Selasa, 13 Oktober 2015

BHARATAYUDHAseritiga (Part 40)



                Setelah beberapa hari telah berlalu, Vikram masih memendam keresahannya. Jiwanya masih terguncang, dan khayalannya semakin kuat tuk berpisah dengan kedua orangtuanya sebab keinginannya tuk kembali bersama orangtua kandungnya semakin kuat. Namun yang paling menjadi bebannya adalah saat dirinya masih menerka jika Mellissa ialah sebagai Ibu kandungnya. Ibu kandungnya yang telah mempercayakan Poosharm untuk merawat dirinya hingga sebesar kini, masih didalam pikirannya.
                Dan kini disore hari, ia sedang berada disebuah taman bermain dengan berdiri dari kursi persegi panjang yang sempat didudukinya tadi. Kemudian ia membuka mahkota kecilnya lalu memegangnya dengan kedua tangannya kembali memperhatikan bundaran berisi berlian warna merah pada mahkota kecilnya. Tanpa disadari olehnya, ada langkah kaki yang perlahan mendekat pada dirinya. Disaat yang sama, ia juga mendengar kembali suara jeritan seorang bayi perempuan yang begitu pilu.
                Disaat itu juga, ia menoleh kearah kanan-kirinya tuk bisa mengetahui siapa yang telah mengilhami suara jeritan seorang bayi perempuan yang masih didengarnya. Kemudian memakai mahkota kecilnya kembali dengan melihat lurus kedepan. Dan tiba-tiba ada yang menyematkan bulu merak dikepala kanannya dari arah belakang diwaktu yang bersamaan. Sontak Vikram pun menjadi terdiam menahan rasa kagetnya.
                Kemudian disaat yang bersamaan juga, Vikram menolehkan kepalanya kesamping lalu dilihatnya ada wajah Ashghari yang juga melihat kepadanya tersenyum mesra. “Ashghari?”, katanya betanya-tanya. Sedangkan Ashghari masih tersenyum mesra menganggukkan kepalanya. Lalu mereka sama-sama memilih untuk duduk dikursi yang sama. Vikram duduk ditempat duduk dikursi itu, dan Ashgari duduk diatasnya sedikit disampingnya dengan duduk disandaran kursi itu.
                Setelah keadaan keduanya sama-sama terduduk, Ashgahri pun mulai berkata padanya, “Vikram! Kau tampak rupawan dengan sehelai bulu merak itu?”, dengan melihat kebulu merak yang telah terpakai oleh Vikram. Vikram baru menoleh melihat kepadanya.
                “Bukankah aku pernah memakai bulu merak seperti yang sudah kau pakaikan padaku, dulu? Itupun kalau kau masih mengingatnya!”. Vikram memberi sebuah pertanyaan dengan sedikit mencoba mengingatinya.
                “Tentu aku masih mengingatnya, karna itu aku membelinya lalu kuberikan padamu!”, ujar Ashghari. Vikram memberikan senyuman kecil padanya karna merasa tersanjung. “Vikram, apakah kau pernah merindukanku? Karna, aku merasa kalau kita pernah hidup bersama! Walaupun, kenyataan tidak berceritakan tentang itu?”. Sambungnya mencurahkan apa yang dirasakannya dengan bertanya.
                “Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang! Dan sebuah kata pepatah dariku untuk pertanyaanmu yang tadi, jika tidak diawali dengan pertemuan maka tidak akan ada rasa rindu menyertainya!”. Vikram mengatakan sebuah pepatah juga memberikannya sebuah pepatah berbahasa puitis, begitupula dengan tatapannya yang meyakinkan.
                Ashghari menjadi tertawa kecil karnanya, sebab telah merasakan kepuasan dari perkataannya yang telah menjawab pertanyaannya. Ashghari masih belum memahami kalau mahkota kecil yang kini sedang dipakai Vikram sangatlah sama dengan mahkota kecil yang juga dipakai dirinya. Dan lalu keduanya sama-sama tidak menyadarinya karna larut dalam canda, gurauan, juga dalam kebersamaan pada pertemuannya saat ini setelah lama tidak bertemu.

BHARATAYUDHAseritiga

                Kembali pada cerita sekolah, Ashgari sedang berdiri didepan pintu gerbang sekolahnya. Ia sedang menunggu mobil Taxi lewat didepannya tuk mengantarnya pulang kerumah. “Sudah sepuluh menit berlalu, tapi kok mobil Taxi sebagai jemputan belum juga dateng?”, pikirnya sambil berkata mendesah melihat kearah sekitarnya. Lalu didengarnya ada suara motor yang berhenti disampingnya. Ashghari pun menoleh kesamping melihat pengendara motor tersebut yang perlahan membuka helm.
                Dan ternyata pengendara motor itu adalah Raizaa. Ashghari yang baru saja mengetahuinya langsung memalingkan pandangannya lurus kedepan. “Apa kabarnya elo, Ashghari?”, Raizaa menyapa sedikit akrab melihatnya biasa.
                “Lo juga apa kabarnya?”. Balasnya menanyakan balik, Raizaa tersenyum mengejek padanya.
                “Gue mau kabarin, kalau hari ini hari terakhir gue gangguin lo! Sebelum ujian terakhir dilaksanakan, gue diasramain sama nyokap menjalani les privat! Jadi sehabis pulang sekolah gue harus ada dirumah, dan selama itu juga gue gak boleh keluar rumah selain belajar! Doain gue yah biar gue bisa beradaptasi dengan masa yang akan gue tempuh mulai hari esok, sampai seterusnya sebelum ujian terakhir dilaksanakan!”. Raizaa menceritakan kesibukkannya berbahasa lembut.
                Ashghari merasa prihatin akan kesibukkan yang telah dikatakan darinya padanya, hingga menolehkan kepalanya kesamping melihat wajah Raizaa yang baru saja memberinya senyuman. “Good luck!”, Ashghari membalas katanya terbuka dari bungkamnya. “Sebagai hari yang terakhir, gue mau lo pulang bareng sama gue!”, balas Raizaa memintanya tuk pulang bersamanya. Ashghari pun mengangguk melihatnya biasa lalu berjalan disampingnya.
                “Mimpi apa yah gue kemaren? Beneran gak habis pikir lo mau pulang bareng gue sekarang!”, Raizaa kembali berkata sedikit gugup sambil memakai helmnya kembali, sedangkan Ashghari baru duduk dimotornya dengan memegang pinggang Raizaa namun tidak memeluknya. Kemudian Raizaa menancapkan gas motornya lalu mengendarainya dengan kecepatan normal. Dan Ashghari tetap memegang pingangg darinya sebagai pusat pertahanan agar tidak terjatuh.
                Sementara disana, Shafaq dan Arun sedang berada didalam kamar mereka berdua. Shafaq menjahit kain sarinya yang sedikit robek dikursi sofa didalam kamarnya, Dan Arun berjalan kecil mendekati jendela didalam kamarnya. “Putri, Permaisuriku! Aku sudah putuskan untuk melakukan sebuah ritual pelepasan ilmu spiritual tepat saat Ashghari menyudahi ujian kelulusannya!”, Arun tiba-tiba berkata tentang ritual pelepasan ilmu spiritual. Shafaq menjadi terhenti dari jahitnya, melihatnya.
                “Aku memilih waktunya yang demikian, karna aku tidak ingin Ashghari merasa terganggu konsentrasinya untuk mengikuti ujian kelulusannya! Dan aku akan memberitahukannya dulu kepada Vin, Poosharm, Raj dan Raf!”, sambungnya lagi semakin meluruskan menjelaskan maksudnya. Dan Shafaq hanya berdiam diri sambil memkirkan apa yang telah dikatakan olehnya, masih fokus menjahit kain sarinya.
                Dipagar rumahnya, Ashgari baru tiba dengan diboncengi Raizaa kerumahnya. Raizaa pun langsung membuka kaca helmnya melihat Ashghari yang sudah turun dari motornya yang juga melihat padanya. “Makasih! Hati-hati dengan perjalananmu yang selanjutnya!”, Ashghari mengucapkan terimakasihnya sedikit canggung. Sedangkan Raizaa mengedipkan kedua matanya sambil menunjukkan senyuman centilnya lalu menancapkan kembali gas motornya beranjak pergi.
                Dan Ashghari membuka pintu gerbang rumahnya saat ketika dilihatnya bahwa Raizaa sudah jauh melanjuti perjalanannya untuk pulang kerumahnya. Dan tanpa disengaja oleh dirinya, ia menjadi senyum-senyum sendiri saat sudah memasuki kedalam rumahnya akan berjalan kecil menuju kamarnya. Sebab ia telah membayangi kembali Raizaa yang telah mengedipkan kedua matanya sambil menunjukkan senyuman centil padanya tadi.

BHARATAYUDHAseritiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar