Pada malam
harinya, Raizaa membaringkan tubuhnya dikasur tempat tidurnya sambil memikirkan
sesuatu. Memikirkan kebersamaannya dengan Ashghari yang jarang sekali dirasa
akur, pada setiap kali mereka bertemu. Terlebih lagi pada kebersamaannya dengan
Ashghari pada siang tadi. Maksud hatinya ingin menghibur, justru malah terjadi
lagi sebuah perdebatan kecil yang tak seharusnya terjadi pada mereka berdua.
Raizaa yang masih
dalam keadaan yang sama, tiba-tiba mendengar ada yang membuka pintu kamarnya.
Dengan cepat Raizaa pun menutup kedua matanya berpura-pura untuk tidur.
Ternyata yang membuka pintu kamarnya itu adalah Mellissa, yang ingin mengetahui
keadaan Putra kesayangannya. Dilihatnya kini Putra kesayangannya itu sedang
tertidur, dan Mellissa memasangkan selimut menutupi tubuhnya agar tidak merasa
kedinginan.
“Entah sampai kapan
aku bisa menahanmu untuk tetap berada disini? Hampir semua rasa percaya diriku
sirna sampai disini! Tapi aku masih berusaha untuk tetap percaya diri menahanmu
disini!”, Mellissa berkata pelan sambil mengelus rambutnya, meratapi wajahnya
yang masih tertidur. Namun ketika akan berbalik meninggalkannya, Raizaa menjadi
terbangun dalam kepura-puraannya yang sudah tertidur sambil mengatakan sesuatu.
“Mamah”, Mellissa menjadi terkejut dengan berbalik
lagi melihat ke Raizaa. “Mamah, peluk aku sebelum Mamah merasa cemburu disaat
aku sudah berada dipelukan wanita itu, wanita yang juga sebagai Ibuku selain
Mamah!”. Raizaa mengatakannya dengan membangunkan dirinya dari baringnya,
melihat ceria. Mellissa pun menyentuh wajah kanannya lalu mencium keningnya,
kemudian memeluknya penuh kasih sayangnya.
“Aku janji, aku gak akan ninggalin Mamah sendiri!
Cukup Papah aja yang berperilaku seperti itu!”, Raizaa berkata sekali lagi
sembari menenangkannya, memberikan pelukan.
Esok harinya. . . .
Raizaa sedang berjalan kecil dipinggir jalan tak jauh
dari jarak sekolahnya sambil memainkan bola kecil ditangan kanannya. Namun
ketika sedang asyiknya berjalan kecil sambil memainkan bola kecil ditangan
kanannya, tiba-tiba pandangannya tertuju kesebuah mobil yang sebelumnya telah
dimasuki oleh seorang wanita yang begitu tak asing dirasanya. Raizaa pun kini
mencoba berlari demi mengejar mobil tersebut.
Setelah beberapa
jam kemudian, Raizaa pun menjadi terhenti berjarak tiga meter dari mobil
tersebut, lalu dilihatnya seorang wanita yang tak begitu asing dirasanya keluar
dari mobil tersebut berjalan memasuki sebuah taman. “Mamah kandung!”,
bisikkannya lalu berlari kembali mengejar seorang wanita itu.
Beberapa saat kemudian. . . .
Poosharm sedang
berada ditepi kolam didalam sebuah taman, sebuah taman yang tadinya Raizaa
telah berlari memasukinya demi mengejar seorang wanita yang begitu tak asing
dirasanya. Poosharm ditempat itu sedang merasakan kedatangan Putra pertamanya
yang telah menemui Vin disekitar tempatnya berdiam, didalam taman tersebut.
Meskipun hanya dalam halusinasinya, ia tetap merasakannya dan berharap jika
Putra pertamanya itu akan datang kepadanya juga ditempat itu.
Kemudian dengan
tiba-tiba didengarnya ada suara yang menyanyikan sebuah lagu, “Bundaaaa,
engkaulah muara kasih dan sayang! Apapun pasti kau lakukan, demi anakmu yang
tersayang!”, suara itu menyanyikan sebuah lagu “Bunda” yang dipopulerkan oleh
Arie Suzan. “Siapa itu?”, tanya Poosharm masih membelakangi suara yang telah
menyanyikan sebuah lagu bunda dibaliknya. Lalu terdengar suara bisikkan langkah
kaki misterius mendekatinya secara perlahan.
BHARATAYUDHAseritiga
Setelah beberapa
saat mendengar suara bisikkan langkah kaki misterius itu, juga tidak mendapat
jawaban dari pertanyaannya. Poosharm pun membalikkan tubuhnya kebelakang
melihat sang pemilik suara yang sudah bernyanyi dibaliknya tadi. “Mamah”, sapa
sang pemilik suara itu kepadanya. Sedangkan Poosharm menjadi terkejut
menatapnya dengan terbayangi wajah Putra pertamanya sewaktu masih bayi dulu.
“Siapa, kau?”.
Tanya Poosharm sekali lagi, sang pemilik suara itu memberinya tatapan
kebahagiaan.
“Aku, Raizaa!
Putra Mamah!”. Sang pemilik suara itu memberitahukan namanya juga jati dirinya.
“Bayi Raizaa?
Putra Mamah yang dulu hilang?”, Poosharm masih melempar tanya kembali karna
masih tidak percaya.
Sementara sang
pemilik suara itu yang mengaku namanya adalah Raizaa sebagai Putra darinya,
mengambil kedua tangan darinya lalu menyentuhkannya kewajahnya sendiri. “Dekap
lagi aku, Mah!”, pintanya sedikit menatap haru. Poosharm yang mendengarnya pun
mulai mendekapnya perlahan mendengarkan kembali alunan detak jantung darinya.
Kemudian Poosharm melepaskan dekapannya dengan menyentuh wajah Putranya kembali,
saling bertatapan haru.
“Darimana saja
kau, Putraku? Mengapa baru sekarang kau menemuiku?”. Tanya Poosharm ingin
mengetahui alasannya.
“Aku baru
mempercayai tentang kebenarannya, Mah! Karna sebelumnya aku mempercayai tentang
kebohongan dari Mamah Mellissa!”. Raizaa menjelaskan tentang alasannya.
“Mellissa, dia
adalah wanita yang sudah tidak berbuat adil denganku! Dia sudah memisahkanku
darimu selama bertahun-tahun!”. Poosharm mengungkap kekesalannya.
“Mamah Mellissa
memang sudah tidak berperilaku adil sama Mamah dan Papah! Tapi Mamah Mellissa
selalu bersikap adil padaku, meskipun harus dibalut dengan kebohongan darinya
dalam membesarkanku!”. Raizaa mengutarakan apa yang ada dipikirannya, sedikit
membela Mellissa.
“Jangan panggil
aku Mamah, karna aku bukanlah Mamahmu!”. Poosharm menegaskan sambil melepaskan
tangannya dari menyentuh wajahnya. Raizaa pun menjadi terkejut, menatap diam
tak bersuara. “Aku bukanlah Mamahmu! Tapi aku adalah seorang wanita yang telah
melahirkanmu! Dan panggil aku Ibunda! Karna akulah Ibundamu yang sebenarnya!”.
Poosharm menyambungnya dengan lebih memperjelaskannya, Raizaa menjadi tersenyum
lalu mendekapnya sekali lagi.
Tak berapa lama
kemudian, Raizaa tertidur masih dalam dekapan Poosharm. Dan Poosharm yang baru
saja mengetahui hanya berdiam sambil berkata, “Kau tertidur lagi didalam
dekapanku! Kala itu kau masih bayi tertidur dalam dekapanku! Dan sekarang kau
sudah besar tertidur lagi dalam dekapanku! Bayi Raizaa ku sayang! Putraku
malang!”. Kemudian dengan tiba-tiba Vin datang ada bersama mereka berdua dengan
mengelus rambut Raizaa yang masih tertidur dalam dekapannya.
“Kau tidak lelah
menahan Putra kita yang masih tertidur ini, dengan masih berdiri yang seperti
ini?”. Vin menegurnya dari arah belakangnya masih mengelus rambut Raizaa. Dan kemudian
mereka berdua sama-sama berjalan pelan menuju kesebuah kursi persegi panjang.
Dan kini juga Raizaa masih tertidur namun telah berada dipangkuan Poosharm,
sedangkan Vin mengenggam tangan darinya semakin membuatnya terlelap dalam
tidurnya.
“Hari ini, saat
ini, kita berdua telah berhasil memanjakan Putra pertama kita! Lihatlah, betapa
manisnya dia seperti diriku waktu masih menjadi Pangeran Karanu pada masa
itu!”, Vin memuji Putra pertamanya meratapi wajahnya yang masih tertidur.
Begitupun Poosharm yang tak henti-hentinya tersenyum mengamati wajah Putra
pertamanya yang semakin terlelap dipangkuannya.
BHARATAYUDHAseritiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar