Pada esok harinya, Ratu Gandiki masih terbayang dengan keputusan yang
diambil oleh Raja Gandaka tanpa mendiskusikannya dulu kepadanya. Ia juga masih
merasakan puing-puing rasa keterkejutannya setelah apa yang telah diterimanya kemarin
dari Raja Gandaka. Disaat yang sama, Pangeran Raika juga merasakan hal yang
sama, yang kini sedang merenung diruangannya memikirkan nasib keponakannya,
Pangeran Bheeshma.
Dan kini Ratu
Gandiki telah beralih dari ruangannya, menuju kesebuah taman dan terduduk
dibangku taman menatap kosong lurus kedepan. Tidak memperdulikan ketiga Tuan
Putri yang merupakan keponakannya sedang bermain bersama tak jauh dari dirinya
dari sisi kanannya. Disaat dirinya semakin jatuh dalam keheningan, tiba-tiba saja
ada sebuah bola kecil menggelinding menabrak telapak kakinya yang kala itu
sedang berdiam kaku.
Sontak Ratu
Gandiki merasa sedikit terusik terbangun dari keheningannya, lalu melihat bola
kecil itu dan juga akan mengambilnya kebawah dengan setengah membungkuk masih
terduduk dibangkunya. Saat ketika akan menyentuhnya, tiba-tiba saja ada sebuah
tangan dari seseorang menyentuh bola kecil itu lebih dulu. Ibu Ratu Gandiki pun
merasa aneh dan akan melihat wajah dari orang yang telah menyentuhkan tangannya
kebola kecil itu.
Ternyata tangan
dari seseorang itu adalah tangan dari Pangeran Bheeshma, Ratu Gandiki pun kembali
menegakkan tubuhnya usai mengetahuinya masih melihat kepadanya. Sedangkan
pangeran Bheeshma duduk dilesehan bersandar dikaki bagian betis kiri Ratu
Gandiki sedikit manja dengan pandangan lurus kedepan. “Anginnya cukup ramah,
Ibu! Aku merasa Ibu akan betah berlama-lama bersantai ditempat ini!”, sapanya
memulai, menggoda.
Kemudian mengangkat kepalanya keatas melihat Ratu
Gandiki. Ratu Gandiki pun melihatnya tersanjung dengan membelai rambutnya juga merebahkan
kepalanya dipangkuannya. Pangeran Bheeshma menjadi tersenyum lepas semakin menatapnya.
“Anakku! Kau
mungkin sudah menyukai sebuah benda yang sudah lama menarik perhatianmu, namun
benda tersebut belum menjadi milikmu seutuhnya! Dan setelahnya, kau baru saja
mengetahui jika benda yang kau sukai tersebut akan menjadi milik orang lain!
Apakah yang mulai terbesit dipikiranmu mengenai cerita yang Ibu ceritakan tadi,
nak?”. Ratu Gandiki memancing, hanya ingin mengetahui isi pikirannya, menatap
serius.
“Tentu aku merasa
terkejut, Ibu! Dan mungkin juga aku akan sedih! Tetapi aku tetap tidak tau
dalam tiga hal, Ibu! Apakah aku harus ikhlas dalam menerimanya? Ikhlas lalu
merelakannya? Atau mungkin aku harus ikhlas melepaskannya pada akhirnya!”. Jawabnya
mencurahkan isi pikirannya dengan polos masih menatap Ratu Gandiki.
Setelah
mendengarkan jawaban darinya yang polos namun pasti akan terjadi, Ratu Gandiki
merasa sedikit kehancuran dihatinya terbayangkan sebuah kehancuran yang akan
terjadi pada buah hatinya nanti. Kemudian Pangeran Bheeshma mengangkat kepalanya
dari pangkuan Ratu Gandiki dengan meletakkan kedua telapak tangannya
kepangkuannya, lalu menatapnya sedikit merenung.
Ratu Gandiki pun menggenggam tangan kirinya yang
masih memegang bola kecil itu sedikit menatapnya hening.
“Anakku, sekarang
kau bermainlah kembali bersama ketiga saudaramu itu! Mungkin mereka sudah lama
menunggumu kembali bermain bersama mereka!”, perintahnya mengakhiri sambil
menunjukkannya. Pangeran Bheeshma langsung mengiyakannya sesudah menciumi kedua
telapak tangan Ratu Gandiki berpamitan meninggalkan berlari.
BHARATAYUDHAserisatu
Pada malam
harinya, Raja Wiranata kembali mengirimkan sebuah surat kepada raja Gandaka.
Tak perlu menunggu waktu yang lama, sebuah surat yang dikirim olehnya telah
sampai diKerajaan Gapura dengan bantuan seorang prajurit yang akan menyampaikannya
kepada Raja Gandaka. Sebuah surat itupun kini sudah berada ditangan Raja
Gandaka sesaat dirinya akan beristirahat diruangannya bersama Ratu Gandiki.
Raja Gandaka akan segera membuka sebuah surat yang
diterimanya juga akan membacannya dengan Ratu Gandiki disampingnya, setia
menunggunya. Sebuah surat itu mengabarkan bahwa Raja dari Kerajaan Karita telah
bersedia untuk mengadakan sebuah persidangan kecil sebagai penyelesaiian
kepada Raja wiranata diKerajaan Wigura.
Namun tetap tidak menjamin sebuah tawaran peperangan akan terhapuskan. Raja
Gandaka pun menarik nafasnya usainya membaca isi surat tersebut.
“Apa yang terjadi, suamiku? Mengapa kau menarik
nafasmu seperti itu? Seolah-olah keresahan ikut bermain didalamnya setelah kau
membaca isi dari surat itu?!”. Tanya Ratu Gandiki ingin mengetahui.
“Sebelum aku melayangkan sebuah surat untuk
mengadakan persidangan sebagai penyelasaiiannya, Raja dari Kerajaan Karita
telah lebih dulu meminta persidangan itu diadakan kepada Raja Wiranata
diKerajaan Wigura!”. Raja Gandaka mencoba berbagi keluhannya kepada Ratu
Gandiki.
“Apakah hanya itu saja, suamiku?”. Tanyanya kembali
semakin ingin mengetahui.
“Tidak hanya itu saja, Istriku! Raja Wiranata juga
meminta kita semua untuk ikut serta dalam persidangan itu!”. Dengan menoleh
melihat ke Ratu Gandiki.
“Lalu apakah Pangeran Bheesma akan diikut sertakan
juga dalam persidangan itu?”. Tanya kembali sedikit cemas menatap Raja Gandaka.
“Tidak,
Istriku! Tetapi ada saatnya kita akan membawa dia kembali keistana Kerajaan Wigura!”.
Katanya membantah lembut.
Ratu Gandiki memberi senyuman kepadanya dengan kedua
matanya yang berubah menjadi berbinar-binar menatapnya. kemudian Raja Gandaka
membelai rambutnya lembut ikut tersenyum bersamanya. Dan mereka mulai
menghabiskan malam yang tadinya sedikit tegang, kini berubah menjadi sedikit
romantis.
Esok
paginya. . . .
Ketiga Tuan Putri
yang merupakan adik dari Pangeran Bheeshma sedang duduk bersama merenung
dilesehan ditaman belakang Istana Gapura. Dan disana mereka bertiga
memerintahkan salah–satu seorang dayang yang lewat didepannya untuk
memanggilkan Pangeran Bheeshma menemui mereka bertiga. Usainya memerintahkan,
mereka bertiga kembali merenung menunggu kedatangan Pangeran Bheeshma menemui
mereka bertiga.
Tak lama kemudian,
Pangeran Bheeshma pun datang menemui mereka bertiga yang masih merenung dengan
mencoba mengejutkannya dari belakang mereka bertiga. Mereka bertigapun menjadi
terkejut lalu berdiri dengan serentak berbalik kebelakang melihat ke Pangeran
Bheeshma.
“Apa yang terjadi
kepada kalian bertiga? Mengapa kalian bertiga tiba-tiba memintaku untuk menemui
kalian bertiga dipagi hari ini?”. Pangeran Bheeshma memulai dengan basa-basi.
“Kakak, kami
bertiga merindukan Tuan Puti Purindah! Teman baru kami!”. Tuan Putri Nanda
mewakili mencurahkan keinginannya.
“Wajar saja jika
kalian mulai merindukan dirinya! Karna kalian pernah sekali bertemu dengannya
sebelumnya!”. Pangeran Bheeshma menjawabnya santai melihat ketiga saudaranya.
“Pangeran, bukan
itu maksud kami bertiga! Tetapi ti….!”. Tuan Putri Nandara menyambung. Tuan
Putri Nadira memotong.
“Tidakkah kau
juga merindukannya juga saudaraku!”. Sambung Tuan Putri Nadira dengan memotong
menatap sedikit menajamkan kepada Pangeran Bheeshma.
“Kau juga mungkin
akan mencintainya, Pangeran! Bisakah kau membawa kami bertiga untuk bertemu
dengannya!”. Tuan Putri Nandara menyambung, menginginkannya.
“Saudaraku
sekalian, kalian tidak perlu lagi berkata jika aku mencintainya atau
sejenis….?”. Pangeran Bheeshma mencoba menegaskan melihat ketiganya. Tuan Putri
Nanda memotongnya kembali.
“Kakak, diIstana
ini tidak ada yang memberi izin kepada kami untuk pergi keluar Istana! Kami
hanya mendapat izin dari Yang Mulia Ibu Ratu saja!”. Tuan Putri Nanda lebih
menjelaskan menatap gelisah kepada Pangeran Bheeshma.
“Apa? Aku sama
sekali tidak mengetahui itu, Putri Nanda!”. Kata keterkejutannya kepada Tuan
Putri Nanada.
“Beginilah
Pangeran, kami sangat memohon kepadamu untuk membujuk Yang Mulia paman agar
memberikan izin kepada kami!”. Tuan Putri Nandara mencoba memohon.
“Sudahlah, kalian
bertiga tenanglah sekarang! Aku akan berusaha untuk mewujudkan keinginan kalian
bertiga seperti yang kalian bicarakan tadi!”. Pangeran Bheeshma sedikit
menenangkan mereka bertiga.
Ketiga saudaranya
itupun mulai merasa tenang dan juga sedikit sudah bisa tersenyum kepadanya.
Pangeran bheeshma yang melihatnya langsung mengusap kepala mereka bertiga
secara bergantian penuh kelembutan disertai senyuman lepas dibirnya, lalu pergi
meninggalkan berniat akan menemui Yang Mulia Raja Gandaka.
BHARATAYUDHAserisatu
Kesana-kemari
Pangeran Bheeshma mencari Raja Gandaka, namun tetap tak kunjung ditemuinya.
Bahkan hampir semua tempat diIstana telah dihampirinya hingga nenghampiri ditempat
yang sama kembali. Kemudian ia memilih berhenti untuk beristirahat sejenak
karna sudah merasa lelah mencari disuatu tempat. Tiba-tiba ada seorang prajurit
yang mencoba mengajaknya berbicara yang kala itu sedang berdiri mengusap
peluhnya.
“Apa yang terjadi,
Pangeran? Sepertinya kau sedang mencari sesuatu?’. Sapa seorang prajurit
mencoba akrab disampingnya.
“Aku sedang
mencari, Ayahku! Aku membutuhkannya sekarang!”. Jawabnya menoleh keprajutrit
disampingnya. Mereka berdua saling memandangi.
“Yang Mulia Raja
Gandaka sedang mengadakan sebuah rapat tertutup diruang persidangan Istana
bersama Pangeran Punka juga Pangeran Raika!”. Penjelasannya
memberitahukan.
“Apakah Ibuku juga ikut bersama
mereka bertiga?”. Tanyanya kembali ingin mengetahui.
Prajuritnya
mengangguk kepadanya, dan kemudian Pangeran Bheeshma pergi meninggalkan usainya
berkata menanyakan. Sebab percuma saja bila Ayahnya mengadakan sebuah rapat
tertutup karna tidak ada seorangpun yang diperbolehkan untuk masuk selama
sebuah rapat tertutup itu masih berjalan. Didalam ruangan persidangan hanya ada
mereka berempat dengan pintu tertutup rapat. Dan itu bisa dipastikan jika ada
masalah serius yang dibicarakan mereka berempat sangat rahasia.
Sementara disana,
Raja Wiranata sedang mengatur jadwal akan diadakannya sebuah persidangan kecil
yang sebagai jalan penyelesaiiaan dari dua permasalahan yang sudah terjadi
kepadanya. Disaatnya sangat serius dalam mengatur jadwalnya, tiba-tiba saja
Tuan Putri Purindah datang menemuinya sedikit mengusik keseriusannya. Karna
sebelumnya ia menyampaikan pesan lewat dayangnya untuk memanggil Tuan Putri
Purindah agar menemuinya segera.
“Ada apa, Ayah?
Apakah ada yang ingin Ayah sampaikan kepadaku?”. Tuan Putri Purindah berkata
menyapa lembut, mengerti berdiam didekatnya.
“Ayah tidak ingin
menyampaikan apa-apa kepadamu, Anakku! Ayah hanya ingin memerintahmu agar kau
tidak usah pergi keluar Istana dulu! Kau tidak perlu bertanya apa alasan Ayah
memerintahmu seperti itu!”. Balas Raja Wiranata sedikit tegas masih tertuju kepada
pekerjaannya tanpa melirik ke Tuan Putri Purindah.
Perintah tegas
dari Ayahnya membuatnya semakin mengerti. Mungkin alasan Raja Wiranata
memerintahkannya seperti itu karna takut melihatnya dalam kondisi yang tidak
dinginkan, pikir Tuan Putri PUrindah dibalik sifat mengertinya melihat Ayahnya
yang masih sibuk kepada pekerjaannya.
BHARATAYUDHAserisatu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar