Malam harinya. . . .
Arun
sedang bersandar dikasur tempat tidurnya bersama Shafaq disampingnya. Dan
mereka akan berbicara sesuatu dengan bersama melihat kelangit-langit kamar diatasnya.
“Aku
tidak bisa lagi menerawangi Ashghari, Raizaa, dan Vikram! Aku merasa, jika
penerawanganku menjadi buta sesaat! Setiap aku mencoba, pasti hanya kegelapan
yang ada!”. Arun berbagi keluh kesahnya.
“Mungkin
belum waktunya untuk kau ketahui Pangeran! Mungkin juga penerawangan atas
mereka bertiga sudah tidak ada lagi! Namun diantara ketiganya tentu masih ada
yang akan masuk kedalam penerawanganmu!”. Shafaq menghiburnya mengikuti kata
hatinya.
“Bisa
jadi! Mungkin saja! Tapi aku kemarin mendapat penerawangan dari isyarat
mimpiku! Jika Putri kita telah berhasil menyerang Pangeran kita, Raj! Tapi
anehnya aku tidak merasakan kesakitan yang sama jika memang benar itu telah
terjadi lahi!”. Arun semakin membaginya.
“Kesakitan
yang sama kau rasakan hanya sekali saja, Pangeran! Yaitu disaat pertama kali
kau mengalami kesakitan yang sama, yang sampai saat ini kita masih
merahasiakannya dari Putri kita!”. Shafaq membahasnya kembali sambil
mengingatkannya dengan mengulangnya.
Kemudian
Arun menghadapkan dirinya ke Shafaq menatapnya penuh manja. Sedangkan Shafaq
masih berbaring terlentang melihat langit-langit kamar diatasnya. “Putri,
sepertinya kisah kehidupan kita yang dulu kembali terkenang oleh mereka! Sebab
tiga wajah yang menggambarkan wajah kita pada masa itu bersama Vin telah
berhasil hidup dan terlihat kembali! Begitupun dengan cerita kita dulu bersama
Vin tak jauh dari cerita mereka bertiga!”, Arun membaginya atas apa yang telah
dirasakannya.
Shafaq
pun menjadi menolehkan kepalanya melihat kepadanya, sambil menghadapkan
tubuhnya kepadanya juga. “Dan itu juga dapat aku rasakan! Ketika aku melihat
Ashghari membiarkan teman lelakinya telah bermalam dikamarnya tanpa lebih dulu
meminta izin padaku!”, shafaq membalasnya, mengiyakan dengan mengingat kembali
tentang peristiwa beberapa waktu lalu. Dan Arun pun tersenyum dengan menyentuhkan telapak
tangan kirinya kewajah Shafaq, memanjakannya.
Kemudian
shafaq mengambil telapak tangan kanan Arun yang telah menyentuh wajahnya dengan
memanjakannya, lalu mengenggamnya erat dihadapan mereka berdua yang masih
berbaring.
“Aku
mencintaimu, Putri!”. Arun mengungkap rasa keluluhannya menatap penuh kasih
sayang.
“Aku
juga mencintaimu, Pangeran!”. Shafaq membalasnya dengan mengungkap perasaannya
karna merasa tersanjungi. Menatap bahagia.
“Besok,
aku akan memberimu sebuah kejutan! Dan sekarang, aku ingin tidur dengan
setampan-tampannya! Dan kau, tidurlah juga dengan secantik-cantiknya!”. Arun
kembali menyanjunginya masih menatap dengan keluluhannya.
Shafaq
menjadi tersenyum malu begitu bahagia karna mendengar kata sanjungannya
kembali. Dan itu dapat dilihat dari wajahnya juga dari kedua tatapan matanya.
Melihatnya yang seperti itu, Arun merasa seperti jatuh cinta lagi kemudian
lebih mendekatkan dirinya dengan Shafaq. Usainya mendekatkan dirinya, Arun
mencium keningnya juga mencium bibirnya lembut. Dan merekapun saling memadu
kasih layaknya pasangan yang baru menikah.
BHARATAYUDHAseritiga
Esok
paginya, Vikram memilih pergi dengan seorang diri memakai kendaraan mobil Taxi
tanpa sepengetahuan Ayahanda dan Ibundanya. Sebab ia ingin mencari tau alamat
dimana tempat Mellissa berdiam yang mungkin sedang bersama saudaranya, Putra
pertama dari Ibundanya. Didalam perjalanan, Vikram mulai berharap cemas apakah
dia akan berhasil tuk menemukan alamat yang dituju atau tidak. Sebab alamat
yang sedang ditujunya kini telah didapatkannya dari asisten rumahnya.
“Semoga
saja alamat yang telah aku dapatkan dari Bibi adalah alamat yang sama, dan juga
tuan rumah yang sama! Aku harus menemukannya sekarang juga!”, bisik hati
kecilnya dalam kecemasan. Setelah beberapa saat berjalan, Vikram pun telah
sampai kealamat yang ditujunya. Dan ia pun kini turun dari mobil Taxinya
membaca tulisan dipagar rumah didepannya. “Perumahan elit Mekar Sari! Atas nama
Nyonya Mellissa Audreylla!”, bacanya bersuara pelan lebih ingin memastikan.
Lalu
melanjutkannya dengan berbicara dihatinya sambil mengamati keadaan rumah
tersebut yang tampak sepi. “Ya ampun, ini adalah tujuanku! Akhirnya, untuk
sementara pencarianku sampai dirumah ini dulu!”, setelahnya Vikram pun kembali
memasuki mobil Taxinya kembali berniat akan pulang kerumahnya. Kemudian
terbayang kembali saat ibundanya sedang bersama kedua temannya juga bersama
Ayahandanya dicafe beberapa waktu lalu.
Dan
kemudian Vikram mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya meniadakan
kecemasannya.
Sementara pada siang harinya. . . .
Vikram
sedang menunggu kedatangan dari guru home schooling untuknya melakukan kegiatan
belajarnya. Saat ketika akan melangkahkan kakinya menuju dapur rumahnya,
mendadak perhatiannya mengarah ke Ibundanya yang baru saja pulang dari kantor
melewati pintu masuk rumahnya. Dan Vikram pun kini beralih pergi ke Ibundanya
dengan berdiam didepannya, menghentikannya.
“Astaga,
Vikram!? Ada apa kau menghentikan Ibunda seperti ini?”. Poosharm langsung
menegurnya lalu bertanya, menatap kaget.
“Aku
sayang Ibunda! Aku juga sayang Ayahanda!”. Vikram berbalas kata manja begitupun
dengan tatapannya. Poosharm mememegang wajah kanan darinya dengan telapak
tangan kirinya.
“Kami
juga menyayangimu, bahkan lebih menyayangimu dari yang kau tau!”. Poosharm
berbalas kata mengungkap rasa sayangnya yang begitu dalam.
“Tapi
aku akan membuat Ibunda lebih menyayangiku!”. Vikram mencurahkan kata
optimisnya yang sedikit membuat Poosharm menjadi bertanya-tanya.
“Caranya? Ibunda rasa caramu sudah
cukup sebelumnya, sayang!”. Poosharm bebalas kata menanyakan dengan melepaskan
telapak tangannya dari memegang wajah kanan darinya pelan.
“Nehin (nehi:) Matha (tidak
Ibunda)! Tapi aku memiliki sesuatu!”. Vikram berbalas kata membuat teka-teki.
“Tell me that to me, my son!”.
Poosharm memintanya untuk segera mengatakannya sekarang.
“Nehin (nehi:)! Tiidaaaaak! Ibunda
akan lebih menyayangiku daripada saat ini pada nantinya!”. Vikram masih
bertahan dengan teka-tekinya.
“Vikram, sepertinya kau sudah
berani tuk mengerjai Ibunda! Apa yang sebenarnya kau pikirkan, sayang!”.
Poosharm menyerah mendesahkan lalu menanyakan isi pikirannya.
“Pikiran Vikram berkata, jika
kebahagiaan Ibunda belum lengkap! Vikram ingin melengkapinya dengan seiring
berjalannya waktu! Karna bila waktu telah berjalan maju, maka kebahagian yang
sempat hilang dari Ibunda akan kembali lagi pada Ibunda, juga dengan kami semua
dirumah ini!”. Vikram mengutarakan isi pikirannya yang begitu tulus dari
tatapan kedua matanya.
Poosharm dengan mata berkaca-kaca lalu
memeluknya penuh rasa sayang. Begitupula Vikram yang juga memeluknya sambil
berpikir tentang rencananya untuk melengkapi kebahagian dari Ibundanya.
“Saudaraku, Putra Raizaa dari rumah ini! Mendekatlah jika aku sudah dekat denganmu!”,
bisikkan Vikram dihatinya masih dalam pelukan Ibundanya.
Disaat yang bersamaan pula, Raizaa
dirumahnya seperti mendengar ada yang memanggil namanya dengan sebutan,
“Saudaraku, Putra Raizaa!”. Namun ia hanya menganggap jika apa yang tak sengaja
didengarnya seperi ada yang memanggilnya tadi adalah sebuah ilusi semata.
BHARATAYUDHAseritiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar