Sabtu, 10 Oktober 2015

BHARATAYUDHAseritiga (Part 17)



Malam harinya. . . .

                Arun sedang bersandar dikasur tempat tidurnya bersama Shafaq disampingnya. Dan mereka akan berbicara sesuatu dengan bersama melihat kelangit-langit kamar diatasnya.
                “Aku tidak bisa lagi menerawangi Ashghari, Raizaa, dan Vikram! Aku merasa, jika penerawanganku menjadi buta sesaat! Setiap aku mencoba, pasti hanya kegelapan yang ada!”. Arun berbagi keluh kesahnya.
                “Mungkin belum waktunya untuk kau ketahui Pangeran! Mungkin juga penerawangan atas mereka bertiga sudah tidak ada lagi! Namun diantara ketiganya tentu masih ada yang akan masuk kedalam penerawanganmu!”. Shafaq menghiburnya mengikuti kata hatinya.
                “Bisa jadi! Mungkin saja! Tapi aku kemarin mendapat penerawangan dari isyarat mimpiku! Jika Putri kita telah berhasil menyerang Pangeran kita, Raj! Tapi anehnya aku tidak merasakan kesakitan yang sama jika memang benar itu telah terjadi lahi!”. Arun semakin membaginya.
                “Kesakitan yang sama kau rasakan hanya sekali saja, Pangeran! Yaitu disaat pertama kali kau mengalami kesakitan yang sama, yang sampai saat ini kita masih merahasiakannya dari Putri kita!”. Shafaq membahasnya kembali sambil mengingatkannya dengan mengulangnya.
                Kemudian Arun menghadapkan dirinya ke Shafaq menatapnya penuh manja. Sedangkan Shafaq masih berbaring terlentang melihat langit-langit kamar diatasnya. “Putri, sepertinya kisah kehidupan kita yang dulu kembali terkenang oleh mereka! Sebab tiga wajah yang menggambarkan wajah kita pada masa itu bersama Vin telah berhasil hidup dan terlihat kembali! Begitupun dengan cerita kita dulu bersama Vin tak jauh dari cerita mereka bertiga!”, Arun membaginya atas apa yang telah dirasakannya.
                Shafaq pun menjadi menolehkan kepalanya melihat kepadanya, sambil menghadapkan tubuhnya kepadanya juga. “Dan itu juga dapat aku rasakan! Ketika aku melihat Ashghari membiarkan teman lelakinya telah bermalam dikamarnya tanpa lebih dulu meminta izin padaku!”, shafaq membalasnya, mengiyakan dengan mengingat kembali tentang peristiwa beberapa waktu lalu. Dan  Arun pun tersenyum dengan menyentuhkan telapak tangan kirinya kewajah Shafaq, memanjakannya.
                Kemudian shafaq mengambil telapak tangan kanan Arun yang telah menyentuh wajahnya dengan memanjakannya, lalu mengenggamnya erat dihadapan mereka berdua yang masih berbaring.
                “Aku mencintaimu, Putri!”. Arun mengungkap rasa keluluhannya menatap penuh kasih sayang.
                “Aku juga mencintaimu, Pangeran!”. Shafaq membalasnya dengan mengungkap perasaannya karna merasa tersanjungi. Menatap bahagia.
                “Besok, aku akan memberimu sebuah kejutan! Dan sekarang, aku ingin tidur dengan setampan-tampannya! Dan kau, tidurlah juga dengan secantik-cantiknya!”. Arun kembali menyanjunginya masih menatap dengan keluluhannya.
                Shafaq menjadi tersenyum malu begitu bahagia karna mendengar kata sanjungannya kembali. Dan itu dapat dilihat dari wajahnya juga dari kedua tatapan matanya. Melihatnya yang seperti itu, Arun merasa seperti jatuh cinta lagi kemudian lebih mendekatkan dirinya dengan Shafaq. Usainya mendekatkan dirinya, Arun mencium keningnya juga mencium bibirnya lembut. Dan merekapun saling memadu kasih layaknya pasangan yang baru menikah.

BHARATAYUDHAseritiga

                Esok paginya, Vikram memilih pergi dengan seorang diri memakai kendaraan mobil Taxi tanpa sepengetahuan Ayahanda dan Ibundanya. Sebab ia ingin mencari tau alamat dimana tempat Mellissa berdiam yang mungkin sedang bersama saudaranya, Putra pertama dari Ibundanya. Didalam perjalanan, Vikram mulai berharap cemas apakah dia akan berhasil tuk menemukan alamat yang dituju atau tidak. Sebab alamat yang sedang ditujunya kini telah didapatkannya dari asisten rumahnya.
                “Semoga saja alamat yang telah aku dapatkan dari Bibi adalah alamat yang sama, dan juga tuan rumah yang sama! Aku harus menemukannya sekarang juga!”, bisik hati kecilnya dalam kecemasan. Setelah beberapa saat berjalan, Vikram pun telah sampai kealamat yang ditujunya. Dan ia pun kini turun dari mobil Taxinya membaca tulisan dipagar rumah didepannya. “Perumahan elit Mekar Sari! Atas nama Nyonya Mellissa Audreylla!”, bacanya bersuara pelan lebih ingin memastikan.
                Lalu melanjutkannya dengan berbicara dihatinya sambil mengamati keadaan rumah tersebut yang tampak sepi. “Ya ampun, ini adalah tujuanku! Akhirnya, untuk sementara pencarianku sampai dirumah ini dulu!”, setelahnya Vikram pun kembali memasuki mobil Taxinya kembali berniat akan pulang kerumahnya. Kemudian terbayang kembali saat ibundanya sedang bersama kedua temannya juga bersama Ayahandanya dicafe beberapa waktu lalu.
                Dan kemudian Vikram mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya meniadakan kecemasannya.

Sementara pada siang harinya. . . .

                Vikram sedang menunggu kedatangan dari guru home schooling untuknya melakukan kegiatan belajarnya. Saat ketika akan melangkahkan kakinya menuju dapur rumahnya, mendadak perhatiannya mengarah ke Ibundanya yang baru saja pulang dari kantor melewati pintu masuk rumahnya. Dan Vikram pun kini beralih pergi ke Ibundanya dengan berdiam didepannya, menghentikannya.
                “Astaga, Vikram!? Ada apa kau menghentikan Ibunda seperti ini?”. Poosharm langsung menegurnya lalu bertanya, menatap kaget.
                “Aku sayang Ibunda! Aku juga sayang Ayahanda!”. Vikram berbalas kata manja begitupun dengan tatapannya. Poosharm mememegang wajah kanan darinya dengan telapak tangan kirinya.
                “Kami juga menyayangimu, bahkan lebih menyayangimu dari yang kau tau!”. Poosharm berbalas kata mengungkap rasa sayangnya yang begitu dalam.
                “Tapi aku akan membuat Ibunda lebih menyayangiku!”. Vikram mencurahkan kata optimisnya yang sedikit membuat Poosharm menjadi bertanya-tanya.
“Caranya? Ibunda rasa caramu sudah cukup sebelumnya, sayang!”. Poosharm bebalas kata menanyakan dengan melepaskan telapak tangannya dari memegang wajah kanan darinya pelan.
“Nehin (nehi:) Matha (tidak Ibunda)! Tapi aku memiliki sesuatu!”. Vikram berbalas kata membuat teka-teki.
“Tell me that to me, my son!”. Poosharm memintanya untuk segera mengatakannya sekarang.
“Nehin (nehi:)! Tiidaaaaak! Ibunda akan lebih menyayangiku daripada saat ini pada nantinya!”. Vikram masih bertahan dengan teka-tekinya.
“Vikram, sepertinya kau sudah berani tuk mengerjai Ibunda! Apa yang sebenarnya kau pikirkan, sayang!”. Poosharm menyerah mendesahkan lalu menanyakan isi pikirannya.
“Pikiran Vikram berkata, jika kebahagiaan Ibunda belum lengkap! Vikram ingin melengkapinya dengan seiring berjalannya waktu! Karna bila waktu telah berjalan maju, maka kebahagian yang sempat hilang dari Ibunda akan kembali lagi pada Ibunda, juga dengan kami semua dirumah ini!”. Vikram mengutarakan isi pikirannya yang begitu tulus dari tatapan kedua matanya.
 Poosharm dengan mata berkaca-kaca lalu memeluknya penuh rasa sayang. Begitupula Vikram yang juga memeluknya sambil berpikir tentang rencananya untuk melengkapi kebahagian dari Ibundanya. “Saudaraku, Putra Raizaa dari rumah ini! Mendekatlah jika aku sudah dekat denganmu!”, bisikkan Vikram dihatinya masih dalam pelukan Ibundanya.
Disaat yang bersamaan pula, Raizaa dirumahnya seperti mendengar ada yang memanggil namanya dengan sebutan, “Saudaraku, Putra Raizaa!”. Namun ia hanya menganggap jika apa yang tak sengaja didengarnya seperi ada yang memanggilnya tadi adalah sebuah ilusi semata.

BHARATAYUDHAseritiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar