Esoknya
tepatnya disiang hari, Arun bersama Vin sedang duduk dicafe biasa mereka berdua
kunjungi. Mereka berdua akan bertukar cerita yang akan membuat keduanya menjadi
terkejut kecil. Dimulai dengan Vin yang sudah melihat ke Arun.
“Karna
mahkota kecil itu, Putraku Vikram terlihat benar seperti seorang Pangeran! Dia
seperti dirimu pada masa kehidupan kita dulu!”. Vin memulai dengan menyanjungi
Putranya sendiri juga menyamakannya dengan Arun saat masih menjadi Pangeran
Bheeshma. Arun tersenyum kecil padanya.
“Putriku
dan Putramu, seperti menghidupkan wajah kita kembali pada masa itu! Jujur saja,
aku terkagum-kagum saat melihat wajah Putriku! Tapi, aku belum melihat wajah
Putramu! Apakah benar dia sama sepertiku sewaktu aku masih menjadi Pangeran
Bheeshma!”. Arun berujar penuh keceriaan walaupun sedikit mengejek sehingga
membuat Vin menjadi tertawa kecil karnanya.
“Pangeran
Bheeshma, kau sama sekali tdak berubah!”, tegurnya masih tertawa kecil. Namun
menjadi terhenti saat ia melihat ada seorang remaja Putra yang begitu mirip
dengan dirinya waktu masih menjadi Pangeran Karanu dimasa itu sedang berjalan
bersama seorang wanita paruh baya. “Arun, Pangeran Karanu juga seperti hidup
kembali!”, Vin berkata setelah menyadarinya lalu melihat ke Arun.
“Kau
sedang melihat apa? Dan kau sedang membayangkan apa tadi? Mengapa kau secara
tiba-tiba menyampaikan ini padaku?”. Arun bertanya merasa bingung atas sikap
juga perkataan darinya.
“Baru
saja aku melihat seorang remaja lelaki begitu mirip dengan diriku sewaktu aku
masih menjadi Pangeran Karanu! Aku sempat terkejut kecil namun aku tidak
menunjukkannya dengan sikapku kepadamu!”. Vin mengutarakan apa yang telah
dilihatnya tadi.
“Aku
tidak bisa berkomentar “Iya” atau “Tidak”! Semuanya masih bertanda tanya besar!
Biarlah semuanya berjalan lebih dulu, dan simpanlah dulu semua yang disaksikan
oleh dirimu!”. Arun berkata pasrah tak bisa memberi jawaban.
Vin
pun mengerti dan menyimpannya sesuai dengan apa yang disampaikan Arun. Sebab ia
tau jika apa yang Arun sampaikan maka itulah yang lebih baik.
Sementara ditempat lain. . . .
Poosharm
dan Shafaq sedang bersantai dihalaman rumah depan dikediaman Poosharm. Mereka
berdua sedang membaca majalah sambil meminum jus mangga yang terletak dimeja
didepannya. Kemudian Shafaq menjadi bertanya-tanya saat ketika melihat Poosharm
terdiam hanya menatapi isi dari lembaran majalah tersebut. Tanpa menunggu,
Shafaq pun menegurnya pelan. Dan Poosharm melihat kepadanya dengan kebingungan
diwajahnya.
“Poosharm,
ada apa? Apakah ada yang mengganggu dari isi majalah itu?”. Shafaq bertanya
menatapnya memberi perhatian.
“Disini
aku melihat ada sebuah gambar, jika seorang Ibu sedang mendengarkan alunan
detak jantungnya! Dan aku teringat saat terakhir aku mendengarkan alunan detak
jantung Bayiku Raizaa!”, Poosharm menjelaskannya dengan menunjukkan sebuah
gambar yang telah dilihatnya. Tiba-tiba dirinya teringat kembali saat ada
seorang remaja Putri yang menyelamatkannya dari sebuah kecelakaan yang akan
menimpanya, saat akan mengambil barangnya yang jatuh ketanah.
Disaat
itu juga Poosharm tidak senagaja
merasakan alunan detak jantung dari remaja Putra tersebut sama seperti alunan
detak jantung dari Bayi Raizaa. Setelah mengingatnya beberapa saat, Poosharm
meletakkan majalah tersebut didadanya tepat dijantungnya melampiaskan rasa
rindunya kepada Bayi Raizaa. Sementara Shafaq yang melihatnya hanya mengusap-ngusap
punggung belakangnya sembari menenangkannya.
BHARATAYUDHAseritiga
Pada
sore harinya, Ashghari sendiri yang akan memberi pemujaan kepada kedua foto
berukuran besar dari wajah foto kedua kakaknya. Dan ia pun kini akan memakaikan
tilak dikening kedua kakaknya pada foto berukuran besar tersebut. Usainya
memakaikan tilak tersebut pada kedua foto kakaknya, tiba-tiba saja Ashghari
menjadi terdiam memandangi kedua foto tersebut dengan terbayang dua wajah yang
sering ditemuinya disekolahnya.
“Pak
Raj dan Pak Raf, keduanya seperti sama dengan mereka berdua yang sebagai kedua
kakak ku yang kini belum kembali!”, Ashghari berbisik penuh tanya memandangi
kedua foto berukuran besar tersebut dengan membayangi wajah Pak Raj dan Pak
Raf. Pikirnya juga, jika Pak Raj dan Pak Raf wajahnya hampir sama dengan foto
kedua kakaknya yang masih dipandanginya. Hanya berbeda dengan rambutnya saja.
Sebab
telah diketahuinya jika rambut kedua kakaknya terlihat gondrong, sedangkan
rambut Pak Raj dan Pak Raf terlihat pendek seperti seorang pria yang sewajarnya.
Setelahnya menyimaknya, Ashghari pun beralih menyimpan kembali tempat
pemujaannya didepan patung Dewa Krishna kemudian berdo’a kembali meminta
petunjuk atas sebuah tanya yang sampat menyertainya tadi.
Keesokan harinya. . . .
Ashghari
yang sudah berada disekolahnya, berjalan kecil mengamati Pak Raj yang berjaga
dilapangan basket bertukar sapa dengan para siswa dikejauhan. Kemudian berhenti
masih dikejauhan mengamati Pak Raj membayangi jika Pak Raj rambutnya gondrong
seperti yang terlihat pada foto kakaknya. Saatnya masih berusaha tuk
membayanginya, mendadak ia menjadi sedikit terkejut karna Pak Raj begitu mirip
sekali dengan kakaknya. Apalagi saat Pak Raj melihat-lihat kearahnya.
“Pak
Raj, Kakak Raj???? Apa keduanya adalah orang yang sama????”, tanyanya berbisik
dihati masih mengamati lalu berpaling meninggalkan. Disaat dirinya masih
berpaling meninggalkan tempat tersebut, mendadak menjadi berhenti ketika
melihat Pak Raf sedang berdiskusi tak jauh didepannya dengan seorang guru
lainnya. Kemudian dipandangannya jika rambut Pak Raf menjadi gondrong sama
percis dengan apa yang dilihatnya pada foto kakaknya.
Ashghari
pun menjadi bingung sedikit panik karna yang kini telah dilihatnya jika Pak Raj
dan Pak Raf menjelma menjadi kedua kakaknya. Setelah beberapa saat bertahan
dengan pemandangannya seperti itu, Ashghari pun terjatuh tak sadarkan diri.
Beberapa siswa yang tak sengaja melihatnya langsung bergegas untuk segera
menolong. Setelah beberapa saat berjalan, Ashghari terbangun dari pingsannya.
Dan kembali, ia menemukan Pak Raf sedang melihatnya cemas.
“Ashghari,
you okay?”. Raf langsung menanyakan cemas saat dilihatnya Ashghari sudah
terbangun dari pingsannya.
“Aku
baik-baik saja, Kak!”. Raf kaget mendengar sapanya yang memanggil “Kak”.
Sedangkan Ashghari baru menyadari akan berkata mengelak kecil. “Maaf, maksud ku
Pak Raf! Aku belum sepenuhnya sadar, jadi sapaan Pak menjadi Kak! Maaf Pak Raf
lidahku sedikit keseleo tadi!”. Ashghari meminta maaf karna telah tidak sadar
menyapanya “kak”, mengelak akan sesuatu yang tadi.
“Tidak
apa-apa! Seorang guru adalah pengganti orang tua dirumah! Dan seorang guru juga
bisa dijadikan saudara! Kau harus istirahat dulu diruang kesehatan! Setelah
istirahat pertama baru kau boleh mengikuti pelajaran berikutnya!”. Raf
memberinya nasehat bercampur dengan sikap perhatiannya.
Ashghari
pun memberinya senyuman sambil menganggukkan kepalanya pelan. Kemudian Raf
berpamitan meninggalkan untuk keluar pergi mengajar karna bertepatan ada kelas
yang akan dibimbingnya dalam mengajar. “Melihat Pak Raf, mengingat Pak Raj
kembali aku jadi rindu dengan kedua Kakak ku! Oh Dewa, beri aku petunjuk lagi!
Sungguh aku ingin mendapatkan jawabannya segera dari semua pertanyaaan dalam
diriku!”. Bisiknya haru didalam hati setelah melihat Pak Raf meninggalkan.
BHARATAYUDHAseritiga
Pada
waktu jam pulang sekolah, Ashghari yang sudah keluar dari kelasnya dan
pandangannya pun tertuju pada pagar sekolah dimana tempat Raizaa pernah
menunggunya hingga mereka saling berbicara dingin. Kini Ashghari telah berada
digerbang tersebut tepat dimana Raizaa telah menunggunya. “Ayah Arun sudah tak
bisa lagi menjemputku karna pekerjaannya! Begitupula aku yang seperti mencari,
tetapi aku bukan mencari Ayah Arun!”, bisiknya didalam hati sambil meratapi
tempat tersebut. Kemudian berpaling meninggalkan mencoba menghibur dirinya
sendiri ditempat biasa.
Setelah
beberapa saat berjalan, Ashghari pun kini telah sampai ditempat biasanya ia
menghibur dirinya sendiri ditepi danau dengan melempar kerikil kecil diair
danau yang masih tenang itu. Ketika mulai asyiknya melempar kerikil diair danau
tersebut, mendadak ada semacam kerikil yang sudah terjatuh diair danau
tersebut. “Kerikil ditanganku belum aku lemparkan diair itu, jangan-jangan??”,
tanyanya kaget sambil melihat keatas karna dipikirnya mungkin ada sebuah burung
membuang kotoran.
Ashghari
mulai menjadi bingung karna tidak ada seekor burung satupun yang terbang
melintas didepannya. Lalu menjadi terkejut saat kembali melihat keair danau
tersebut karna ada cerminan wajah Raizaa disamping kanannya. Dengan reflek Ashghari
melemparkan kerikil ditangannya dicerminan wajah Raizaa diair danau tersebut.
Sementara Raizaa menggeserkan dirinya selangkah berdekatan dengan Ashghari
sembari melihat wajahnya. Sedangkan Ashghari hanya melirikkan kedua matanya ke
Raizaa.
“Apa
kau sudah sangat terhibur dengan kau menghancurkan cerminan dari wajahku diair
danau itu?”. Raizaa berkata halus namun menajamkan. Ashghari menolehkan
kepalanya kepadanya, menatapnya bingung namun dengan seksama. “Ulangi lagi, aku
ingin kau mengulanginya lagi! Lakuin lagi, gue mau lo lakuin lagi! Dimana
kerikil lo yang lainnya? Sudah habis, tunggu disini aku akan ambilkan lagi!”,
sambung lagi Raizaa masih berkata halus namun masih menajamkan, menatap dingin.
Ashghari
hanya diam mendengarkan menatapnya, sementara Raizaa baru saja pergi akan
mengambilkannya kerikil. Rasa bingung pada Ashghari pun semakin bertambah, dan
ia hanya meluruskan kepalanya kedepan begitupula pandangannya sambil mendesah
kecil. Lalu didengarnya kembali Raizaa berkata padanya, “Dengan dia, lo seperti
bersahabat! Dengan gue, lo seperti mengajak untuk berperang terus!”, Raizaa
berkata dengan menunjukkan kerikil ditangannya tepat dihadapannya.
Sedangkan
Ashghari baru saja malihat kewajahnya yang tegak lurus kedepan sambil melihat
kerikil ditangannya. “Gue tau lo gak suka! Gue tau lo gak terima! Tapi jangan
hakimin gue kaya gini! Gue juga manusia yang punya hati!”, Ashghari berkata
menasehatinya sedikit keras. Raizaa menoleh kepadanya menatap menahan amarahnya
sambil menjatuhkan kerikil ditangannya kebawah.
“Aku
mah apah atuh? Cuma cerminan dari wajah diair danau yang kemudian dihancurkan
dengan kerikil kecil dihadapan kamu!”. Raizaa berkata mengalah masih menahan
amarahnya.
“Terus?”.
Ashghari berkata menantangnya.
“Beri
gue sebuah gamparan dari kelima jari lo, pakai juga telapak tangan lo yang
sudah memanas itu?”. Raizaa berbalik dari kata halusnya tadi menjadi berkata
menantang pula.
Ashghari
pun melangkah maju mendekatinya tanpa menyambung kata lagi, begitupun Raizaa
juga melangkah maju kedepan mendekatinya. Mereka berduapun kini sudah saling berhadadapan
sangat dekat. Lalu Ashghari mengangkat tangan kanannya menunjukkan telapak
tangannya sembari memekarkan kelima jemari tangannya. Namun Raizaa masih saja
menatap kedua matanya tanpa sekalipun melihat tangan Ashghari.
“Palingkan
tatapanmu dulu dengan melihat kelima jemari tanganku ini!”, perintah Ashghari
memakai tatapan menegaskan. Raizaa menggeleng masih menatap kedua matanya. Kemudian
Ashghari memakai tatapan bertanya-tanya kepadanya, lalu tanpa disangkanya
Raizaa mencium keningnya. Ashghari pun menjadi terdiam secara cuma-cuma dan
mendadak dirinya menjadi kaku tak bisa bergerak. Dan jantungnya berdetak cepat
seperti mengisyaratkan sesuatu. Asghari memalingkan tatapannya dari Raizaa
kebawah karna tak kuasa menahan jantungnya yang berdetak cepat.
Kemudian dirasakannya jika Raizaa
melepaskan ciuman dikeningnya dengan perlahan. Raizaa memang telah melepaskan
ciuman dikeningnya, namun ia akan menyambungnya dengan akan mencium bibirnya.
BHARATAYUDHAseritiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar