Esoknya, ketika hari sudah hampir
memasuki siang bolong, Bayu keluar dari ruang prakteknya menuju keruang
pribadinya. Dan sesampainya diruang pribadi miliknya, sudah memasuki ruangannya
tersebut tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu ruangannya. Tepatnya disaat ketika
Bayu sudah duduk dikursi kerjanya. Dengan sedikit berteriak Bayu memerintahkan
seseorang yang sudah mengetuk pintu ruangannya untuk segera masuk.
Dan mulai terlihatlah sosok
Inairtif yang kini sedang berjalan menghampirinya dengan pintu ruangannya sudah
dalam keadaan tertutup kembali. “Selamat siang, akhirnya kau menepati
janjimu.”, sapa Bayu menatap ingin tahu. Sedangkan Inairtif baru saja
mendudukkan dirinya didepan meja kerja Bayu, tepat dihadapannya.
“Dokter, aku ingin bermain dulu
denganmu. Sebelum memulai topik pembicaraan kita.”, Inairtif permisi melihat
serius. Bayu mengangguk mengiyakan, berubah melihat santai.
“Bisakah Dokter memberitahuku,
apakah arti dari sebuah ayat yang sudah Dokter baca pada tadi malam?”, Inairtif
memulai berubah menatap mohon. Bayu langsung mengerti apa yang dimaksudkan
olenya, akan memberitahu arti dari sebuah ayat yang sudah dibacanya pada tadi
malam.
“Dan mudahkanlah untukku urusanku.
Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Agar mereka mengerti perkataanku.”, Bayu
mengujarkan arti dari surah Taha ayat 26-28. Masih melihat santai.
“Tadi malam, aku kagum mendengar
suara Dokter melantunkan ayat dari sebuah surah dalam al-qur’an. Bisakah Dokter
melatunkan surah Maryam, ayat yang ke-22?”, ungkap kagum Inairtif lalu
memintanya tuk melatunkan surah Maryam ayat yang ke-22. Menatap kagum.
Tatapan Bayu mulai menjadi sedikit
bingung, lalu menerimanya dengan mengucapkan “Insya Allah” sebelum memulai
melatunkan surah Maryam ayat yang ke-22. “Fa hamalathu fantabazat bihi makanan
qasiyya.”, Bayu melatunkan surah Maryam ayat yang ke-22 memakai Qori. Inairtif
menjadi tersenyum semakin menatap kagum akan menyambung sebuah arti dari ayat
tersebut, “Maka dia (Maryam) mengandung, lalu dia mengasingkan diri dengan
kandungannya itu ketempat yang jauh”.
Inairtif sedikit bergemetar dalam
menyambung mengujarkan sebuah arti dari ayat tersebut. “Ina???”, tanya Bayu
memanggil namanya karna merasa begitu kaget. “Maafkan aku, Dokter. Karna
peristiwa pada malam itu, tepatnya pada tiga tahun lalu….?”, belum sempurna
Inairtif mengungkap akan meluruskan. Bayu langsung memotongnya. “Mengapa kau
mengasingkan dirimu seperti Maryam? Bukankah masih ada aku yang akan menanggung
dosa kita bersama?”, keluh Bayu menanyakan.
“Suatu waktu yang sudah lama berlalu,
kita bertemu didalam mimpi. Disana kau mengatakan, kalau dosa yang sudah tidak
sengaja kita lakukan telah berbuah? Tolong berikan sebuah kenyataan padaku,
adakah seorang anak yang telah lahir akibat dari kekhilafan kita bersama karna
peristiwa pada malam itu?”, Bayu menyambung katanya namun diakhir katanya ada
sesuatu yang terlupa.
Inairtif sudah tersentuh hatinya
dari pertama mendengar kata keluhan dari Bayu, “Maafkan aku, Dokter!”, pinta
maafnya tegas mencoba mengalihkan bertatap haru. Bayu pun menundukkan kepalanya
diatas kedua tangannya yang terlipat dimeja kerjanya, mengingat dosanya dimasa
lalu. “Dokter, jangan menangis.”, pinta mohon Inairtif ketika melihat airmata
Bayu jatuh masih dalam tundukkannya. Bayu tidak mendengarkannya karna Bayu
menangisi dosanya dimasa lalu yang baru saja terungkap jelas.
Kemudian terdengarlah suara adzan
menandakan waktu sholat dzuhur telah tiba. Inairtif menjadi berdiri dari
duduknya berniat untuk pamit pergi meninggalkan, namun sepertinya Bayu sudah
mempunyai firasat kalau Inairtif ingin pamit pergi meninggalkannya. Sehingga
Bayu menjadi berdiri dari duduknya melihat lagi padanya, “Aku ingin membawamu tuk
menghadap Tuhan! Aku mau kita berdo’a bersama, dengan sholat berjama’ah
dimusholla rumah sakit ini!”, tegas Bayu menunjukkan tekadnya.
Inairtif pun langsung
menganggukkan kepalanya kecil merasa tersentuh kembali karna mendengar ajakan
dari Bayu yang terbilang mulia. Lalu mereka berdua bersama beranjak dari
ruangan tersebut akan segera menuju ke musholla rumah sakit, namun sebelumnya
mereka terpisah karna harus mengambil air wudhu ditempat yang berbeda.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Dan kini mereka berdua akan
berdo’a setelah menunaikan ibadah sholat dzhuhur berjamaah. Di musholla itu
hanya ada mereka berdua, dan yang sebagai imam adalah Bayu, Inairtif sebagai
makmumnya. Bayu berdo’a, “Ya Allah, cukup aku menyadari bahwa aku adalah
seorang hambamu yang hina. Dan kini aku menyadari kalau diriku sendirilah yang
telah menjadikan aku semakin hina dihadapan-Mu. Tunjukkan jalan lurus agar aku
dapat kembali menjadi suci seperti hamba-hamba-Mu yang sholeh.”.
Inairtif berdo’a, “Ya Allah,
terimakasih karna Engkau telah membantuku memperjuangkan niatku untuk
mengatakan permasalahan kami padanya. Aku bersyukur, karna Dokter Bayu masih
bisa bersahabat padaku. Walaupun Dokter Bayu sudah mengetahui kalau aku telah
begitu menyakitinya.”. Demikianlah do’a dari keduanya. Bayu dalam do’anya
membuat pengakuan, sedangkan Inairtif mengadukan rasa syukurnya.
Namun yang pasti mereka berdua
sama-sama merasa bersyukur kepada Tuhannya. Kembali pada mereka berdua, mereka
berdua kini mulai beranjak pergi meninggalkan musholla bersama lagi menuju
keruangan pribadi Dokter Bayu. Sesampainya didepan pintu ruangan pribadi Dokter
Bayu, Inairtif memintanya untuk berhenti sejenak karna ada yang ingin
disampaikannya.
“Dokter, maaf, aku harus pulang
sekarang. Aku janji, akan melanjutkan pembicaraan kita pada hari esok.”, ucap
pamit Inairtif melihat bijak padanya.
“Hari esok merupakan hari libur
kerja untukku. Jadi, kau temui saja aku ditaman biasa pada sore hari.”, Bayu
menyahut dengan melihat balik padanya. Bijak pula.
“Hem, ok! Esok aku akan mencoba
menghubungi, Dokter. Aku, pamit ya, Dokter?”, Inairtif menyetujui menatap
ceria.
“Silahkan.”, Bayu mempersilahkan
semakin menatap bijak.
Lalu Inairtif dengan sedikit manja
mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum”, masih dengan tatapan ceria. Bayu
terpaksa memberi senyuman kecil padanya membalas salam darinya,
“Walaikumsalam”. Usainya saling berbalas salam, Inairtif berbalik pergi
meninggalkan dengan berlari. Dan Bayu yang melihatnya menjadi menggeleng kecil
melihat tingkahnya, lalu beralih memasuki ruangannya kembali.
Ketika hari sudah memasuki petang. . . .
Bayu telah diundang untuk berbuka
puasa bersama dirumah kediaman El Scant. Dan kini El Scant beserta keluarganya,
dan Bayu sudah duduk dimeja makan bersiap untuk berbuka. Kemudian suara adzan
menandakan berbuka puasa telah tiba berkumandang, mereka semua pun berdo’a
bersama sebelum meneguk segelas air minum sebagai pelepas dahaga. Setelah
berdo’a bersama juga sudah meneguk segelas air minum sebagai pelepas dahaga,
mereka semua kompak menikmati hidangannya.
Dan disaat mereka semua masih
menikmati hidangannya masing-masing, Bayu tiba-tiba saja terpandang kepada
Dhiya yang sedang disuapi Re Becca didepannya. Lalu dirinya menjadi terdiam
memandangi Dhiya karna baru saja mengingat sesuatu. Bayu baru saja teringat,
kalau Inairtif adalah seorang ibu kandung dari Dhiya, seperti yang pernah
diujarkan El Scant padanya. Lalu apakah benar kalau Dhiya adalah seorang putri
kandungnya, tanya Bayu mulai memikirkan menatapi Dhiya.
Namun ketika Dhiya baru terpandang
kepada dirinya, Bayu langsung memalingkan pandangannya dengan melihat
kehidangannya sendiri. Beruntung, tidak ada satupun dari mereka semua yang
telah mencurigai dirinya itu.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar