Kamis, 08 Oktober 2015

BHARATAYUDHAseritiga (Part 11)



                Esoknya tepatnya disiang hari, Arun bersama Vin sedang duduk dicafe biasa mereka berdua kunjungi. Mereka berdua akan bertukar cerita yang akan membuat keduanya menjadi terkejut kecil. Dimulai dengan Vin yang sudah melihat ke Arun.
                “Karna mahkota kecil itu, Putraku Vikram terlihat benar seperti seorang Pangeran! Dia seperti dirimu pada masa kehidupan kita dulu!”. Vin memulai dengan menyanjungi Putranya sendiri juga menyamakannya dengan Arun saat masih menjadi Pangeran Bheeshma. Arun tersenyum kecil padanya.
                “Putriku dan Putramu, seperti menghidupkan wajah kita kembali pada masa itu! Jujur saja, aku terkagum-kagum saat melihat wajah Putriku! Tapi, aku belum melihat wajah Putramu! Apakah benar dia sama sepertiku sewaktu aku masih menjadi Pangeran Bheeshma!”. Arun berujar penuh keceriaan walaupun sedikit mengejek sehingga membuat Vin menjadi tertawa kecil karnanya.
                “Pangeran Bheeshma, kau sama sekali tdak berubah!”, tegurnya masih tertawa kecil. Namun menjadi terhenti saat ia melihat ada seorang remaja Putra yang begitu mirip dengan dirinya waktu masih menjadi Pangeran Karanu dimasa itu sedang berjalan bersama seorang wanita paruh baya. “Arun, Pangeran Karanu juga seperti hidup kembali!”, Vin berkata setelah menyadarinya lalu melihat ke Arun.
                “Kau sedang melihat apa? Dan kau sedang membayangkan apa tadi? Mengapa kau secara tiba-tiba menyampaikan ini padaku?”. Arun bertanya merasa bingung atas sikap juga perkataan darinya.
                “Baru saja aku melihat seorang remaja lelaki begitu mirip dengan diriku sewaktu aku masih menjadi Pangeran Karanu! Aku sempat terkejut kecil namun aku tidak menunjukkannya dengan sikapku kepadamu!”. Vin mengutarakan apa yang telah dilihatnya tadi.
                “Aku tidak bisa berkomentar “Iya” atau “Tidak”! Semuanya masih bertanda tanya besar! Biarlah semuanya berjalan lebih dulu, dan simpanlah dulu semua yang disaksikan oleh dirimu!”. Arun berkata pasrah tak bisa memberi jawaban.
                Vin pun mengerti dan menyimpannya sesuai dengan apa yang disampaikan Arun. Sebab ia tau jika apa yang Arun sampaikan maka itulah yang lebih baik.

Sementara ditempat lain. . . .

                Poosharm dan Shafaq sedang bersantai dihalaman rumah depan dikediaman Poosharm. Mereka berdua sedang membaca majalah sambil meminum jus mangga yang terletak dimeja didepannya. Kemudian Shafaq menjadi bertanya-tanya saat ketika melihat Poosharm terdiam hanya menatapi isi dari lembaran majalah tersebut. Tanpa menunggu, Shafaq pun menegurnya pelan. Dan Poosharm melihat kepadanya dengan kebingungan diwajahnya.
                “Poosharm, ada apa? Apakah ada yang mengganggu dari isi majalah itu?”. Shafaq bertanya menatapnya memberi perhatian.
                “Disini aku melihat ada sebuah gambar, jika seorang Ibu sedang mendengarkan alunan detak jantungnya! Dan aku teringat saat terakhir aku mendengarkan alunan detak jantung Bayiku Raizaa!”, Poosharm menjelaskannya dengan menunjukkan sebuah gambar yang telah dilihatnya. Tiba-tiba dirinya teringat kembali saat ada seorang remaja Putri yang menyelamatkannya dari sebuah kecelakaan yang akan menimpanya, saat akan mengambil barangnya yang jatuh ketanah.
                Disaat itu juga  Poosharm tidak senagaja merasakan alunan detak jantung dari remaja Putra tersebut sama seperti alunan detak jantung dari Bayi Raizaa. Setelah mengingatnya beberapa saat, Poosharm meletakkan majalah tersebut didadanya tepat dijantungnya melampiaskan rasa rindunya kepada Bayi Raizaa. Sementara Shafaq yang melihatnya hanya mengusap-ngusap punggung belakangnya sembari menenangkannya.

BHARATAYUDHAseritiga

                Pada sore harinya, Ashghari sendiri yang akan memberi pemujaan kepada kedua foto berukuran besar dari wajah foto kedua kakaknya. Dan ia pun kini akan memakaikan tilak dikening kedua kakaknya pada foto berukuran besar tersebut. Usainya memakaikan tilak tersebut pada kedua foto kakaknya, tiba-tiba saja Ashghari menjadi terdiam memandangi kedua foto tersebut dengan terbayang dua wajah yang sering ditemuinya disekolahnya.
                “Pak Raj dan Pak Raf, keduanya seperti sama dengan mereka berdua yang sebagai kedua kakak ku yang kini belum kembali!”, Ashghari berbisik penuh tanya memandangi kedua foto berukuran besar tersebut dengan membayangi wajah Pak Raj dan Pak Raf. Pikirnya juga, jika Pak Raj dan Pak Raf wajahnya hampir sama dengan foto kedua kakaknya yang masih dipandanginya. Hanya berbeda dengan rambutnya saja.
                Sebab telah diketahuinya jika rambut kedua kakaknya terlihat gondrong, sedangkan rambut Pak Raj dan Pak Raf terlihat pendek seperti seorang pria yang sewajarnya. Setelahnya menyimaknya, Ashghari pun beralih menyimpan kembali tempat pemujaannya didepan patung Dewa Krishna kemudian berdo’a kembali meminta petunjuk atas sebuah tanya yang sampat menyertainya tadi.

Keesokan harinya. . . .

                Ashghari yang sudah berada disekolahnya, berjalan kecil mengamati Pak Raj yang berjaga dilapangan basket bertukar sapa dengan para siswa dikejauhan. Kemudian berhenti masih dikejauhan mengamati Pak Raj membayangi jika Pak Raj rambutnya gondrong seperti yang terlihat pada foto kakaknya. Saatnya masih berusaha tuk membayanginya, mendadak ia menjadi sedikit terkejut karna Pak Raj begitu mirip sekali dengan kakaknya. Apalagi saat Pak Raj melihat-lihat kearahnya.
                “Pak Raj, Kakak Raj???? Apa keduanya adalah orang yang sama????”, tanyanya berbisik dihati masih mengamati lalu berpaling meninggalkan. Disaat dirinya masih berpaling meninggalkan tempat tersebut, mendadak menjadi berhenti ketika melihat Pak Raf sedang berdiskusi tak jauh didepannya dengan seorang guru lainnya. Kemudian dipandangannya jika rambut Pak Raf menjadi gondrong sama percis dengan apa yang dilihatnya pada foto kakaknya.
                Ashghari pun menjadi bingung sedikit panik karna yang kini telah dilihatnya jika Pak Raj dan Pak Raf menjelma menjadi kedua kakaknya. Setelah beberapa saat bertahan dengan pemandangannya seperti itu, Ashghari pun terjatuh tak sadarkan diri. Beberapa siswa yang tak sengaja melihatnya langsung bergegas untuk segera menolong. Setelah beberapa saat berjalan, Ashghari terbangun dari pingsannya. Dan kembali, ia menemukan Pak Raf sedang melihatnya cemas.
                “Ashghari, you okay?”. Raf langsung menanyakan cemas saat dilihatnya Ashghari sudah terbangun dari pingsannya.
                “Aku baik-baik saja, Kak!”. Raf kaget mendengar sapanya yang memanggil “Kak”. Sedangkan Ashghari baru menyadari akan berkata mengelak kecil. “Maaf, maksud ku Pak Raf! Aku belum sepenuhnya sadar, jadi sapaan Pak menjadi Kak! Maaf Pak Raf lidahku sedikit keseleo tadi!”. Ashghari meminta maaf karna telah tidak sadar menyapanya “kak”, mengelak akan sesuatu yang tadi.
                “Tidak apa-apa! Seorang guru adalah pengganti orang tua dirumah! Dan seorang guru juga bisa dijadikan saudara! Kau harus istirahat dulu diruang kesehatan! Setelah istirahat pertama baru kau boleh mengikuti pelajaran berikutnya!”. Raf memberinya nasehat bercampur dengan sikap perhatiannya.
                Ashghari pun memberinya senyuman sambil menganggukkan kepalanya pelan. Kemudian Raf berpamitan meninggalkan untuk keluar pergi mengajar karna bertepatan ada kelas yang akan dibimbingnya dalam mengajar. “Melihat Pak Raf, mengingat Pak Raj kembali aku jadi rindu dengan kedua Kakak ku! Oh Dewa, beri aku petunjuk lagi! Sungguh aku ingin mendapatkan jawabannya segera dari semua pertanyaaan dalam diriku!”. Bisiknya haru didalam hati setelah melihat Pak Raf meninggalkan.

BHARATAYUDHAseritiga

                Pada waktu jam pulang sekolah, Ashghari yang sudah keluar dari kelasnya dan pandangannya pun tertuju pada pagar sekolah dimana tempat Raizaa pernah menunggunya hingga mereka saling berbicara dingin. Kini Ashghari telah berada digerbang tersebut tepat dimana Raizaa telah menunggunya. “Ayah Arun sudah tak bisa lagi menjemputku karna pekerjaannya! Begitupula aku yang seperti mencari, tetapi aku bukan mencari Ayah Arun!”, bisiknya didalam hati sambil meratapi tempat tersebut. Kemudian berpaling meninggalkan mencoba menghibur dirinya sendiri ditempat biasa.
                Setelah beberapa saat berjalan, Ashghari pun kini telah sampai ditempat biasanya ia menghibur dirinya sendiri ditepi danau dengan melempar kerikil kecil diair danau yang masih tenang itu. Ketika mulai asyiknya melempar kerikil diair danau tersebut, mendadak ada semacam kerikil yang sudah terjatuh diair danau tersebut. “Kerikil ditanganku belum aku lemparkan diair itu, jangan-jangan??”, tanyanya kaget sambil melihat keatas karna dipikirnya mungkin ada sebuah burung membuang kotoran.
                Ashghari mulai menjadi bingung karna tidak ada seekor burung satupun yang terbang melintas didepannya. Lalu menjadi terkejut saat kembali melihat keair danau tersebut karna ada cerminan wajah Raizaa disamping kanannya. Dengan reflek Ashghari melemparkan kerikil ditangannya dicerminan wajah Raizaa diair danau tersebut. Sementara Raizaa menggeserkan dirinya selangkah berdekatan dengan Ashghari sembari melihat wajahnya. Sedangkan Ashghari hanya melirikkan kedua matanya ke Raizaa.
                “Apa kau sudah sangat terhibur dengan kau menghancurkan cerminan dari wajahku diair danau itu?”. Raizaa berkata halus namun menajamkan. Ashghari menolehkan kepalanya kepadanya, menatapnya bingung namun dengan seksama. “Ulangi lagi, aku ingin kau mengulanginya lagi! Lakuin lagi, gue mau lo lakuin lagi! Dimana kerikil lo yang lainnya? Sudah habis, tunggu disini aku akan ambilkan lagi!”, sambung lagi Raizaa masih berkata halus namun masih menajamkan, menatap dingin.
                Ashghari hanya diam mendengarkan menatapnya, sementara Raizaa baru saja pergi akan mengambilkannya kerikil. Rasa bingung pada Ashghari pun semakin bertambah, dan ia hanya meluruskan kepalanya kedepan begitupula pandangannya sambil mendesah kecil. Lalu didengarnya kembali Raizaa berkata padanya, “Dengan dia, lo seperti bersahabat! Dengan gue, lo seperti mengajak untuk berperang terus!”, Raizaa berkata dengan menunjukkan kerikil ditangannya tepat dihadapannya.
                Sedangkan Ashghari baru saja malihat kewajahnya yang tegak lurus kedepan sambil melihat kerikil ditangannya. “Gue tau lo gak suka! Gue tau lo gak terima! Tapi jangan hakimin gue kaya gini! Gue juga manusia yang punya hati!”, Ashghari berkata menasehatinya sedikit keras. Raizaa menoleh kepadanya menatap menahan amarahnya sambil menjatuhkan kerikil ditangannya kebawah.
                “Aku mah apah atuh? Cuma cerminan dari wajah diair danau yang kemudian dihancurkan dengan kerikil kecil dihadapan kamu!”. Raizaa berkata mengalah masih menahan amarahnya.
                “Terus?”. Ashghari berkata menantangnya.
                “Beri gue sebuah gamparan dari kelima jari lo, pakai juga telapak tangan lo yang sudah memanas itu?”. Raizaa berbalik dari kata halusnya tadi menjadi berkata menantang pula.
                Ashghari pun melangkah maju mendekatinya tanpa menyambung kata lagi, begitupun Raizaa juga melangkah maju kedepan mendekatinya. Mereka berduapun kini sudah saling berhadadapan sangat dekat. Lalu Ashghari mengangkat tangan kanannya menunjukkan telapak tangannya sembari memekarkan kelima jemari tangannya. Namun Raizaa masih saja menatap kedua matanya tanpa sekalipun melihat tangan Ashghari.
                “Palingkan tatapanmu dulu dengan melihat kelima jemari tanganku ini!”, perintah Ashghari memakai tatapan menegaskan. Raizaa menggeleng masih menatap kedua matanya. Kemudian Ashghari memakai tatapan bertanya-tanya kepadanya, lalu tanpa disangkanya Raizaa mencium keningnya. Ashghari pun menjadi terdiam secara cuma-cuma dan mendadak dirinya menjadi kaku tak bisa bergerak. Dan jantungnya berdetak cepat seperti mengisyaratkan sesuatu. Asghari memalingkan tatapannya dari Raizaa kebawah karna tak kuasa menahan jantungnya yang berdetak cepat.
Kemudian dirasakannya jika Raizaa melepaskan ciuman dikeningnya dengan perlahan. Raizaa memang telah melepaskan ciuman dikeningnya, namun ia akan menyambungnya dengan akan mencium bibirnya.

BHARATAYUDHAseritiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar