi, Bayu teringat tentang pertemuannya dengan Inairtif yaitu
dari mimpinya disiang bolong pada hari kemarin.
Sementara disana, Inairtif sedang
menemani Raffisa ngabuburit disebuah taman. Mereka berdua bermain bersama
ditaman tersebut. Dan ditempat lain ditaman yang sama, Re Becca bersama Dhiya
serta ibu mertuanya juga ngabuburit ditaman itu. mereka sedang berjalan bersama
sambil berpegangan tangan. Kemudian Dhiya meminta izin untuk berpisah karna mau
membeli balon dikejauhan didepannya, Re Becca pun mengizinkannya dengan
memberikan uang untuknya.
“Makasih ami, omah sama ami tunggu
Dhiya disini ya!”, perintahnya lalu berlari kecil menghampiri penjual balon
dikejauhan didepannya. Kembali pada Inairtif, ia sedang berjalan sendiri
mencari keberadaan Raffisa yang entah sedang bermain dimana ditaman tersebut.
kemudian ia tidak sengaja melihat Re Becca sedang bersama ibu mertuanya, duduk
santai sambil berbincang-bincang didepan matanya. Teringat kembali olehnya
dikala dulu ia memberikan bayi mungilnya kepada Re Becca.
Namun saat ketika hendak akan
berbalik pergi meninggalkan, ia seperti mendengar suara anak kecil yang datang
menyapa mereka berdua disana. Dan Inairtif mencoba melihat ke mereka kembali,
terlihatlah seorang anak kecil perempuan sedang memeegang sebuah balon bercanda
dengan mereka berdua. Inairtif menjadi terkejut kecil meratapi mereka bertiga,
lalu berjalan mundur mencoba menghindari.
“Tuhan, bila saja aku mendapat
kabar jika putri mungilku berumur panjang? Mungkin kini usianya sama dengan dia
disana?”, bisik kecilnya masih berjalan mundur. Lalu berbalik pergi dengan
berlari kecii. Sementara Raffisa sedang berdiri dalam kebingungan, karna
mencari Inairif. Lalu dirasanya ada yang memeluknya dari belakang sedikit
mengjutkannya. “Kak Ina?”, tanyanya reflek tuk lebih memastikan melirikkan
kedua matanya kebelakang.
“Kak Ina baru saja seperti
menemukan, putri mungil kak Ina yang dulu, sebagai adik sepupu dari kamu
sayang!”, ungkap Inairtif mencurahkan semakin memeluknya. Sedangkan Raffisa
hanya mendiamkannya namun ikut tersentuh haru. “Innallaha ma’as-shobirin”, itu
yang hanya bisa diucap oleh Raffisa setelah mendiamkannya beberapa menit.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Malam harinya, setelah sholat
taraweh dimasjid usai dilaksanakan. Dhiya dirumahnya tepat diruang keluarga
sedang memainkan ponsel milik Re Becca. Lalu diketahui kalau El Scant sedang
menghubungi melalui video call. Dhiya dengan cermat pun mengangkatnya, dan
terlihatlah gambar serta suara dari El Scant memulai tadarusnya membaca
al-qur’an dimasjid didekat rumah kediamannya. Dan Dhiya mendengarkan suara
tilawatil darinya serta menyimaknya serius dalam keheningan, tenang.
Sementara Re Becca baru saja
mendatanginya diruang keluarga, berjalan pelan mencoba mendekatinya lalu duduk
disampingnya dengan membiarkan suasana masih hening. Mulai muncul rasa bahagia
dihatinya, sebab melihat putrinya begitu tenang dalam menyimak bacaan ayat
al-qur’an dari El Scant. Kemudian Dhiya menyerukan nama “Allah”, bersamaan
dengan El Scant yang baru mengakhiri tadarusnya. “Assalamu’alaikum”, sapa Re
Becca akan memulai tanya.
Dhiya pun beralih melihat padanya,
karna merasa kaget dengan kehadiran Re Becca yang sudah duduk disampingnya.
“Walaikumsalam ami”, jawabnya singkat polos.
“Dhiya mengucapkan nama “Allah”
bersamaan dengan abi mengakhiri tadarusnya?”, Re Becca bertanya lembut menatap
tanya pula. Dhiya mengangguk mulai menatapnya polos.
“Sewaktu tadi abi masih
melanjutkan tadarusnya. Ada yang mengucap nama “Allah”. Suara abi bagus, tidak
ada bedanya dengan abi yang sedang mengaji dirumah.”, ungkapnya bercerita. Re
Becca menjadi tersenyum.
“Semoga Dhiya bisa menjadi seperti
abi ya. Karna IQ yang dimiliki Dhiya itu tinggi, makanya Dhiya sudah aktif
dalam berbicara apalagi mendengarkan serta menghafal.”, ungkap Re Becca
bercerita semakin melembutkan.
“Dhiya mau menjadi tahfiz, baru
menjadi hafiz, dan terakhir bisa menjadi tilawatil qur’an seperti abi.”, Dhiya
mengungkap cita-citanya lalu menjadi tertawa kecil.
Re Becca mejadi tertawa pula lalu
memeluk putrinya. Re Becca patut merasa bangga, karna El Scant tidak pernah
mengetahui kalau Dhiya suka sekali mendengarkan murattal al-qur’an. Bahkan
tanpa sepengetahun dari El Scant pula, Dhiya sudah paham dengan tajwid pada
satu buah surah yaitu Al-Ikhlas. Dan Re Becca akan menunjukkannya pada El Scant
pada suatu hari nanti, menunggu Dhiya siap tuk menunjukkan kemampuannya kepada
ayahnya, El Scant.
Selang waktu berjalan. . . .
Re Becca sudah tertidur dikamarnya
dengan memeluk putrinya yang juga sudah tertidur. Karna kini sudah menunjukkann
pukul sepuluh malam. Posisi tidur Re Becca menghadap kekanan memeluk putrinya
yang berbaring. Kemudian dengan tiba-tiba ada yang berbisik ditelinganya,
“Assalamu’alaikum”, dengan nada halus sedikit menakutkan. Dan Re Becca secara
reflek mengucapkan dua kalimat syahadat karna mengira kalau suara itu adalah
suara dari malaikat pencabut nyawa.
Namun yang berbisik mengucap salam
itu adalah El Scant, yang sudah rebahan ditempat tidur mendekapnya dari
belakang. “Ini aku suamimu, bukan malaikat pencabut nyawa”, tegur El Scant
memberitahu. Re Becca menjadi hening mendengarkan. “Aku ingin kita melakukan
sunnah rasul malam ini! Siapa tau ada rezeki lebih dibaliknya?!”, El Scant
merayunya mengajaknya tuk bermesraan semalam penuh. Dan Re Becca berkata “Iya”,
lalu keduanya benar ikhlas dalam melakukan sunnah rasul.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar