Pangeran Bheeshma kini beranjak pergi memasuki taman didalam istananya, kemudian terduduk dibangku taman dengan membelakangi ketiga saudaranya berjarak dua meter yang belum diketahuinya. Disitu, Pangeran Bheeshma terduduk dengan merenung akibat rasa terkejutnya dilandasi kecemasan yang sempat dirasakannya tadi saat mengetahui sedikit perbincangan kedua orangtuanya diruangan Ratu Gandiki.
Dan tanpa disadari olehnya, ketiga saudaranya itu
kini telah melihatnya yang demikian dibelakangnya. Namun ketika ketiga
saudaranya itu akan menghampirinya,
tiba-tiba saja menjadi terhenti saat ketika Ratu Gandiki muncul sedang berjalan
menuju Pangeran Bheeshma. Mereka bertigapun hanya berdiri memandangi keduanya.
Dan kini Ratu Gandiki berada disebelah Pangeran Bheeshma dengan berdiri
melihatnya.
“Anakku, setelah
Ibu tidak sengaja melihatmu tadi, Ibu merasa ada sesuatu yang begitu membuatmu
terkejut!”. Sapanya sambil bertanya membelai rambut Pangeran bheeshma. “Didalam
pikiran juga didalam hati Ibu, Ibu telah memiliki dua alasan setelah apa yang
Ibu lihat tadi padamu! Yang pertama, karna kau telah menyayangi Putri dari
Wigura itu! Dan yang kedua, kau memang terkejut mendengar kabar ini yang
sebelumnya tidak terfikirkan olehmu!”. Mencoba mencurahkannya kepada Pangeran
Bheeshma.
“Bagaimanapun
juga aku pernah tinggal diIstana Kerajaan Wigura, Ibu! Jadi sangat wajar jika
aku menjadi begitu terkejut ketika
mendengar kabar itu!”. Pangeran Bheeshma mengungkap dengan pandangan lurus
kedepan. Ratu Gandiki menggeleng pelan masih melihatnya, membelai rambutnya.
“Lantas, apa arti
dari tetesan airmatamu saat kita bersama-sama akan meninggalkan Istana Kerajaan
Wigura? Dan saat itu juga tentu kau sudah melihat dia, bukan!?”. Ratu Gandiki
mengulang mengingatkannya. Ketiga saudaranya masih berdiri berdiam semakin
menyimak perbincangan mereka yang sudah tak lagi jauh jaraknya dengan mereka
berdua. “Tidakkah kau pernah mendengar suara
yang memanggilmu dengan sebutan “Pangeran Bheeshmaku! Cobalah kau
mengingatnya kembali, nak!”.
Sambungnya Rat
Gandiki kembali. Kemudian Ratu Gandiki berjalan menuju kedepannya dengan
menghadapnya yang masih terduduk dibangku taman didalam Istananya.
“Kau pernah tertidur teramat lelap saat kau ditemani
Putri dari Wigura itu, meski alasanmu adalah jika kau tidak sengaja
melakukannya! Kau juga pernah hanya berdua saja bersama Putri dari Wigura
ditaman belakang Istana Wigura pada malam hari! Dan kau pernah memilih untuk
berdiam seorang diri ditaman perbatasan karna dia!”. Sambung kembali Ratu Gandiki
semakin menegaskan seolah-olah telah menghakiminya kembali.
Pangeran Bheeshma pun merasa terkejut karna Ratu Gandiki
sudah mengetahui semuanya yang sama sekali tidak terfikirkan olehnya. Jiwanya
kinipun menjadi bergetar mulai memberanikan dirinya untuk menatap ke Ratu
Gandiki yang sedari tadi telah berada didepannya menghadapnya dengan masih
berdiri.
BHARATAYUDHAserisatu
Sungguh
perdebatan yang panjang yang telah dilakukan Ratu Gandiki kepada Pangeran
Bheeshma. Dan kini Pangeran Bheeshma mulai terbayang kembali dipikirannya saat
dirinya masih bersama Putri dari Wigura seperti yang dikatakan Ratu Gandiki
kepadanya tadi. Tubuhnya pun mulai bergetar hebat namun tak ditunjukannya karna
baru saja menyadari sesuatu yang sudah terjadi kepadanya sejak lama.
“Ibu, Ibu selalu
saja membicarakan hal ini! Aku sangat tidak menyukainya, Ibu! Tolong jangan
memaksaku dalam hal ini!”. Ungkap Pangeran Bheeshma dengan berani menolak sambil
menegaskan kepada Ratu Gandiki. Ratu Gandiki menjadi terpaku mendengar
perkataannya, sedikit merasa tidak mengenakan masih menatap Pangeran Bheeshma.
Tiba-tiba Tuan Putri Nadira yang masih bersama kedua saudaranya menyambungnya
dari belakang Pangeran Bheeshma.
“Maafkan aku,
Pangeran! Tapi setelah aku mendengar cerita dari Ibu Ratu tadi, aku merasa jika
kau mungkin akan mencintainya!”. Mengungkapkan apa yang baru saja ada didalam pikirannya.
Pangeran Bheeshma berdiri melirikan matanya kebawah melihat kearah belakangnya
yang tertuju kepada ketiga saudaranya, masih membelakangi dan akan
mengungkapkan sesuatu yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
“Setiap aku
mendengar langkah dari kakinya, langkah dari kakiku seperti ingin berlari
menyambutnya!”, dengan terbayang saat dirinya menunggu kedatangan Tuan Putri
Purindah pada malam hari ditaman belakang Istana Wigura. “Dan disetiap aku mendengar suaranya
memanggil namaku, aku merasa bahagia dan juga ingin mengajaknya berbicara terus-menerus!”, dengan
terbayang saat Tuan Putri Purindah memanggilnya, “Pangeran Bheeshmaku!”.
“Aku tidak ingin keheningan ada diantara aku dan dia!
Dan juga, jantungku selalu berdetak tidak normal saat aku mulai mengetahui
kehadiran dirinya!”, dengan terbayang saat pertama kalinya bertemu dengan Tuan
Putri Purindah diIstana Kerajaan Wigura dan saat menari bersama ditaman belakang
Istana Kerajaan Wigura. Pangeran Bheeshma mengungkapkannya dengan terbayang
saatnya masih bersama Tuan Putri Purindah yang begitu singkat.
Kemudian mereka bertiga berlari kecil kedepan menuju
Pangeran Bheeshma yang masih bersama Ratu Gandiki, dan kini mereka bertiga
telah berada disamping Pangeran Bheeshma. “Saudaraku, perkatannmu telah
membuktikan sedikit jika kau benar akan mencintainya! Lebih baik kau jujur saja
dengan kami semua disini! Kau tidak perlu lagi meredamkan gejala cinta yang
telah lama kau rasakan!”, sambung Putri Nandara penuh keseriusan menatap
Pangeran Bheeshma.
Pangeran Bheeshma merasa sedikit bingung setelah
mendengar kata darinya dengan membalas tatapan darinya. Sedangkan kedua
saudaranya yang lain mulai menertawainya kecil, begitupun Ratu Gandiki menjadi tersenyum
lebar setelah mendengar kata darinya juga. Kemudian Pangeran Bheeshma mencubit
kedua pipi Tuan Putri Nandara pelan sambil menertawainya. Suasana yang tadinya
menegangkan kinipun menjadi begitu ramai dengan canda.
BHARATAYUDHAserisatu
Kerajaan Wigura
kini semakin berada diketerpurukan. Raja Wiranata begitu resah memikirkan
bagaimana dengan kesejahteraan kehidupan rakyatnya jika perkebunan miliknya
akan diambil paksa oleh Kerajaan Karita. Tidak hanya itu, Raja Wiranata juga menjadi
semakin resah saat mulai merasa jika ketentraman dari Putrinya akan terancam
karna sudah menolak sebuah tawaran perjodohan yang sudah terlanjur ditolaknya.
Semakin mengetahui
permasalahannya yang semakin rumit, Raja Wiranata mencoba mengirimi surat
kembali ke Raja Gandaka untuk
mendiskusikannya secara empat mata disebuah tempat diperbatasan. Dan kini
mereka sudah berada ditempat diperbatasan tersebut dengan saling berhadapan
menunggangi kudanya bersama beberapa prajuritnya. Mereka saling memandangi satu
sama lain.
“Temanku, aku
begitu merasa sangat gelisah karna permasalahan ini! Aku sangat adil pada
rakyatku! Namun aku juga tidak mau ketentraman dari Putriku menjadi sedikit
terganggu!”. Curahan kegelisahan Raja Wiranata memulai.
“Seperti yang
pernah kau tulis didalam suratmu, aku sedikit bisa mengambil sebuah kesimpulan.
Mereka yang merupakan pihak dari Kerajaan Karita, akan melampiaskan dendam
mereka dalam dua hal! Dan hanya dapat diselesaikan dengan sebuah peperangan!”.
Saran Raja Gandaka menggetarkan Raja Wiranata.
“Temanku, aku mau
saja mereka mengambil paksa hasil dari perkebunan milikku! Namun tetap saja itu
tidak akan pernah membuat mereka menjadi cukup puas!”. Raja Wiranata mengatakan
rasa dilemanya.
“Temanku, Raja
Wiranata! Bukankah kau begitu menyayangi semua rakyatmu sama seperti kau
menyayangi Putrimu? Dan aku sudah mengetahui pasti, kau tidak akan pernah
merasa tega jika melihat semua rakyatmu menjadi kelaparan karna tidak bisa
menikmati hasil dari perkebunanmu!”. Raja Gandaka mengingatkan kembali.
“Itu yang
membuatku merasa seperti dilema besar! Aku merasa seperti terdampar disebuah
pulau terpencil yang tak berpenghuni! Disana aku harus menolong rakyatku atau
Putriku! Sementara disaat yang sama mereka sama-sama sangat membutuhkan
pertolongankku sebelum ombak dilautan dipulau terpencil itu semakin menyeret
salah-satu diantaranya!”. Raja Wiranata mengungkap persamaannya melihat begitu
gelisah kepada Raja Gandaka.
“Tenanglah
temanku! Aku akan berusaha meminta keringanan untuk mengalihkan sebuah
peperangan sebagai penyelesaiian, menjadi sebuah persidangan sebagai
penyelesaiiannya!”. Raja Gandaka menasehatinya, mengatakan tekadnya.
“Baiklah, temanku
Raja Gandaka! Sebaiknya perbincangan kita akhiri saja cukup sampai disini! Dan
sampai salamku kepada Ratu Gandiki!”. Raja Wiranata mengakhiri dengan
bijaksana.
Raja Gandaka pun
mengangguk kepadanya disertai senyuman dibibirnya. Kemudian mereka berdua
bersama-sama telah berbalik arah untuk kembali pulang keIstananya
masing-masing.
BHARATAYUDHAserisatu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar