Rabu, 18 Maret 2015

BHARATAYUDHAseridua Part-5


                  Esoknya tepatnya disiang hari, Poosharm kembali menunggu kedatangan Arun memasuki ruang kelasnya dengan duduk dibanku miliknya. Tak lama kemudian, Arun pun telah datang memasuki ruang kelasnya bersama Vin. Lalu mereka berdua tidak sengaja memilih bangku yang sama, yaitu bangku milik Arun. Mereka berdua hampir saja saling bertabrakan saat akan menduduki bangku tersebut dengan saling berpandangan aneh terheran-heran.
                Posisi Vin yang berada disamping Poosharm pun memalingkan pandangannya kepada Poosharm, begitupun Arun yang menyusul Vin memalingkan pandangannya kepada Poosharm. Sementara Poosharm baru saja terpandang ke mereka berdua, juga merasa terkejut karna Arun dan Vin masih melihat kepadanya seakan-akan penuh tanya dalam kebingungan diraut wajah keduanya. Tak mau menunggu lama, Vin pun memutuskan untuk segera duduk dibangku dibelakang Poosharm.
                Poosharm pun langsung melihat Vin sedikit memutarkan lehernya kebelakang yang sekarang sudah duduk manis dibangku dibelakangnya. Kemudian dialihkannya dengan melihat Arun yang juga sudah terduduk manis dibangku yang memang miliknya.

Beberapa saat kemudian. . . .

                Kini mereka bertiga sedang berjalan bersama disebuah taman, sebagai tempat untuk menyegarkan pemikiran mereka setelah menyimak pembahasan mata kuliah yang sudah dilakukannya tadi diwaktu masih jam belajar berlangsung selama dua jam. Namun ketika saat baru saja mereka berjalan memasuki dipertengahan taman tersebut, tiba-tiba saja Vin mendapat telpon dari Ibu asuhnya yang telah menyuruhnya untuk segera pulang.
                “Sorry, guys! Aku harus pulang sekarang!”, kata Vin permisi untuk pamit setelah menutup telpon dari Ibu asuhnya. Lalu Poosharm menyambungnya, “I’m okay!”, dengan wajah yang gembira mempersilahkan. Sedangkan Arun hanya tersenyum mengangguk kepadanya juga mempersilahkan. Dan Vin pun beranjak pergi untuk pulang meninggalkan mereka berdua. Setelah Vin beranjak pergi meninggalkan, Poosharm menarik tangan Arun mengajaknya berjalan lagi.
                Kemudian mereka berdua berhenti kembali disuatu tempat masih disekitar taman tersebut. “Arun, tunggu aku disini! Aku mau beli gulali!”, perintah Poosharm kepadanya dengan menatapnya lalu pergi meninggalkan. Kini Arun melihatnya yang masih berjalan menuju kepenjual gulali diarah kirinya. Lalu dengan tiba-tiba ia terpandang kepada seorang wanita yang menghadapnya dikejauhan, dengan rambutnya yang terurai menutupi setengah wajahnya dan hanya menampakkan kedua matanya saja.
                Kemudian Arun kembali teringat pada mimpinya diwaktu yang lalu, saat dirinya bermimpi bertemu dengan seorang wanita yang sedang memakai gaun Cinderella dengan ditutupi cadar hanya menampakkan matanya saja. Sementara seorang wanita yang masih dilihatnya dikejauhan itu menjadi terusik karna rambutnya yang terus menutupi setengah wajahnya akibat angin yang bertiup kencang lalu pergi meninggalkan entah kemana.
Arun pun menjadi terdiam menjadi terpaku kepada seorang wanita tersebut.  “Apakah aku sedang bermimpi lagi? Khayalan apakah ini lagi oh Dewa?”, berbisik dihatinya masih terpaku. Kemudian menjadi terhenti saat melihat Poosharm telah datang berada disampinganya dengan memberinya gulali disertai seyuman. Arun pun mengambilnya lemas masih terpaku melihat kebawah sambil memikirkan apa yang telah dilihatnya tadi.

BHARATAYUDHAseridua

                Poosharm tidak mencurigai akan sikapnya itu, justru malah akan mengajaknya bicara meniadakan keheningan diantara mereka berdua.
                “Arun, don’t worry be happy!”. Poosharm menenangkan dengan melihat wajahnya dari samping kirinya. Arun melihat kembali kewajahnya yang masih ceria disertai senyuman.
                “Aku lagi gak worry!”. Kata menolaknya, mengelak.
                “Tapi keadaan raut wajahmu menggambarkan itu!”. Poosharm membongkar.
                “(tertawa kecil) Aku worry memikirkan apa aku bisa mengahabiskan gulali ini, lebih cepat darimu!”. Kemudian menjadi tertawa lepas menutupi cemasnya.
                “Habiskan dulu gulalinya, Arun! Setelahnya kau boleh menyambung tawamu lagi!”. Perintah Poosharm mengingatkannya.
                Sontak Arun pun menjadi terdiam seketika mendengarnya masih melihat kepadanya, sebab teringat kembali pada masa kehidupannya dulu. Saat Ayahnya, Raja Gandaka menghentikan semua keluarganya yang sedang tertawa bersama dengan memerintahkan untuk menghabiskan makanan laddonya lebih dulu. Tidak hanya itu, Arun juga teringat saat dirinya menyuruh Tuan Putri Purindah untuk mencicipi makanan laddo yang dipersembahkannya dari Ibunya, Ratu Gandiki.
Kedua ingatan itupun masih erat terbayang dipikirannya. Kemudian tiba-tiba dirinya dikejutkan oleh Poosharm yang menepuk dadanya keras. Arun pun menjadi tersadar terbangun dari lamunannya karna teringat pada dua hal tadi masih menatap Shahpoo. “Are you okay?”, tanya Poosharm merasa keanehan pada Arun. Karna Arun tadi hanya melhatnya kaku seperti merasakan ada sesuatu yang telah membuat dirinya menjadi seperti itu.
Mendengar tanyanya kembali, Arun menundukkan kepalanya setengah kebawah lalu menatap kepadanya lagi. “I’m, okay!”, jawabnya lemas dengan mengedipkan kedua matanya menggambarkan kecemasannya. Namun Poosharm hanya tertawa melihat kearah lain tidak mencurigainya. Sedangkan Arun melihat keatas awan dengan merasakan rindu kepada Tuan Putri Purindah, seorang wanita yang masih ditunggu kehadirannya dikehidupannya pada masa sekarang.
Kemudian drasakannya Poosharm menyandarkan kepalanya dibahunya dengan cueknya masih melihat kearah lain memakan gulalinya.
                “Apa kau percaya dengan rindu?”. Arun berbicara kembali masih dalam kelemasannya melihat keatas awan.
                “Aku percaya rindu, dan sekarang aku sedang menikmatinya!”. Jawab Poosharm masih dalam keadaannya yang tadi.
                Arun hanya berdiam tanpa menyambung kembali setelah mendengarnya. Lalu dilihatnya gambaran wajah Tuan Putri Purindah menyapanya gembira diatas awan yang masih dilihatnya itu. “Temukan aku segera, Permaisuriku!”, bisikkan hatinya mengeluh namun berharap penuh.

BHARATAYUDHAseridua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar