Senin, 09 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-13



Pada esok harinya, ditempat pelatihan istana Wigura beberapa prajurit sedang menguji keahliannya dalam bertarung berduel dengan prajurit lainnya. Terlihat Pangeran Raika bersama Pangeran Punka sedang bersantai ditempat itu melihat pemandangan yang ada disekitarnya. Setiap kali mereka tertawa sesaat ketika melihat prajurit yang sedang latihan berbuat hal yang ceroboh disekitarnya.
Sementara ditempat bagian lain, masih disekitar tempat pelatihan Istana tersebut. Terlihat Pangeran Bheeshma yang sedang asik memeriksa anak panah beserta busurnya. Usainya memeriksa kedua benda tersebut, ia pun kembali keruangannya untuk bersantai menghindari keramaiian. Dan ketika baru saja melangkah masuk sepuluh langkah melewati pintu ruangannya, terdengar langkah kaki seseorang mendekati dirinya dari sisi belakang dirinya.
Pangeran Bheeshma begitu mengenal langkah kaki yang didengarnya itu, “Suara langkah kakimu, merupakan sura langkah kaki yang terkadang menyita pemikiranku!”. Tersenyum lalu berbalik usai berkata. Ketika saatnya membalikkan tubuhnya kebelakang, mendadak senyumnya yang tadi ditunjukkannya berubah menjadi kekakuan karna terkejut melihat seoranng wanita didepannya. “Suara langkah kaki dari saiapakah yang kau maksudkan, Anakku?”, Ratu Gandiki menanyakan bernada curiga.
Sontak Pangeran Bheeshma menjadi terdiam seketika menatapi Ibunya. Dan ketika akan menjawabnya. Tiba-tiba dilihatnya sosok Tuan Putri Purindah yang mulai menunjukkan dirinya dari sisi samping dibelakang Ratu Gandiki. Tuan Putri Purindah menatapnya diam dengan melangkah maju disebelah Ibu Ratu. Begitu juga Pangeran Bheeshma yang semakin terdiam menatapnya, lalu menatapi keduanya secara bergantian.
Dimana mereka berdua, Ratu Gandiki dan Tuan Putri Purindah bersama menatap tajam tanpa berkedip ke Pangeran Bheeshma.
“Anakku, Ibu perlu berbicara kepadamu pada sore nanti! Karna Ibu baru saja mengetahui, malam tadi kau telah membuat seorang Putri disebelah ibu ini marah kepadamu!”. Ungkap Ratu Gandiki sambil memerintah.
“Dayang Naura, dimana dia? Mengapa kau tidak mengadukan ini kepada dia saja!”. Jawab Pangeran Bheeshma mengalihkan dengan bertanya kepada Tuan Putri Purindah. Memberi tatapan sedikit melototkan kedua bola matanya.
Mendengar perkataan dari Pangeran bheeshma yang sedikit menyindirnya itu, Tuan Putri Purindah memanggil namanya pelan, “Pangeran bheesh….!”, dengan geramnya menatap kesal melototkan kedua bola matanya kecil lalu berbalik pergi meninggalkan. Ibu Ratu yang menyaksikannya hanya menggelengkan kepalanya dengan mendesahkan nafasnya melihat ke Pangeran Bheeshma. Sedangkan Pangeran Bheeshma mulai tertunduk malu setelah mengetahui.
                Pada sore harinya, Pangeran Bheeshma mulai mencari Ratu Gandiki untuk menemuinya atas perintahnya siang tadi. Tak perlu waktu yang lama untuk mencari, karna kini Pangeran Bheeshma telah menemuinya didapur istana.
                “Ibu, apa yang sedang Ibu lakukan disini?”. Sapanya ketika telah berada disampingnya.
                “Salam Anakku, Pangeran Bheeshma!”. Ratu Gandiki melihat kepadanya dengan memberinya salam.
                “Salam Ibu, maaf sebelumnya aku lupa memberikan salam kepadamu!”. Katanya meminta maaf memberi salam.
                “Anakku, tidak bisakah kau membiarkan seorang Tuan Putri dari Wigura untuk melanjutkan ceritanya kepadamu! Tepatnya malam tadi saat kau bersamanya dibawah bulan sabit berlokasi ditaman belakang Istana!”. Ratu Gandaka berkata mengulang.
                “Ibu, dia hanya bercerita tentang sehelai bulu merak yang sedang menari-nari digenggamannya!”. Balasnya terbuka memakai tatapan meyakinkan.
                “Semestinya kau tidak memotong ceritanya dulu, nak! Biarkan saja dia tetap bercerita! Karna jika kau tidak memotongnya, dia akan melanjutkan ceritanya tentang kedapatannya menangkap sehelai bulu merak, sangat berhubungan dengan kedatangan Ibu keIstana Wigura ini!”. Ratu Gandiki menjelaskan.
                “Tapi mengapa dia memperlambat dengan memulai basa-basi itu, Ibu?”. Pangeran menjawab mengeluh.
                “Seperti yang Ibu katakan tadi! Dia menyamakan kedatangan Ibu kesini dengan kedapatannya menangkap sehelai bulu merak itu!”. Ratu Gandiki kembali mengulang penjelasannya.
                Pangeran Bheeshma merasa tidak puas, memasang wajah sedikit cemberut kepada Ratu Gandiki. Dan memilih pergi usai memberi salam kepadanya. lalu berdiam dengan bersandar disebuah tiang ditempat pelatihan sambil berkata didalam hatinya, “Gadis yang sama akan menyita pemikiranku lagi!”, dengan melihat-lihat disekitarnya berwajahkan murung.

BHARATAYUDHAserisatu

                Yang terjadi pada hari kemarin, biarlah terjadi. Sebab hari ini akan datang hari yang baru dan akan menciptakan sesuatu yang baru. Begitulah yang terlihat dari Tuan Putri Purindah yang sedang bermain bersama ketiga dayang favoritya dihalaman depan Istananya. Dan kini Tuan Putri melemparkan sebuah bola kecil untuk mencari tawanannya. Ketiga dayangnya itupun berlari menghindarinya, sedangkan lemparan dari Tuan Putri Purindah tersebut telah tertuju kepada dayang Naura.
                Disaat itu juga, terlihat Pangeran Bheeshma yang tak sengaja melihat bola lemparan dari Tuan Putri Purindah akan mengenai dayang Naura. Dengan reflek Pangeran Bheeshma langsung menghentikannya lemparan bola itu dengan menangkapnya. Kemudian ketiga dayang itupun langsung memeganginya, menariknya dan membawanya Pangeran Bheeshma pergi menuju ke Tuan Putri Purindah. Sesampainya disana, Tuan Putri Purindah memasang tatapan dingin kepada Pangeran Bheeshma.
Sementara Pangeran Bheeshma masih memegang bolanya menatapnya bingung. “Dimana kecerdasanmu, Pangeran Bheeshma! Dengan kau menangkap bola kecil itu, maka kau harus menari dipuzzel didepanmu ini!”, perintah Tuan Putri Purindah menghinanya dengan ejekan. “Baiklah jika ini merupakan sebuah permainan untukku!”, balas Pangeran Bheeshma langsung menerimanya. Ketiga dayang favorit Tuan Putri Purindah itupun langsung menertawainya kecil.
Dan kini Pangeran Bheeshma mulai melangkahkan kaki kanannya untuk menginjakki ke duapuluh lima puzzle tersebut. Dan ada satu angka pada puzzle tersebut sebagai jebakan yang akan membuatnya terjatuh ketika menginjakkinya. Pangeran Bheeshma pun menari-nari dengan menginjakki nomor puzzle yang diinginkan disertai sebuah senyuman kewaspadaan ditemani  bulu merak yang ikut menari diatas telinga kanannya.
“Pangeran Bheeshma, kau terlihat begitu feminim dengan bulu merak yang menari-nari diatas telinga kananmu itu!”, Tuan Putri Purindah menggodanya berusaha memecahkan konsentrasinya. Kemudian disambung ketiga dayangnya yang semakin menertawainya. Tiba-tiba saja Pangeran Bheeshma menjadi terjatuh saat menginjakkan kakinya keangka duapuluh.  “Lihaltah dayang-dayangku! Kecerdasannya tidak bisa memberitahukan angka berapa yang sebagai jebakan untuknya!”.
Tuan Putri Purindah kembali menghinanya dengan ejekan. “Putri Purindah!”, Pangeran Bheeshma menyebutkan namanya dengan tatapan menggeramkan. Melihatnya yang seperti itu, Tuan Putri Purintah langsug berlari meninggalkan tanggung jawabnya dari Pangeran Bheeshma. Begitu juga Pangeran Bheeshma yang baru saja berdiri dari jatuhnya akan segera mengejarnya.

BHARATAYUDHAserisatu

                Dimalam harinya, Tuan Putri Purindah duduk bersandar ditempat tidurnya didalam ruangannya dengan meluruskan kedua kakinya. Setelah berlari terlalu lama saat menghindari kejaran dari Pangeran Bheeshma tadi siang. Disaat masih tenangnya berdiam diri, terdengar suara memangil namanya dari arah jendela disisi kanan didalam ruangannya, yang saat itu masih terbuka. Tuan Putri Purindah pun langsung mengarahkan pandangannya kejendela tersebut.
                Kemudian dilihatnya sehelai bulu merak muncul dari bawah naik keatas hingga memunculkan seseorang yang memiliki sehelai bulu merak tersebut.  “Pangeran Bheeshma!”, bisiikannya kecil ketika mengetahui disertai keterkejutan kecil. Sedangkan Pangeran Bheeshma yang masih berdiri diluar jendela didalam ruangannya, mencoba untuk memasukinya dan menujunya. Tuan Putri Purindah kini menjadi terpana melihatnya hingga Pangeran Bheeshma berada didekatnya  berdiri disisi kanannya.
                Disaat mereka saling memandangi, Tuan Putri Purindah mengaku bingung mengapa Pangeran Bheeshma bisa memiliki akal untuk menemuinya dengan melewati jendela didalam ruangannya yang masih terbuka. Juga tidak mengetahui apa yang mendorongny untuk melakukan hal yang demikian. Pangeran Bheeshma menatapnya diam memberinya senyuman kecil. Begitu juga Tuan Putri Purindah yang mengetahui, ikut memberinya senyuman kecil dengan keterpaksaan masih melihatnya.
                “Selamat Putri Purindah! Kau telah berhasil mengalahkanku tadi! Menyelaku dipermainan tarian puzzle!”. Pangeran Bheeshma memulai memberi selamat, sedikit menyinggung.
                “Seharusnya kau tidak boleh marah, apalagi mengejar orang yang sudah mengalahkanmu!”. Balasnya memberitahu aturan didalam permainan.
                “Tetapi kau juga menyelaku, Putri!”. Balasnya dengan mengingatkan, sedikit canda.
                “Itu merupakan sebuah hukuman untukmu! Dan itu bisa kau dapatkan saat kau kalah dalam permainan saja!”. Balasnya kembali dengan tertawa kecil mengejek.
                Pangeran Bheeshma mendesah melihatnya dengan menggeleng pelan, sedangkan Tuan Putri Purindah menjulurkan lidahnya kebawah mengkedipkan mata kanannya kepadanya dengan bersamaan. Dan tiba-tiba saja terdengar suara dari pintunya yang seperti terbuka perlahan. Tuan Putri Purindah pun menjadi sedikit tegang, dan akan mencoba menolehkan kepalanya kearah pintu didalam ruangannya dengan melirik segan.
Sementara Pangeran Bheeshma yang juga mengetahuinya segera bersembunyi dibawah kolong tempat tidur Tuan Putri Purindah. Dan ternyata yang datang memasuki ruangannya adalah dayangnya yang bernama Naura. Tuan Putri Purindah pun merasa lega menyambutnya. “Ayo, Putri! Tabib Istana telah datang untuk mengobati rasa kram dikakimu!”, katanya mengajaknya halus.
Tuan Putri Purindah menerima ajakannya dan berjalan pelan agar kakinya terasa tidak terlalu sakit. Sedangkan Pangeran Bheeshma yang melihat langkahnya dibawah kolong tempat tidurnya hanya berdiam mengamati.

BHARATAYUDHAserisatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar