Esok harinya,
Vikram sedang berjalan-berjalan ditaman biasa ia kunjungi demi menghabiskan
waktu luangnya. Ia berjalan sambil melamun melihat kebawah, masih memikirkan
kenyataan yang kian membuatnya menjadi pilu. Lalu dengan tiba-tiba dilihatnya
sosok Arun yang sedang bersantai seorang diri menikmati suasana, saat ketika
tidak sengaja menoleh kearah kanannya. Dan dengan cepat otaknya pun
memerintahkannya untuk segera menghampiri Arun sambil memanfaatkan waktu yang
ada.
Kini Vikram sudah
berada didekatnya, tepatnya dibelakang Arun. Dan Arun pun baru berbalik
menghadapnya, baru mengetahui keberadaannya. “Selamat pagi menjelang siang, Om
Arun!”, sapanya sedikit bergemetar menatapnya gugup. Sedangkan Arun melihatnya
aneh karna kedatangannya yang secara tiba-tiba tanpa membuat janji dulu dengannya.
“Om Arun, aku ingin menceritakan pengalamanku kemarin!”, Vikram berkata permisi
untuk bercerita dan Arun mengangguk sambil tersenyum.
“Kemarin aku telah
didatangi oleh seorang bayi laki-laki ilusi! Dia mengajakku lalu berhenti
disuatu tempat! Kemudian dia menghilang begitu saja!”. Vikram mulai
mengutarakannya.
“Apakah kau
mengenal siapa seorang bayi laki-laki ilusi itu?”. Arun bertanya dengan bijak,
Vikram menggeleng. “Lalu, apakah dia sempat mengenalkan dirinya padamu?”. Tanya
Arun sekali lagi, Vikram mengangguk masih dalam kegugupan.
“Dia mengenalkan
dirinya adalah diriku! Dan tubuhku adalah tubuhnya juga! Tapi sungguh aku tidak
mengenal wajah dari seorang bayi tersebut!”. Vikram menjabarkan apa yang telah
didengarnya dari pengakuan seorang bayi laki-laki ilusi itu.
“Apakah ada hal
lain yang akan kau sampaikan padaku lagi! Terbukalah lagi Vikram! Aku akan
merahasiakannya dari yang lain!”. Arun menanyakannya lagi, Vikram mendesah
kecil melihatnya.
“Om Arun, apakah
maksud dari pertemuanku dengan seorang bayi laki-laki ilusi itu? Sungguh aku
tidak mengerti!”. Vikram berkata memohon memancingnya tuk memberitahukan maksud
dari pertemuannya itu dengan seorang bayi laki-laki ilusi.
“Kali ini aku
harus bersikap keras, tegas, dan rahasia padamu! Karna kau saja bisa begitu
padaku!”. Arun berkata menolaknya halus lalu menepuk lengannya, sedangkan
Vikram merasa sedikit kecewa atas perkataan menolaknya dan juga dengan tepukkan
darinya.
Kemudian Vikram
melepaskan tangan Arun pelan dari menepuk lengannya lalu berbalik pergi berjalan
dengan cepat. Sementara Arun melihatnya sedikit tersenyum sambil menggelengkan
kepalanya. “Sepertinya dia lebih pintar dari yang kukira! Kecerdasannya sama
seperti kecerdasan yang aku punya! Aku sudah dapat membaca jika dia akan
melakukan sesuatu yang akan menyakiti dirinya sendiri pada akhirnya!”, bisik
Arun dalam masih meratapi kepergiannya yang masih terlihat.
Setelah beberapa
saat kemudian, Vikram berhenti disatu tempat sambil merenungkan kecerdasan yang
dimiliki Arun. “Ternyata kecerdasan Om Arun, masih mampu menandingi kecerdasan
yang kupunya! Kalau memang benar begitu, maka tujuanku besok adalah pergi
kerumah sakit! Om Arun boleh saja merahasiakannya, tapi dokter tidak akan bisa
merahasiakannya!”, Vikram berkata tegas penuh optimis melihat keatas awan.
BHARATAYUDHAseritiga
Keesokkan harinya
lagi, Vikram mengendarai sebuah mobil Taxi dengan membawa beberapa helai rambut
Poosharm yang didapatinya dari tempat sampah didalam kamar Ibundanya. Ia
memasukkan beberapa helai rambut itu dikantong plastik bening serta dengan
beberapa helai rambut dirinya sendiri. Ia berniat akan melakukan tes DNA
seorang diri secara diam-diam dan tak ada yang mengetahuinya. Itu dilakukannya
karna dirinya ingin cepat mengetahui tentang jati dirinya.
Setelah beberapa
lama menempuh jarak menuju kerumah sakit, kini ia pun telah tiba dirumah sakit
tersebut dan sudah duduk berhadapan dengan seorang dokter. Vikram menjelaskan
tentang keinginannya untuk melakukan sebuah tes DNA yang memakai beberapa helai
rambut dari Poosharm juga dari rambutnya sendiri. Tak perlu dirinya lebih
menjelaskan, Sang Dokter yang siap melayani keinginannya pun mengangguk menerimanya.
Dan kemudian Dokter itu memintanya untuk kembali pada
dua hari mendatang untuk mengetahui hasil dari tes DNAnya. Vikram yang menjadi
senang dan tenang pun langsung menjabat tangan Sang Dokter mengucapkan
terimakasih. Usainya melakukan yang demikian, Vikram berpamitan dengan Dokter
tersebut tanpa ada rasa canggung didalam dirinya.
Dua hari kemudian. . . .
Setelah
dua hari menunggu, surat pemberitahuan tentang hasil dari tes DNA yang
dinantinya itupun sudah berada ditangannya. Dan kini ia sedang duduk dilobby
rumah sakit, berniat akan segera membukanya dan juga akan segera megetahuinya.
Perlahan ia merobek sedikit amplop dari surat pemberitahuan itu, lalu perlahan
mengambil sebuah kertas yang berlipat dua bagian. Kemudian dibacanya jika pada
hasil tes DNA Sembilan puluh Sembilan persen tidak ada kecocokkan.
Sontak Vikram
menjadi amat terkejut, karna apa yang telah dicurigainya hingga kini memanglah
nyata. Usainya mengetahui itu, dirinya langsung melipat kembali surat tersebut
lalu beranjak cepat entah akan menuju kemana.
Setelah beberapa saat kemudian. . . .
Karna emosinya, jauh
dalam kesadarannya ia kembali kerumah memasuki kamar rahasia dengan cara
mendobrak pintunya keras. Lalu ia memutarkan dirinya pelan melihat seisi kamar
rahasia tersebut. “Ayahanda! Ibunda! Kakak Raizaa! Aku bukanlah seorang anak,
seorang saudara kandung dalam kehidupan kalian!”, katanya menjerit kecil sambil
berlinangan airmata masih memutarkan dirnya pelan melihat-lihat seisi kamar
rahasia. Kemudian terjatuh dengan bersimpuh masih berlinangan airmata.
Kemudian beranjak
menutup pintu kamar rahasia tersebut dari dalam beralih bersantai dibalik pintu
kamar rahasia tersebut dengan terduduk melampiaskan emosinya, mulai menangis
kecil. “Apakah Mellissa adalah Ibunda kandungku?”, katanya lagi begitu pilu sambil
membayangi wajah Mellissa. Dan kemudian mengangkat kepalanya keatas dengan
memejamkan kedua matanya dengan kedua telapak tangannya memegang dadanya erat
seolah-olah berusaha tuk menenangkan dirinya sendiri.
BHARATAYUDHAseritiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar