Esoknya,
Raf sedang melakukan sholat Dhuha diaula didalam gedung sekolah tempatnya
mengajar sebagai guru pengganti. Setelahnya melakukan shalat Dhuha, Raf pun
menyempatkan dirinya untuk membaca Al-Qur’an, surat Al-Ikhlas. Sebelum membaca
surat Al-Ikhlas ia berdoa agar bisa kembali berkumpul bersama keluarganya kembali
dalam satu atap. Dan kini Raf membaca surat Al-Ikhlas berkali-kali dengan
suaranya yang lantang namun indah bila didengar saat membacakan surat tersebut.
Sementara
dijendela sebelah kanannya, ada sosok Ashghari yang dengan sengaja
mendengarkannya membaca Al-Qur’an secara diam-diam. Tak lama kemudian, ia pun
melihat jika Pak Raf telah selesai dari membaca Al-Qur’an dan segera untuk
keluar dari aula tersebut. Dan kini Ashghari telah berada disamping Pak Raf
yang baru saja memasangkan sepatunya kembali, begitupula Pak Raf yang baru saja
melihat kehadirannya.
“Assalammu’alaikum,
Pak Raf!”. Sapanya penuh kesopanan, melihat Pak Raf.
“Walaikumsalam,
Ashghari!”. Sapa Pak Raf balik melihat kepadanya juga, berdiri tegak.
“Mendengar
suara Pak Raf yang telah membacakan surat Al-Ikhlas! Aku jadi teringat pada
rinduku, rindu tuk mendengar lagi Pak Raf mengumandangkan kalimat Adzan sampai
akhir!”. Ashghari bercurah tentang kerinduannya.
“Ternyata
kau masih mengingatnya, saat aku belajar mengumandangkan kalimat Adzan sampai
akhir dirumah! Dan kalau tidak salah kau masih berumur dua tahun kala itu!”.
Pak Raf menjelaskannya dengan mengulang. Ashghari menjadi tersenyum malu
kepadanya, menatapnya berbinar-binar.
Raf
menjadi tenang melihat senyumannya. Sedangkan Ashghari mulai berniat akan
menemui Pak Raj. Dan kemudian Ashghari berlari penuh manja meninggalkannya, dan
Raf masih melihatnya masih dalam ketenangan.
Sementara ditempat lain. . . .
Diruang
perpustakaan, Raj sedang merapikan buku-bukunya dari belajarnya sebagai
persiapan untuk mengajar kembali nanti. Saat ketika sedang merapikan
buku-bukunya, tiba-tiba saja salah-satu buku diantaranya terjatuh dari meja
terlempar tak jauh darinya. Raj pun merasa terkejut berniat akan mengambil
bukunya itu. Namun ketika akan menyentuh, mengambil buku itu tiba-tiba saja
lagi ada yang membuatnya terkejut.
Sebab telah dilihatnya jika ada
tangan seorang siswi yang juga akan mengambil buku miliknya itu. Buku itupun
kini telah ada ditangan siswi tersebut, dan Raj hanya bisa berdiri kembali
dengan tangan kosong sambil perlahan melihat wajah dari siswi tersebut. Dan Raj
pun kini sudah mengetahui wajah dari siswi tersebut saat sudah bersama berdiri
tegak, berhadapan saling berpandangan. “Ashghari?”, sapanya masih dalam
keterkejutan.
Sedangkan Ashghari memberinya
senyuman masih memegang buku miliknya itu. “Pak Raj! Apakah sudah berdoa pada
pagi tadi? Seperti Pak Raf yang tadi sudah berdoa diaula sekolah!”. Ashghari
menanyakannya memberi perhatian sedikit.
“Sudah!
Dewa Krishna telah memberkatiku kembali untuk mengajar disekolah ini dengan
kesehatan yang baik!”. Pak Raj menjawabnya dengan menjelaskannya.
“Sebelum
aku berangkat untuk bersekolah lagi, aku selalu meminta restu kepada Ayah Ibu!
Karna bagiku tidak cukup hanya meminta restu atau pemberkatan kepada Dewa
Krishna!”. Ashghari menyambungnya dengan sedikit menyindir.
“Untuk
restu dari Ayah Ibu, cukup dengan melihatmu tersenyum saja aku bisa merasakan restu
dari mereka berdua! Maka dari itu kumohon, jangan hilangkan senyumanmu pada
kami berdua! Terutama pada pagi hari, juga pada siang hari! Karna kami sering
badmood pada siang hari!”. Pak Raj meminta juga mengungkap tentang keadaannya
bersama Raf.
Ashghari
pun menjadi terdiam ketika mendengar perkataan darinya, begitupula dengan
tatapannya yang menjadi kaku. Kemudian memberikan kembali buku yang masih
ditangannya kepadanya. Setelahnya memberikan, ia kembali tersenyum lalu pergi
meninggalkan. Raj yang masih tak mengerti akan jalan pikirannya pun hanya diam
melihatnya merasakan kelegaan. Tanpa Raf dan Raj menyadarinya, Ashghari
diam-diam telah bisa membuka pintu hatinya untuk menerima keduanya.
BHARATAYUDHAseritiga
Disaat
jam pulang sekolah tiba, Raizaa mengajak teman baiknya untuk pergi kesebuah
café tempat biasanya bersantai bersama teman baiknya itu. Dan kini mereka
berdua sudah duduk bersama saling berhadapan dalam satu meja juga sama-sama
memakai jacket warna Abu-Abu. Disaat asiknya bercerita dengan teman baiknya
itu, tiba-tiba saja ia melihat ada sosok Vin bersama seorang wanita dibalik
dirinya. Mengetahui itu, ia pun langsung melihat keteman baiknya kembali
membelakangi Vin.
Kemudian
ia berniat dengan diam-diam akan menguping pembicaraan Vin bersama seorang
wanita, tak jauh dari mejanya. Dan Vin bersama seorang wanita itupun akan
berbicara, seorang wanita itu adalah Poosharm. Keduanya sedang bersantai dicafe
tersebut hanya untuk meneduhkan diri mereka sejenak karna hari sedang hujan
amat deras.
“Sampai
kapanpun Mellissa menahan Putra Raizaa! Dia akan kembali dengan sebuah
kebenaran tentang kita! Dan semoga, Putra kedua kita tidak merasa tersisihkan
setelah Putra Raizaa kembali bersama kita!”. Poosharm mengatakannya kepada Vin
sambil meminum the hangat pesanannya.
“Putra
Raizaa masih meragu untuk memanggilku, “Papah”! dan semoga saja dia tidak
meragu untuk memanggilmu, “Ibunda”!”. Vin mengungkap keraguan dari Putra Raizaa
sambil meminum teh hangat pesanannya juga, melihat Poosharm.
“Aku
masih bisa merasakan dia dalam dekapanku! Alunan detak jantungnya sungguh tak
pernah hilang dariku! Bahkan saat inipun, aku merasakan bahwa dia ada disekitar
kita!”. Poosharm mengungkap apa yang dirasakannya, menatap Vin sembari meyakinkannya.
“Kontak
bathinmu begitu kuat! Sehingga kau tak bisa mengontrolnya! Sayang, bersabarlah!
Putra Raizaa akan kembali pada kita berdua yang masih berada dalam jalan
kebenaran!”. Vin menenangkannya dengan senyuman, menatapnya haru.
“Mungkin
Putraku disana sudah hidup dengan kebohongan dari Mellissa! Dia yang telah
merampas Putraku dari dekapanku! Dan mungkin juga Mellissa telah mengaku
sebagai Ibu kandung dari Putraku itu!”. Poosharm kembali mengungkap tentang
bebannya meresahkan Putra Raizaa bersama Mellissa.
Mendengar
percakapan dari keduanya, Raizaa tiba-tiba saja mengingat tentang nama seorang
Ibu yang telah melahirkannya beserta nama Ayahnya diakte kelahirannya. Kemudian
mendapat sebuah firasat jika nama seorang Ibu yang telah melahirkannya adalah
seorang wanita itu masih bersama Vin. Sebab telah diingatnya kembali jika Vin
berkata hanya menikahi seorang wanita saja. Dan Raizaa pun kini membalikkan
tubuhnya setengah melihat diam-diam kepada mereka berdua.
“Raizaa,
lo kenapa?”. Teman baiknya menanyakan karna heran melihatnya yang seperti itu.
“Apa
lo sempat denger, mereka berdua disana sedang membicarakan apa?”. Tanya Raizaa
balik menuju kemereka berdua, masih dalam keadaan yang sama.
“Kurang
jelas Bro! Gue cuma denger mereka ngomongin Putra satu, dua, tiga!”. Jawab
teman baiknya itu dengan cuek sambil memainkan handphone.
“Hah,
semprul lo!”. Raizaa mengejeknya dengan melihat kepadanya kembali sambil
melemparkan botol kosong.
Dan
disaat dirinya menjaili teman baiknya itu, tak sengaja ia mendengar seorang
wanita itu berkata, “Raizaa karn Poo, itu adalah nama Putra kita yang masih
jauh dari dekapan kita berdua!”. Kemudian ia melihat kembali kepada mereka
berdua secara diam-diam menatapinya singkat, ada sedikit keluluhan dihatinya.
Dan lalu dilihatnya mereka berdua akan pergi meninggalkan café tersebut karna
hujannya sudah sedkit reda.
“Seperti ada yang baru saja
datang padaku! Kemudian pergi tanpa berpamitan pula!”, Raizaa berbisik
dihatinya sambil berdiri dari duduknya meratapi kepergian keduanya yang akan
meninggalkan café tersebut. Sementara teman baiknya itu masih cuek terhadapnya
masih memainkan handphone.
BHARATAYUDHAseritiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar