Hari tlah
berganti, Ashghari telah berada diaula didalam gedung sekolahnya. Ia sedang
duduk berdampingan bersama Pak Raf demi mendengarkan suara Pak Raf yang masih
melantunkan Ayat Suci Al-Qur’an. Ashghari begitu mengagumi suaranya dalam
membacanya, penghayatannya dalam masih melantunkan Ayat Suci Al-Qur’an
tersebut. Bibirnya pun tak henti untuk tersenyum karnanya, dan kini Pak Raf baru
saja selesai membaca Ayat Suci Al-Qur’an tersebut.
“Kalau boleh aku tau,
kalimat terakhir yang Pak Raf baca telah bercerita tetang apa?”. Tanya Ashghari
melihatnya masih dengan kekaguman. Pak Raf tersenyum melihat kagum padanya
juga.
“Maha suci Engkau,
tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami! Sesungguhnya Engkaulah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana! Itulah
artinya dan bercerita tentang, “Mohon Ditambahkan Ilmu”!”. Pak Raf
menjelaskannya secara rinci.
“Aku mengagumi
agama Islam! Terkadang aku menjadi hening, ketika suara Adzan dari Masjid ke
Masjid mulai dikumandangkan! Dan pada saat yang sama juga, aku merindukan Kaka
Raf! Dan bila aku kembali berdoa pada agamaku, aku juga merindukan Kaka Raj!”.
Ashghari mengutarakan rasa rindunya terhadap kedua Kakaknya.
“Ashghari, ada
saatnya kita semua akan berkumpul kembali menjadi satu keluarga! Bersabarlah,
jangan kau tanyakan lagi kapan kami berdua akan kembali kerumahmu, kerumah Ayah
Arun, dan juga kerumah Ibu Shafaq!”. Arun mengingatkannya kembali.
“Aku akan
berusaha untuk tidak menanyakannya kembali, Kakak! Aku gak akan berhenti berdoa
pada Dewa Khrishna, untuk mengumpulkan kita semua kembali hingga menjadi satu dalam
keluarga!”. Ashghari mengatakan tekadnya, menatap sedikit haru.
“Adik Kaka Raf
gak boleh cengeng! Ayo kita keluar dari tempat ini! Kita bermain lagi diluar
sana!”. Ajak Raf memalingkan kesedihannya yang mulai terasa saat ketika melihat
Ashghari menatap sedikit haru pada dirinya sendiri.
Ashghari pun
menjadi sedikit tersenyum menghentikan tatapan harunya, lalu mereka berdua
bersama berdiri meninggalkan aula. Melupakan kesedihan namun masih terasa
didalam diri mereka berdua masing-masing.
Sementara ditempat lain. . . .
Ditempat lain,
diluar sana Raizaa sedang merenung diperpustakaan sekolahnya. Ia sedang
merenungkan pertemuannya bersama Ibundanya, juga dengan Ayahandanya yang baru
terlihat saat terbangun dari tidurnya dipangkuan Ibundannya dihari kemarin.
“Ayahanda, Ibunda, sesungguhnya aku ingin kembali! Tapi aku telah berjanji
untuk tidak meninggalkan, Mamah Mellissa!”, bisiknya didalam hati sambil
meremas kertas kecil ditangannya.
Kemudian
dingatnya kembali wajah Vikram yang kemarin sempat betemu dengannya beberapa
kali. Ia pun semakin mengingatnya sedikit dalam kecemasan saat baru menyadari
jika Vikram adalah saudara kandungnya. “Vikram, andai saja kau tau, jika aku
adalah saudaramu sebagai seorang Kakak kandungmu!”, bisiknya didalam hati kedua
kalinya.
BHARATAYUDHAseritiga
Disore harinya,
Vikram tertidur seorang diri dibangku taman disebuah taman tempat biasanya
disinggahinya. Didalam masih tertidurnya itu, ia bermimpi jika Raizaa sudah
kembali kerumahanya dan berkumpul kembali layaknya sudah menjadi satu keluarga.
Didalam mimpinya, dirinya sedang bercanda bersama Raizaa juga bersama kedua
orang tuanya. Namun disaat sedang asyiknya bercanda bersama, tiba-tiba saja ia
terpandang pada Mellissa dikejauhan yang menangis perih melihat kepadanya.
Bersamaan dengan
itupula, Vikram menjadi terbangun dari tidurnya dengan terduduk penuh rasa
keterkejutannya. Kemudian dilihatnya sosok remaja putra telah berdiri didepannya, dan Vikram
kembali merasa terkejut kedua kalinya ketika sudah mengetahui wajah dari sosok
remaja Putra itu. Sosok remaja putra itu adalah Raizaa, Raizaa yang kini sudah berlutut
dihadapannya. Dan mereka akan berbicara saling bertatapan.
“Raizaa, apa yang
kau lakukan? Berdirilah, aku bukanlah seorang Raja!”. Sebuah tanya berpadu
dengan sebuah perintah, menolak sikap Raizaa padanya.
“Kau memang bukanlah
seorang Raja! Tapi kau memang benar seorang Adik kandungku!”. Raizaa
memberitahukan kebenaran. Vikram menggeleng berpura-pura tidak
mengetahuinya.
“Aku tidak bisa
mempercayaimu! Kau masih asing dikehidupanku! Sebagai perisai tentang
kebenarannya, kau harus ikut denganku!”. Vikram masih berpura-pura, menolak
lalu menantangnya sembari mengajaknya.
“Kemana kita akan
pergi? Kemana kau akan membawaku?”. Raizaa bertanya balik dengan berdiri
kembali, begitupun dengan Vikram yang juga berdiri dari tempat duduknya.
“Sebentar, aku
akan menuliskan alamat yang harus kau datangi!”. Perintahnya sambil mengambil
kertas kecil dari saku celananya juga bolpoin akan menuliskan alamatnya.
“Haruskah aku
mendatanginya? Atau malah kau akan mengerjaiku?”. Raizaa bertanya sambil
melihatnya menuliskan alamatnya.
“Aku takut kau
berniat jahat padaku! Jangan berfikir dengan kau mengaku sebagai Kakak
kandungku! Kau bisa memperdayaiku dengan semaumu saja!”. Vikram mengatakannya
dengan memberikan kertas kecil yang sudah ditulisnya.
“Jadi kapan aku
harus mendatangi alamat ini?”. Raizaa bertanya kembali sambil membaca alamat
dikertas kecil tersebut.
“Dua hari
mendatang, pada malam hari tepatnya jam tujuh malam! Aku akan menunggumu
didepan pintu gerbang rumahku!”. Vikram memberitahukan, melihatnya cuek.
Sementara Raizaa
baru saja melihat kembali kepadanya, bertanya-tanya dalam hatinya sebab telah
dibacanya jika alamat yang telah dibacanya berbeda dengan alamat rumah Vikram
yang sempat dikunjunginya. Sedangkan Vikram hanya memberi senyuman lalu pergi
meninggalkan. Melihat Vikram yang seperti itu, Raizaa pun semakin
bertanya-tanya lalu berfikir jika ada konspirasi yang telah dirancang oleh
Vikram untuknya.
“Vikram adalah
seorang anak yang baik! Dia tidak mungkin mempersulit, tapi mengapa alamat yang
Vikram tuliskan sangat berbeda jauh dari alamat rumah yang sebelumnya!”,
bisikkannya melihat kealamat yang semakin membuatnya bertanya-tanya.
BHARATAYUDHAseritiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar