Pada
malam harinya, Raizaa dikejutkan dengan kedatangan Ashghari yang baru saja
membuka pintu kamarnya lalu berjalan memasuki kamarnya setelah menutup kembali
pintu kamarnya. “Ashghari, darimana kau tau alamat rumahku?”, tegur tanyanya
menatap penasaran dengan berdiri disamping meja belajarnya. Sedangkan Ashghari
baru saja melihat kepadanya setelah beberapa saat pandangannya tertuju pada
sebuah benda miliknya dimeja didekat tempat tidur Raizaa.
“Dari
teman baikmu! Dan aku memaksanya dengan memberikan nomorku padanya!”.
Penjelasannya berbahasa jutek.
“Darimana
kau tau letak kamarku?”. Raizaa menyambung tanyanya berbahasa jutek pula.
“Dari
penjaga rumahmu yang bertugas didapur!”. Penjelasannya lagi masih jutek.
“Tujuanmu
apa datang kemari, memasuki kamar ini tanpa seizin pemiliknya!”. Ketiga kalinya
Raizaa menyambung tanya masih berbahasa jutek.
“Seperti
yang telah kau ketahui, jika dikamar ini ada sesuatu yang memancingku untuk
memasukinya!”. Jawabnya masih jutek lalu berjalan menuju kemeja didekat tempat
tidurnya.
Setibanya
dimeja tersebut, Ashghari menjadi tersenyum kecil sambil mengambil barang
miliknya. Ia pun menyentuh, meraba barang tersebut dengan girangnya. Namun
ketika akan berbalik mendadak Raizaa akan merampas barang darinya secara
tiba-tiba. Ashghari menjadi terkejut sehingga membuatnya terjatuh diatas kasur
tempat tidur Raizaa, begitupula dengan Raizaa yang kini berada diatas tubuhnya
dengan kedua tangan mereka masih memegang barang yang sama.
“Mulus
tapi tidak berhasil begitulah begitulah lo!”, bisik keji Raizaa secara halus
saat masih saling bertatapan dengannya. Kemudian merampas barang tersebut
hingga terlepas dari pegangan Ashghari. Namun ketika Raizaa akan membangunkan
dirinya dan akan berdiri dengan berbalik, Ashghari dengan cepat merangkulnya
disisi kanan darinya demi menggapai tangan Raizaa untuk merebut barang miliknya
tersebut.
Raizaa pun menjadi terdiam
seketika namun masih menjauhkan tangannya dari penggapaiian Ashghari. Sementara
Ashghari masih berusaha untuk terus menggapai tangan Raizaa demi mengambil
kembali barang miliknya. Sedangkan Raizaa baru saja melihat kewajahnya yang
masih berekspresi tuk berusaha semakin akan merebutnya. Dan kemudian dengan
tiba-tiba Raizaa mencium pipinya seketika tanpa basa-basi dulu.
Sementara Ashghari yang sudah
merasakannya semakin merangkulnya terhadapnya seolah-olah sedang memanjakannya.
Usainya melakukan yang demikian, kini Ashghari pun telah berhasil mengambil
barang miliknya dari tangan Raizaa. Kemudian mencubit hebat pipi kanan Raizaa lalu
melepaskannya dan Raizaa melepaskan ciumannya dengan rasa kaget sedikit
kesakitan. “Kau berhasil menjebakku!”, Raizaa berkata mengeluh sambil memegang
pipi kanannya yang memerah sedikit kesakitan.
Sementara Ashghari memberinya
senyuman disambung dengan tawanya mengejek lalu berdiri menjatuhkan Raizaa terbaring
ditempat tidurnya. Setelahnya menjatuhkan Raizaa hingga terbaring dikasur
tempat tidurnya, Ashghari pun beranjak pergi keluar dari kamarnya untuk pulang
tanpa berpamitan dengannya. Dan Raizaa yang sudah melihatnya hanya mendesah
menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Gue masih kangen! kenapa lo harus
pergi cepet sih?”, katanya didalam hati berbisik mendesahkan.
BHARATAYUDHAseritiga
Disuatu
tempat, Vin menyempatkan dirinya untuk bertemu dengan Mellissa usainya
menyelesaikan pekerjaannya pada sore nanti. Dan tanpa teramati olehnya,
waktupun kini telah menunjukkan pukul tiga sore. Vin yang baru saja menyadari
juga teringat dengan janjinya untuk segera bertemu Mellissa disuatu tempat,
baru saja akan bersiap-siap usainya berhasil menyelesaikan tugas pekerjaannya.
Selang
beberapa waktu berjalan, Vin pun kini telah berada disuatu tempat yaitu
disebuah Restaurant dengan duduk bersama Mellissa dengan saling berhadapan,
saling berpandangan. Dan mereka akan berbicara sedikit serius.
“sampai
kapan kau akan terus menyembunyikan keberadaan Putraku?”. Vin menanyakan
keberadaan Putranya.
“Kemarin
kulihat kau sedang berbahagia dengan Putramu yang lain!”. Singkat Mellissa
mengungkap apa yang telah disaksikannya beberapa waktu lalu.
“Tapi
aku tidak henti-hentinya mengingat Putraku yang masih bersamamu? Begitupula
dengan istriku?”. Vin mengungkap apa yang dirasakannya bersama istrinya sejak
Putra pertamanya tidak bersamanya.
“Jikalau
kau menganggap dia baik sebagai istrmu? Lalu apakah arti diriku dimasa lalumu?
Sebelum kau menjadikannya sebagai seorang istri bagimu?”. Mellissa mengungkap
apa perbandingan dirinya sendiri dengan istrinya, mengulang yang tlah lalu. Vin
menatapnya lemas sedikit terkejut. “Kau tau, aku dibawa pergi oleh Ayahku hanya
sebentar saja!”, ungkapnya mengulang sekali lagi, Vin langsung menyambungnya
tanpa menunggu sambungan kata darinya.
“Sebentar,
empat tahun kau menghilang! Sudah tidak ada media lagi untukku bisa
menghubungimu? Empat tahun itu tidak sebentar! Bahkan saat hari pertama kau
menghilang dariku, aku sudah mulai berputus asa! Jiwaku sakit, tapi hati
menguatkanku untuk tetap bertahan meskipun harus meninggalkanmu dulu sejenak!”.
Vin memberi penjelasan ketika Mellissa menghilang darinya secara tiba-tiba,
menatap sedikit sedih.
“Tapi
mengapa kau harus menikah dengan wanita lain? Aku sungguh menyesal
meninggalkanmu karna permintaan Ayahku, dan aku lebih menyesal lagi ketika
aku….?”. ungkapnya tentang perasaannya pada saat itu, saat baru mengetahui jika
Vin telah menikah dengan wanita lain. Lalu jadi berhenti karna tak kuasa
melawan emosi kesedihannya hingga meneteskan airmata kanannya melihat kebawah.
“Sudahlah,
tidak ada gunanya lagi kita berbicara mengulang! Semuanya sudah terlewati!”.
Vin menenangkannya dengan keluluhan dihatinya sambil mengusap airmata darinya.
Kemudian
Mellissa mengingat perhatian dari Raizaa kepadanya. Juga dengan Raizaa yang
suka sekali bermanja dengannya, bercanda dengannya, dan dalam keadaan apapun
Raizaa selalu menganggapnya selalu ada bersamanya. Kemudian Mellissa melihat
kembali ke Vin usainya mengingat tentang perilaku Raizaa terhadapnya. Dan
Mellissa akan mencurahkan isi hatinya yang sudah lama dipendamnya.
“Kasih sayang darimu, dapat aku
rasakan saat Raizaa sedang bersamaku! Dari hanya seorang bayi yang kurampas
dari pelukan Ibunya! Kini seorang bayi itu telah tumbuh menjadi seorang remaja
yang begitu menyayangiku! Tolong jangan beritahu kebenaran ini padanya! Sungguh
aku belum rela tuk melepasnya dari hidupku! Dia memang bukan anakku, bukan juga
darah dagingku! Tapi dia sudah mendarah daging ditubuhku, dialah alasanku untuk
tetap hidup dan aku tidak lagi menganggumu!”.
Vin yang sudah terlanjur
mendengarnya pun menjadi haru dengan memegang wajah Mellissa menggunakan kedua
telapak tangannya lembut. “Cintailah Putraku seperti kau mencintai diriku dulu!
Dengan begitu, kau akan menjadi seorang Ibu yang hebat dimatanya! Begitupula
dengan pandangannya!”, Vin kembali berkata menenangkan sambil memujinya
sedikit. Dan Mellissa kini telah berhenti dari tangisnya dengan memberikan
senyuman kepadanya.
BHARATAYUDHAseritiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar