Masih pada
masa itu. . . .
Hari ini adalah
hari ketujuhbelas dimana masih dikenang sebagai hari kematian dari Tuan Putri
Purindah. Ditaman diperbatasan, tepatnya disebuah danau masih disekitar taman
itu, Pangeran Bheeshma berdiri menghadap ketimur tempatnya matahari akan terbit
pada sore nanti. Danau tersebut sangatlah tidak asing baginya. Karna pada masa
dulunya, sebelum Tuan Putri Purindah meninggalkannya kenirwana, ia sempat
mendatangi danau tersebut hanya untuk bercermin diair danau tersebut.
Alasan darinya
mencerminkan wajahnya diair danau tersebut, karna ia mencoba merenungi apa yang
telah membuatnya berpikir untuk tinggal
menetap sementara ditaman diperbatasan tersebut. Tentu masih jelas
diingatnya, didalam ingatannya yang dalam. Jika ia melakukan yang demikian
hanya untuk ikut merasakan bagaimana Tuan Putri Purindah telah menunggunya
pulang. Dan juga informasi yang demikian pula telah didapatinya dari Ibunya,
Ratu Gandiki.
Masih dihari
ketujuhbelas mengenang kematian dari Tuan Putri Purindah, hanya berbeda suasananya
saja. Suasananya yang tadinya siang hari, kini sudah berganti menjadi sore
hari. Pangeran Bheeshma, ia masih berdiri didanau tersebut, namun beralih
kearah tempat dimana matahari akan terbenam. Ia berdiri hanya seorang diri didepan
air danau yang masih tenang. Kemudian mengangkat tangannya setengah keatas dengan memegang sebuah botol kecil
berkepalakan mahkota wanita.
Pandangannya
masih lurus kedepan, begitupun dengan tatapan matanya yang masih betah melihat
sang surya didepannya, tepat didepan wajahnya. Kemudian dari kejauhan diarah
kanannya, terlihat jiwa dari Tuan Putri Purindah berlari kecil dengan anggunnya
seakan-akan ingin menghampirinya. Hubungan bathin keduanya pun mulai berinteraksi
kembali dengan sendirinya. Dan Pangeran Bheeshma pun mengetahui itu, mendengar
bisikan kecil langkahnya yang semakin dekat.
Masih melihat
sang surya didepannya, juga masih memegang botol kecil berkepala mahkota
wanita, ia pun berkata dalam hatinya penuh harap. “Mendekatlah, Permaisuriku! Pangeranmu
masih menunggumu disini!”, ia berkata dalam hatinya tak lepas dari keharuan dapat
terbaca dari kedua matanya yang kini mulai berkaca-kaca. Tanpa bisa dilihat
olehnya, Tuan Putri Purindah kinipun sudah berada disamping kanannya dengan melihat
kepadanya haru.
Sebab dilihatnya
sosok Pangerannya yang kini sudah menjadi Tuannya, sedang berdiri masih melihat
sang surya dengan masih memegangi Abu dari kremasi dirinya didalam botol kecil
berkepala mahkota wanita itu. “Pulanglah, Tuanku! Tinggalkan tempat ini segera,
Pangeranku! Setidaknya kau bisa mendengar suaraku, yang kini telah
memerintahkanmu!”, jiwa Tuan Putri Purindah mencoba menyuruhnya untuk pergi
dengan memakai suaranya.
Atas kebesaran
Dewa Siwa, Pangeran Bheeshma pun mengangguk seolah-olah telah mendengar suara perintah
darinya. Jiwa Tuan Putri Purindah yang tak sengaja melihatnya pun merasa
takjub. Kemudian memuji Dewa Siwa dan akan berkata kembali masih melihat ke
Pangeran Bheeshma. “Puji Dewa Siwa! Selepasnya kau pergi dari danau ini, maupun
taman diperbatasan ini! Kau jangan kembali lagi kesini, Tuanku! Karna hari ini,
hari terakhir aku turun kebumi hanya untuk melihatmu lebih dekat!”.
Dan Pangeran
Bheeshma pun mendengarnya kembali, menganggukkan kepalanya kembali. “Kau jangan
terlalu banyak bicara! Kau jangan terlalu banyak memohon kepada Dewa Siwa! Baiklah!
Aku akan menurti sepeti apa yang telah kau katakan tadi! Pergilah,
Permaisuriku, Putriku! Karna aku tidak bisa pergi dari sini bila masih
mendengar bisikkan langkahmu didekatku!”. Pangeran Bheeshma mengatakan
bebannya, dan bisa diterima baik oleh jiwa Tuan Putri Purindah.
Kini Jiwa Tuan
Putri Purindah menjadi tersenyum lepas kepadanya. Kemudian mereka berdua
bersama-sama mengatakan, “Kita berpisah hari ini dan kita akan kembali bersatu dikemudian
hari selanjutnya!”. Pangeran Bheeshma pun menjadi ikut tersenyum setelah
mengatakannya sebab telah didengarnya tadi jika suara jiwa Tuan Putri Purindah
juga mengatakan kata yang sama. Lalu Pangeran Bheeshma menutup kedua matanya
saat mulai dirasakannya jika jiwa Tuan Putri Purindah menciumnya.
Lalu membuka
kedua matanya kembali saat dirasakannya jika jiwa Tuan Putri Purindah
melepaskan ciumannya. Dan kemudian Pangeran Bheeshma menundukkan kepalanya
dengan mencium erat botol kecil berkepala mahkota wanita tersebut yang berisi
Abu dari kremasi Tuan Putri Purindah. Bersamaan dengan itu juga, jiwa Tuan
Putri Purindah tersenyum kembali masih melihat kepadanya dan kemudian
menghilang seketika.
Pangeran Bheeshma
masih terbawa dengan syahdunya mencium erat botol kecil berkepala mahkota
wanita itu yang berisikan Abu dari kremasi Permaisurinya hingga sang surya
membenamkan dirinya dan langitpun mulai berubah warna menjadi biru-kebiruan
dalam pekatnya. Dan dari sinilah kehidupan pada masa mendatang, yaitu pada
limaratus tahun kemudian akan segera dimulai.
BHARATAYUDHAseridua
Pada limaratus tahun kemudian. . . .
Pada masa modern
alias pada masa sekarang, Pangeran Bheeshma muda dimasa dulu pun telah
disulapnya menjadi Pangeran Bheeshma dewasa. Pada masa sekarang ia mengubah
namanya, juga mengubah jati dirinya. Namanya kini telah dikenal oleh
orang-orang dengan nama, Sahenshah Bheeshma Gandaki. Sedangkan jati dirinya, ia
samarkan sebagai anak perantau yang ingin belajar dinegeri orang.
Pada masa hidupnya
dimasa-masa sebelumnya, ia sering kali berpindah tempat, kota, bahkan berpindah
dinegara yang satu kenegara lainnya. Keistimewaan yang telah dimiliki dalam
dirinya, orang-orang yang pernah bertemu dengannya akan lupa dengannya
(wajahnya maupun tentang dirinya) setelah usianya diatas empat puluh lima
tahun. Namun itu sedikit membebankan dirinya sendiri. Karna setiap empat puluh
lima tahun sekali ia harus berpindah tempat tinggal.
Karna pada
usianya yang keempatpulun enam ia kembali keusianya yang keenambelas tahun,
kembali menjadi seorang remaja. Tetapi kembalinya pada usia yang keenambelas
tahun tidak mempengaruhi pemikirannya yang kembali pada usia enambelas tahun
pula. Akan tetapi pemikirannya masih sama seperti pria dewasa pada umumnya.
Auranya masih terpancarkan cerah, selalu terlihat muda. Begitupun dengan
suaranya tidak jauh berbeda dengan pria remaja pada umumnya.
Apa kabar dengan
Pangeran Karanu? Mereka berdua kini masih terpisahkan. Pangeran Karanu masih
hidup dengan keabadiannya dalam kesendirian, kesepian padanya yang tiada akhir
sebelum nantinya bertemu kembali bersama dua sahabatnya pada masa itu. Tuan
Putri Purindah dan Pangeran Bheeshma. Keadaannya sama seperti Pangeran Bheeshma
dewasa, mempunyai keistimewaan. Sebab karna keistimewaan itulah yang membuat
manusia sang generasi baru tidak tau-menau tentangnya.
Dan juga menyadari jati diri dari mereka berdua yang
sebenarnya. Pangeran Karanu dimasa sekarang dikenal dengan nama, “Maharaj
Karanu Kharishma”. Ia memakai nama tersebut Sebab pada masa kehidupannya dulu
ia sempat menjadi seorang Raja diKerajaannya, Kerajaan Karita. Berbeda dengan
Pangeran Bheeshma muda dimasa itu, ia tak mau menjadi seorang Raja karna Sang
Permaisurinya takkan pernah menemaninya untuk duduk bersamanya ditahtanya.
Pangeran Bheeshma justru menobatkan seorang Putra
yang merupakan keponakannya dari adiknya yang bernama Tuan Putri Nanda untuk
menjadi seorang Raja mengambil alih sebagai penerus dari Ayahnya untuknya.
Karna saat itu Ayahnya, Raja Gandaka telah meninggal setelah sepuluh tahun
kematian dari Tuan Putri Purindah. Inilah kisah dari keduanya yang masih
bertahan hidup pada masa itu. Satu masa yang tak mungkin pernah terhapuskan
oleh waktu dalam ingatan kenangan mereka berdua.
Aduh hampir saja ada satu tokoh lagi pemeran utamanya
yaitu peran wanita, PURINDAH SANG PENUNTUT KEADILAN. Tentu kalian sudah baca
bukan diBHARATAYUDHAserisatu, sebelumnya. Eeemb kira-kira siapa yah namanya
dimasa sekarang? Masih memakai Tuan Putri Purindah, atau sudah….?! Rahasia!!
Simak dulu kisah Pangeran Bheeshma dewasa dan Pangeran Karanu dewasa.
Setelahnya baru deh kalian semua akan tau siapa nama dari Tuan Putri Purindah
dimasa sekarang, alias dimasa modern.
Next~ kita langsung kecerita sebenarnya sekarang. . . .yuhuuuuu~
BHARATAYUDHAseridua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar