Setelah lima menit berlalu, Bayu
yang sudah terduduk kembali berdiri akan bercerita tentang siapa yang menjadi
sebuah inspirator. Dalam ceritanya ini, ia akan menceritakan tentang perjuangan
Dokter Ahli Bedah Saraf, Saturnus Diego. Bayu akan menceritakannya dengan
saling menyambung cerita dengan El Scant. Melihat El scant yang sudah berdiri
memegang mikrofon, Bayu pun benar akan memulainya.
“Dalam waktu yang sudah singkat
ini, saya ingin menceritakan tentang seorang yang sudah menjadi inspirator!
Tapi sebelumnya amat disayangkan, karna seorang itu sedang berada diluar negeri
menjalani tugasnya disana!”, Bayu berkata permisi melihat keseluruh mahasiswa
lalu beralih duduk.
“Perkenalkan, saya El Scant
Shiraj! Diri saya yang dulu juga sama seperti kalian semua, mengikuti pelatihan
karna masih berstatus mahasiswa baru difakultas kedokteran ini! Saturnus Diego,
dia adalah seorang Dokter Ahli Bedah Saraf! Dia satu angkatan yang sama dengan
saya juga Dokter Bayu! Namun dia harus pergi ke America untuk mengambil S2
disana! Dan mohon doanya agar dia disana bisa lulus dengan nilai terbaik
disana! Amin!”, El Scant memperkenalkan sosok Saturnus Diego melihat mereka.
“Bagaimana cerita awal dirinya
mulai mencari jati diri di fakultas kedokteran ini?”, Bayu memberi pertanyaan
masih duduk ditempatnya. El Scant melihat padanya lalu melihat ke mereka akan
menceritakan.
“Urnus, itulah panggilan akrabnya!
Dia membiayai sekolahnya disini, karna bekerja disebuah mall di Jakarta dengan
menjadi manager mall tersebut! Kalian boleh berpikir, Urnus bisa meraih
kesuksesannya kini karna bekerja di mall tersebut untuk membiayai sekolahnya?!
Namun disamping itu, Urnus mengutamakan ibadahnya di gereja! Bahkan setiap mau
pergi ke fakultas, Urnus selalu mendahulukan untuk berdo’a di gereja demi mendapat
berkat Tuhan, katanya!”, tegas bijak bahasanya.
“Jelaskan pada kami, serta
jelaskan pada mereka yang sebagai mahasiswa baru! Kala itu Sturnus Diego, atau
yang akrab dipanggil Urnus sedang berada dalam keluarga yang bagaimana?”, Bayu
memberi pertanyaan lagi melihat ke El Scant. El Scant yang sudah melihat
padanya, menjadi tersenyum lalu melihat ke mereka kembali.
“Diusianya yang baru berusia limabelas
tahun, Urnus harus menerima kenyataan kalau dirinya termasuk dalam golongan
anak broken home! Karna kala itu orangtunnya memilih bercerai, namun tidak
menuntut Urnus secara berlebihan! Anak yang terlanjur broken home, tentu
terkenal dengan kenakalannya bukan? Tetapi itu tidak dengan Urnus! Keadaan
keluarganya memang sudah broken home, akan tetapi pemikirannya masih
berkeluarga!”, cerita El Scant tegas membuat semua haru.
“Urnus pernah mengatakan,
“Cita-citaku takkan berhenti karna mama papa yang sudah tidak bersama! Karna
jauh didalam pemikiranku, anganku jika kami masih sama seperti semula!”, tutur
katanya sungguh membikin haru bukan? Mama, papa, bagi yang sudah merasa
kehilangan karna ketiadaan antara keduanya! Jangan melampiaskan kekesalan karna
mereka dengan membuat keburukan, tapi jadikan motivasi untuk bangkit
mencerahkan dunia kalian!”, El Scant bercerita akhir.
Suasana menjadi hari, karna semua
para hadirin menjadi hening seperti merenungkan apa yang sudah disampaikan
olehnya. Kemudian para Dokter berdiri dari duduknya, menundukkan kepalanya
masing-masing akan mengheningkan cipta dengan diiringan musik. Begitupun
professor Hafiz yang mulai mengucap ikrar janji seorang Dokter, yang diikuti
para Dokter serta semua mahasiswa. Apa yang sudah disampaikan oleh Bayu tadi
adalah sebuah motivator.
Sebab Bayu sering dipilih menjadi
motivator setiap pelatihan untuk mahasiswa baru diadakan. Sedangkan El Scant
hanya mewakili sosok inspirator yang tidak bisa hadir pada saat ini, tahun ini,
Saturnus Diego. Setelah usai mengucap ikrar janji seorang Dokter bersama-sama.
Mereka, para Dokter dan professor Hafiz, saling bersalaman menyudahi pelatihan
pada hari ini. Kemudian mereka semua yang beragama muslim mulai beranjak pergi
menuju musholla ketika baru saja adzan dikumandangkan.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Selang waktu berjalan, kini ruang
multimedia terisi kembali. Ruang multimedia menjadi sedikit gempar karna
kedatangan seorang yang dipilih sebagai inspirator. Saturnus Diego, sebagai
Dokter Ahli Bedah Saraf baru saja tiba di Indonesia pada sepuluh menit yang
lalu. Saturnus Diego langsung menuju ke fakultas kedokteran ketika baru saja
tiba di bandara Soekarno Hatta, demi menghadiri pelatihan yang sudah mengundang
dirinya sebagai inspirator tuk kesekian kalinya.
Karna pada zamannya dulu, Saturnus
Diego mendapat apresiasi sebagai inspirator. Bayuwangi mendapat apresiasi
sebagai motivator, sementara El Scant diapresiasikan sebagai pendapat nilai
terbaiknya selalu mengungguli dari nilai keduanya. Karna pada zamannya mereka
bertiga selalu menjadi siswa mendapat nilai terbaik disetiap tahunnya. Kembali
pada pelatihan, kini semua sudah duduk ditempatnya masing-masing dengan pusat
perhatian mereka semua tertuju pada Saturnus Diego.
“Selamat siang! Assalamu’alaikum!
Dan puji Tuhan, subahanallah, saya bisa tiba di Indonesia pada hari ini bertemu
dengan kalian semua disini!”, Urnus membuka kata sapanya. Semua menjadi
tersenyum berbalas sapa denagnnya. Mereka semua pun berbalas sapa dengan
senyuman menerima kehadirannya. “Terimakasih untuk Dokter El Scant Shiraj, saya
dulu suka sekali memanggilnya Shiraj dengan mengejek!”, ucap terima kasihnya
melihat ke El Scant diakhiri tawa kecil. Begitupun El Scant.
“Kedatangan saya disini membawa
kabar baik! Dan kabar baiknya adalah, Alhamdulillah saya telah berhasil
menjalani sidang dalam pencapaian gelar S2 saya! Yang insya Allah, seminggu
lagi saya akan menjalani wisuda! Namun daripada itu, saya mempunyai harapan
besar terhadap kalian semua para mahasiswa baru! Jangan jadikan broken home,
broken heart, atau kondisi ekonomi! Menjadikan kalian berputus asa untuk
menggapai cita-cita kalian!”, sambungnya memberi nasehat melihat mereka.
“Sebab, selagi kita masih
mengingat Tuhan! Tuhan Yesus, Bunda Maria, dan yang beragama muslim, Allahu akbar!
Akan selalu ada jalan yang terbentang luas untuk kita bisa menuju ke arah
tujuan yang kita mau, cita-cta kita! Dan yang harus selalu kita tanamkan pada
diri kita masing-masing, yakinlah bahwa Tuhan akan menghendaki jalan apa yang
sedang kita tuju! Mari kita bersama-sama ucapkan amin! Amin!!!!”, sambungnya
masih memberi nasehat diakhiri memerintahkan mengucapkan “amin”.
“Saya persilahkan untuk anda,
Dokter Urnus mantan mahasiswa dari bimbingan saya, tuk menceritakan singkat
kehidupan pribadi anda!”, professor Hafiz berkata permisi mempersilahkan. Urnus
yang sudah mendengarnya menjadi tersenyum canggung melihat mantan dosen
pembimbingnya itu, lalu melihat ke mereka kembali.
“Saat ketika saya sudah memutuskan
untuk melanjuti pendidikan S2 dinegeri orang, America! Saya benar menjadi perantau
seperti Dokter Bayu! Kemudian disuatu hari masih menetap disana, saya
dipertemukan dengan seorang wanita muslim berhijab! Dari pertemuan itu kami
mulai menjalani komunikasi, dan dia juga suka berbagi pengalamannya sejak awal
menetap di America! Hingga pada tahun kedua saya menetap disana, saya
memutuskan menjadi muallaf karna mencintai iman dirinya!”.
Urnus menceritakan singkat
kehidupan pribadinya sejak awal menetap dinegeri orang, America. Lalu Urnus
menyambung katanya terakhir. “Selama bhinneka tunggal ika masih tertanam dihati
kita! Tentu perbedaan tidak akan pernah ada! Karna kita semua sama! Seperti
pada sila kedua, yang begitu saya ingat dan tidak sangat mungkin saya lupakan!
Seperti perbedaan yang sudah kita ketahui secara umum! Yaitu adat, budaya,
agama, bahkan status yang membedakan si kaya dan si miskin!”.
Professor menambahkan sebagai
penutup. “Bhinneka tunggal ika, maksudnya adalah walaupun kita berbeda-beda,
kita tetap satu! Dan pada sila kedua, semoga kita menjadi manusia yang adil dan
beradap! Terakhir, kita sudah mendengar empat buah perbedaan dari Dokter Urnus!
Penjelasannya adalah, kita tidak boleh memberlakukan keempat buah perbedaan itu
dengan menyikapinya bertujuan merusak moral bangsa!”
Semua yang hadir sudah
mendengarkan kata motivasi, inspirasi dari mereka berduapun memberi tepukan
tangan meriah. Karna mereka semua menjadi seperti hidup kembali rasa
nasionalisme dalam diri mereka masing-masing. Terlebih lagi Urnus telah menyapa
dengan menghargai agama mereka semua masing-masing, pada awalnya sebelum
memberi nasehat. Dan kini pelatihan harus diakhiri. Mereka semua mengakhiri
pelatihan dengan bernyanyi.
Dan saat semua sudah berdiri tegak
dari duduknya, mereka mulai bernyanyi Indonesia Raya dengan iringan musik,
disambung lagu terakhir yaitu Satu Nusa Satu Bangsa. Mereka semua bernyanyi
memakai hati, hingga sampai merasakan indahnya menghayati dua buah lagu
kebangsaan Indonesia.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Pada malam harinya, Dhiya sedang
duduk dikamar orangtuanya. Ia didalam kamar tersebut sedang menonton program
televisi. Kemudian dilihatnya program Hafiz pada channel televisi yang sedang
disaksikannya. Lalu ia terbesit tanya dihatinya apa itu hafiz bersamaan dengan
tidak sengaja melihat El Scant berjalan melewati pintu kamar yang terbuka. Dan
Dhiya pun memilih beranjak beralih dari kamar tersebut akan menemui El Scant,
niatnya.
Sementara disana, diruang sholat
El Scant sedang membuka Al-Qur’an beserta dengan artinya. El Scant sedang
membaca arti dari sebuah surah didalam Al-Qur’an yang dipegangnya. “Abi? Apa
itu hafiz?”, tanya Dhiya seketika sesaat sudah berada dibalik El Scant. El
Scant pun berbalik menghadap Dhiya, melihat biasa dengan menutup Al-Qur’an yang
dipegangnya. “Ami pernah bercerita, kalau abi pernah menjuarai lomba tilawatil
qur’an. Lalu apa itu hafiz?”, tanyanya lagi memperjelas.
El Scant menjadi menyimpuhkan
dirinya akan bertanya balik, masih melihat biasa. Sedangkan Dhiya menatap serius
tanya.
“Dhiya bertemu dimana dengan kata
hafiz?”, tanyanya berbahasa lembut.
“dichannel televisi, abi. Apakah
hafizh sama dengan tilawatil qur’an?”, tanyanya lagi ingin segera mengetahui
penjelasan dari keduanya.
“Dan intinya seperti ini! Paham
tentang tilawatil qur’an belum tentu bisa menjadi hafiz. Sementara bila sudah
menjadi seorang hafiz tentu paham tentang tilawatil qur’an.”, El Scant langsung
menjelaskan inti dari keduanya.
“Jadi keduanya sama dong!
Tilawatil qur’an, membaca dengan ilmu tajwid serta bernada! Begitupun hafiz….?”,
Dhiya menyampaikan persamaan keduanya namun diakhir telah dipotong oleh El
Scant.
“Hafiz tidak hanya membaca dengan
ilmu tajwid serta bernada, tetapi juga menghafalnya.”, potong El Scant dengan
langsung menjelaskannya.
Dhiya langsung merasa puas
menunjukkan senyumnya. “Kalau begitu, Dhiya mau mencoba menjadi hafiz, abi!”,
tuturnya polos dengan niatnya diakhiri dengan tertawa kecil. “Insya Allah”,
balas El Scant merasa bersyukur. Dhiya tumbuh menjadi anak yang cerdas, ia sudah
bisa membaca diusianya yang baru tiga tahun. Bahkan niat yang ia tunjukkan tuk
bisa menjadi hafiz, membuat El Scant bergetar hatinya. Karna jarang seorang
anak seusia Dhiya, menunjukkan niatnya yang mengagumkan itu.
METAMORFOSA
“Surga yang Terlewati”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar