Rabu, 11 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-22



           Pada esok harinya, Ratu Gandiki masih terbayang dengan keputusan yang diambil oleh Raja Gandaka tanpa mendiskusikannya dulu kepadanya. Ia juga masih merasakan puing-puing rasa keterkejutannya setelah apa yang telah diterimanya kemarin dari Raja Gandaka. Disaat yang sama, Pangeran Raika juga merasakan hal yang sama, yang kini sedang merenung diruangannya memikirkan nasib keponakannya, Pangeran Bheeshma.
                Dan kini Ratu Gandiki telah beralih dari ruangannya, menuju kesebuah taman dan terduduk dibangku taman menatap kosong lurus kedepan. Tidak memperdulikan ketiga Tuan Putri yang merupakan keponakannya sedang bermain bersama tak jauh dari dirinya dari sisi kanannya. Disaat dirinya semakin jatuh dalam keheningan, tiba-tiba saja ada sebuah bola kecil menggelinding menabrak telapak kakinya yang kala itu sedang berdiam kaku.
                Sontak Ratu Gandiki merasa sedikit terusik terbangun dari keheningannya, lalu melihat bola kecil itu dan juga akan mengambilnya kebawah dengan setengah membungkuk masih terduduk dibangkunya. Saat ketika akan menyentuhnya, tiba-tiba saja ada sebuah tangan dari seseorang menyentuh bola kecil itu lebih dulu. Ibu Ratu Gandiki pun merasa aneh dan akan melihat wajah dari orang yang telah menyentuhkan tangannya kebola kecil itu.
                Ternyata tangan dari seseorang itu adalah tangan dari Pangeran Bheeshma, Ratu Gandiki pun kembali menegakkan tubuhnya usai mengetahuinya masih melihat kepadanya. Sedangkan pangeran Bheeshma duduk dilesehan bersandar dikaki bagian betis kiri Ratu Gandiki sedikit manja dengan pandangan lurus kedepan. “Anginnya cukup ramah, Ibu! Aku merasa Ibu akan betah berlama-lama bersantai ditempat ini!”, sapanya memulai, menggoda.
Kemudian mengangkat kepalanya keatas melihat Ratu Gandiki. Ratu Gandiki pun melihatnya tersanjung dengan membelai rambutnya juga merebahkan kepalanya dipangkuannya. Pangeran Bheeshma menjadi tersenyum lepas semakin menatapnya.
                “Anakku! Kau mungkin sudah menyukai sebuah benda yang sudah lama menarik perhatianmu, namun benda tersebut belum menjadi milikmu seutuhnya! Dan setelahnya, kau baru saja mengetahui jika benda yang kau sukai tersebut akan menjadi milik orang lain! Apakah yang mulai terbesit dipikiranmu mengenai cerita yang Ibu ceritakan tadi, nak?”. Ratu Gandiki memancing, hanya ingin mengetahui isi pikirannya, menatap serius.
                “Tentu aku merasa terkejut, Ibu! Dan mungkin juga aku akan sedih! Tetapi aku tetap tidak tau dalam tiga hal, Ibu! Apakah aku harus ikhlas dalam menerimanya? Ikhlas lalu merelakannya? Atau mungkin aku harus ikhlas melepaskannya pada akhirnya!”. Jawabnya mencurahkan isi pikirannya dengan polos masih menatap Ratu Gandiki.
                Setelah mendengarkan jawaban darinya yang polos namun pasti akan terjadi, Ratu Gandiki merasa sedikit kehancuran dihatinya terbayangkan sebuah kehancuran yang akan terjadi pada buah hatinya nanti. Kemudian Pangeran Bheeshma mengangkat kepalanya dari pangkuan Ratu Gandiki dengan meletakkan kedua telapak tangannya kepangkuannya, lalu menatapnya sedikit merenung.
Ratu Gandiki pun menggenggam tangan kirinya yang masih memegang bola kecil itu sedikit menatapnya hening.
                “Anakku, sekarang kau bermainlah kembali bersama ketiga saudaramu itu! Mungkin mereka sudah lama menunggumu kembali bermain bersama mereka!”, perintahnya mengakhiri sambil menunjukkannya. Pangeran Bheeshma langsung mengiyakannya sesudah menciumi kedua telapak tangan Ratu Gandiki berpamitan meninggalkan berlari.

BHARATAYUDHAserisatu

                Pada malam harinya, Raja Wiranata kembali mengirimkan sebuah surat kepada raja Gandaka. Tak perlu menunggu waktu yang lama, sebuah surat yang dikirim olehnya telah sampai diKerajaan Gapura dengan bantuan seorang prajurit yang akan menyampaikannya kepada Raja Gandaka. Sebuah surat itupun kini sudah berada ditangan Raja Gandaka sesaat dirinya akan beristirahat diruangannya bersama Ratu Gandiki.
Raja Gandaka akan segera membuka sebuah surat yang diterimanya juga akan membacannya dengan Ratu Gandiki disampingnya, setia menunggunya. Sebuah surat itu mengabarkan bahwa Raja dari Kerajaan Karita telah bersedia untuk mengadakan sebuah persidangan kecil sebagai penyelesaiian kepada  Raja wiranata diKerajaan Wigura. Namun tetap tidak menjamin sebuah tawaran peperangan akan terhapuskan. Raja Gandaka pun menarik nafasnya usainya membaca isi surat tersebut.
“Apa yang terjadi, suamiku? Mengapa kau menarik nafasmu seperti itu? Seolah-olah keresahan ikut bermain didalamnya setelah kau membaca isi dari surat itu?!”. Tanya Ratu Gandiki ingin mengetahui.
“Sebelum aku melayangkan sebuah surat untuk mengadakan persidangan sebagai penyelasaiiannya, Raja dari Kerajaan Karita telah lebih dulu meminta persidangan itu diadakan kepada Raja Wiranata diKerajaan Wigura!”. Raja Gandaka mencoba berbagi keluhannya kepada Ratu Gandiki.
“Apakah hanya itu saja, suamiku?”. Tanyanya kembali semakin ingin mengetahui.
“Tidak hanya itu saja, Istriku! Raja Wiranata juga meminta kita semua untuk ikut serta dalam persidangan itu!”. Dengan menoleh melihat ke Ratu Gandiki.
“Lalu apakah Pangeran Bheesma akan diikut sertakan juga dalam persidangan itu?”. Tanya kembali sedikit cemas menatap Raja Gandaka.
 “Tidak, Istriku! Tetapi ada saatnya kita akan membawa dia kembali keistana Kerajaan Wigura!”. Katanya membantah lembut.
Ratu Gandiki memberi senyuman kepadanya dengan kedua matanya yang berubah menjadi berbinar-binar menatapnya. kemudian Raja Gandaka membelai rambutnya lembut ikut tersenyum bersamanya. Dan mereka mulai menghabiskan malam yang tadinya sedikit tegang, kini berubah menjadi sedikit romantis.

Esok paginya. . . .

                Ketiga Tuan Putri yang merupakan adik dari Pangeran Bheeshma sedang duduk bersama merenung dilesehan ditaman belakang Istana Gapura. Dan disana mereka bertiga memerintahkan salah–satu seorang dayang yang lewat didepannya untuk memanggilkan Pangeran Bheeshma menemui mereka bertiga. Usainya memerintahkan, mereka bertiga kembali merenung menunggu kedatangan Pangeran Bheeshma menemui mereka bertiga.
                Tak lama kemudian, Pangeran Bheeshma pun datang menemui mereka bertiga yang masih merenung dengan mencoba mengejutkannya dari belakang mereka bertiga. Mereka bertigapun menjadi terkejut lalu berdiri dengan serentak berbalik kebelakang melihat ke Pangeran Bheeshma.
                “Apa yang terjadi kepada kalian bertiga? Mengapa kalian bertiga tiba-tiba memintaku untuk menemui kalian bertiga dipagi hari ini?”. Pangeran Bheeshma memulai dengan basa-basi.
                “Kakak, kami bertiga merindukan Tuan Puti Purindah! Teman baru kami!”. Tuan Putri Nanda mewakili mencurahkan keinginannya.
                “Wajar saja jika kalian mulai merindukan dirinya! Karna kalian pernah sekali bertemu dengannya sebelumnya!”. Pangeran Bheeshma menjawabnya santai melihat ketiga saudaranya.
                “Pangeran, bukan itu maksud kami bertiga! Tetapi ti….!”. Tuan Putri Nandara menyambung. Tuan Putri Nadira memotong.
                “Tidakkah kau juga merindukannya juga saudaraku!”. Sambung Tuan Putri Nadira dengan memotong menatap sedikit menajamkan kepada Pangeran Bheeshma.
                “Kau juga mungkin akan mencintainya, Pangeran! Bisakah kau membawa kami bertiga untuk bertemu dengannya!”. Tuan Putri Nandara menyambung, menginginkannya.
                “Saudaraku sekalian, kalian tidak perlu lagi berkata jika aku mencintainya atau sejenis….?”. Pangeran Bheeshma mencoba menegaskan melihat ketiganya. Tuan Putri Nanda memotongnya kembali.
                “Kakak, diIstana ini tidak ada yang memberi izin kepada kami untuk pergi keluar Istana! Kami hanya mendapat izin dari Yang Mulia Ibu Ratu saja!”. Tuan Putri Nanda lebih menjelaskan menatap gelisah kepada Pangeran Bheeshma.
                “Apa? Aku sama sekali tidak mengetahui itu, Putri Nanda!”. Kata keterkejutannya kepada Tuan Putri Nanada.
                “Beginilah Pangeran, kami sangat memohon kepadamu untuk membujuk Yang Mulia paman agar memberikan izin kepada kami!”. Tuan Putri Nandara mencoba memohon.
                “Sudahlah, kalian bertiga tenanglah sekarang! Aku akan berusaha untuk mewujudkan keinginan kalian bertiga seperti yang kalian bicarakan tadi!”. Pangeran Bheeshma sedikit menenangkan mereka bertiga.
                Ketiga saudaranya itupun mulai merasa tenang dan juga sedikit sudah bisa tersenyum kepadanya. Pangeran bheeshma yang melihatnya langsung mengusap kepala mereka bertiga secara bergantian penuh kelembutan disertai senyuman lepas dibirnya, lalu pergi meninggalkan berniat akan menemui Yang Mulia Raja Gandaka.

BHARATAYUDHAserisatu

                Kesana-kemari Pangeran Bheeshma mencari Raja Gandaka, namun tetap tak kunjung ditemuinya. Bahkan hampir semua tempat diIstana telah dihampirinya hingga nenghampiri ditempat yang sama kembali. Kemudian ia memilih berhenti untuk beristirahat sejenak karna sudah merasa lelah mencari disuatu tempat. Tiba-tiba ada seorang prajurit yang mencoba mengajaknya berbicara yang kala itu sedang berdiri mengusap peluhnya.
                “Apa yang terjadi, Pangeran? Sepertinya kau sedang mencari sesuatu?’. Sapa seorang prajurit mencoba akrab disampingnya.
                “Aku sedang mencari, Ayahku! Aku membutuhkannya sekarang!”. Jawabnya menoleh keprajutrit disampingnya. Mereka berdua saling memandangi.
                “Yang Mulia Raja Gandaka sedang mengadakan sebuah rapat tertutup diruang persidangan Istana bersama Pangeran Punka juga Pangeran Raika!”. Penjelasannya memberitahukan.  
                “Apakah Ibuku juga ikut bersama mereka bertiga?”. Tanyanya kembali ingin mengetahui.
                Prajuritnya mengangguk kepadanya, dan kemudian Pangeran Bheeshma pergi meninggalkan usainya berkata menanyakan. Sebab percuma saja bila Ayahnya mengadakan sebuah rapat tertutup karna tidak ada seorangpun yang diperbolehkan untuk masuk selama sebuah rapat tertutup itu masih berjalan. Didalam ruangan persidangan hanya ada mereka berempat dengan pintu tertutup rapat. Dan itu bisa dipastikan jika ada masalah serius yang dibicarakan mereka berempat sangat rahasia.   
                Sementara disana, Raja Wiranata sedang mengatur jadwal akan diadakannya sebuah persidangan kecil yang sebagai jalan penyelesaiiaan dari dua permasalahan yang sudah terjadi kepadanya. Disaatnya sangat serius dalam mengatur jadwalnya, tiba-tiba saja Tuan Putri Purindah datang menemuinya sedikit mengusik keseriusannya. Karna sebelumnya ia menyampaikan pesan lewat dayangnya untuk memanggil Tuan Putri Purindah agar menemuinya segera.
                “Ada apa, Ayah? Apakah ada yang ingin Ayah sampaikan kepadaku?”. Tuan Putri Purindah berkata menyapa lembut, mengerti berdiam didekatnya.
                “Ayah tidak ingin menyampaikan apa-apa kepadamu, Anakku! Ayah hanya ingin memerintahmu agar kau tidak usah pergi keluar Istana dulu! Kau tidak perlu bertanya apa alasan Ayah memerintahmu seperti itu!”. Balas Raja Wiranata sedikit tegas masih tertuju kepada pekerjaannya tanpa melirik ke Tuan Putri Purindah.
                Perintah tegas dari Ayahnya membuatnya semakin mengerti. Mungkin alasan Raja Wiranata memerintahkannya seperti itu karna takut melihatnya dalam kondisi yang tidak dinginkan, pikir Tuan Putri PUrindah dibalik sifat mengertinya melihat Ayahnya yang masih sibuk kepada pekerjaannya.

BHARATAYUDHAserisatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar